Beberapa menit kemudian, taksi berhenti di depan sebuah rumah besar dengan halaman luas berumput hijau. Pria itu turun dan membayar ongkos taksi. Tak lupa juga mengambil kopernya di bagasi taksi.
Ia melangkah melewati pagar besi yang di bukakan seorang satpam. Hingga langkahnya terhenti di depan pintu kayu putih besar bergaya simple.
Ia mengetuk pintu. Tak bututh waktu lama, seorang wanita paruh baya yang terlihat masih cantik di usianya yang tak lagi muda membuka kan pintu. Wanita itu mengernyit. "Cari siapa ya?"
"Ibu Anjaninya ada?" tanya pria itu membuat Anjani semakin mengkerut bingung.
"Kamu siapa? Ada urusan apa cari Anjani?"
"Saya selingkuhannya" sahut pria itu santai membuat Anjani melotot garang.
"Jangan ngaco! Saya gak punya selingkuhan. apalagi sama daun muda!" seru Anjani kesal.
Pria itu tertawa keras melihat reaksi Anjani, membuat wanita paruh baya itu semakin kesal. "Jangan ketawa! Kamu siapa sih?"
Pria itu menghapus air matanya karena terlalu banyak tertawa. Ia menatap wanita paruh baya di depannya dengan tatapan geli. "Mama durhaka ih. Masa sama anak sendiri gak kenal?"
Anjani melotot sambil menutup mulutnya tak percaya dengan kedua tangannya. "Bayu?" tanyanya masih shock.
Pria tinggi itu mengangguk. Kemudian merentangkan kedua tangannya lebar. Anjani langsung menghambur kepelukan Bayu. Memeluk putranya erat kemudian melepasnya. Memperhatikan penampilan putra semata wayangnya dari atas sampai bawah.
"Ya ampun Bayu! Kamu kok makin cakep? Makin tinggi juga! Mama sampe gak ngenalin kamu" seru Anjani.
"Iyalah Ma. Bayu kan makin dewasa. Masa kecil mulu!" gerutu Bayu. Anjani tertawa.
"Yaudah yuk Masuk. Mama mau introgasi kamu!"
"Introgasi?"
"Iya! Anak bandel! Bilangnya pulang jam 5, tahunya jam 3 udah sampe! Mama kan udah berencana buat jemput kamu di bandara!"
"Bayu keburu kangen berat sama Mama. Jadi ambil penerbangan lebih cepet"
"Huuu... Padahal Mama udah bikin spanduk gede buat nyambut kamu"
"Kalo gitu untung Mama gak keburu jemput" gumam Bayu pelan.
"Apa?! Kamu gak suka Mama jemput?!"
Bayu menggeleng, kemudian segera menarik tangan Mamanya masuk kedalam rumah. "Mama ngamuknya nanti aja ya? Bayu laper"
Anjani menghela napas berat. Kemudian mengangguk. Ia akan menunda kekesalannya dulu sekarang. Anjani menuntun Bayu menuju meja makan, sementara koper Bayu sudah di bawa ke kamarnya oleh pelayan.
Untung saja Anjani sudah selesai masak tadi untuk menyambut kepulangan Bayu. Jadi Bayu tinggal makan saja, tak perlu menunggu.
Anjani mengambilkan nasi dan beberapa lauk yang tersaji di meja. Kemudian meletakkannya di hadapan Bayu. "Makan yang banyak. Mama udah masakin semua makanan kesukaan kamu"
Bayu tersenyum. "Makasih Ma" ujarnya kemudian mulai memakan makanannya.
£££
Rayna berguling kesana kemari di atas kasurnya yang sudah kusut. Ia sedang berusaha menulis lanjutan cerita romantis yang di minta Malik. Tapi pikirannya susah fokus sedari tadi.
Otaknya terus memutar berbagai kenangan dirinya dan Bayu saat mereka masih kecil hingga beranjak SMA. Dan saat kenangan buruk antara mereka berdua kembali berputar, Rayna mengacak rambutnya frustasi.
Ini sudah lewat 5 tahun sejak kejadian itu. Tapi kenapa ia masih belum bisa melupakan kekecewaan dan masih teringat jelas sensasi sesak dan perih di dadanya? Padahal belum tentu pria itu merasa bersalah. Dan lagi, perasaan suka Rayna sudah hilang sejak lama. Tapi tak ia pungkiri ia masih tetap merasa kecewa.
Rayna sebenarnya tak ingin membenci Bayu terlalu lama. Karena bagaimana pun pria itu tidak tahu apa-apa. Andai dia tidak menyukai Bayu lebih dari sahabat saat itu, ia tidak akan merasa sesakit ini.
Rayna termenung. Yah, andai ia tak menyukai Bayu lebih dari seorang sahabat....
TOK TOK TOK!!!!
Suara ketukan pintu menarik Rayna dari lamunannya. Gadis itu mengernyit, siapa yang bertamu ke apartemennya? Maklum, Rayna memang sangat jarang kedatangan tamu. Mamanya lebih suka mengajak bertemu di luar atau di rumah mereka jika rindu. Malik, Amir dan Windy pun lebih suka bertemu di tempat umum atau di rumah Amir yang besar jika ingin berkumpul.
Rayna mengangkat bahu acuh, kemudian memaksa tubuh malasnya berjalan mendekati pintu. Rayna membuka pintu apartemennya dan langsung di hadapkan dengan wajah asing seorang pria tampan.
Pria itu masih muda, mungkin hanya beberapa tahun di atas Rayna atau malah seumuran? Tubuhnya tinggi tegap, Rayna saja hanya sebahu lelaki itu. Wajahnya juga tampan, hidung mancung, bibir seksi, dan beralis tebal. Oh, dan, matanya berwarna ciklat madu, terang dan manis. Entah kenapa Rayna merasa familiar dengan mata yang menyorotnya tajam itu.
"Ya? Cari siapa?" tanya Rayna malas. Walau pun di hadapannya ini pria tampan, tapi entah kenapa tidak membuat mood Rayna yang hancur saat mendengar tentang rencana kepulangan Bayu menjadi lebih baik.
Pria itu tersenyum manis. "Lama gak ketemu, Rayna"
Rayna mengernyit. "Kamu kenal saya?"
Pria itu berdecak. "Ck! Gak kamu. Gak Mama. Sama-sama gak ngenalin aku. Ini aku loh, Ray. Masa gak kenal?"
Rayna semakin bingung. "Bayu?" tebaknya asal.
Pria itu tersenyum sumringah. Kemudian mengangguk antusias. Sementara Rayna malah shock. Ia hanya asal sebut saja tadi. Tapi tidak di sangka pria ini memang Bayu yang dulu ia kenal.
"Hallo Rayna. I miss you so bad" seru Bayu sambil memeluk Rayna erat. Ia benar-benar merindukan gadis bermata almond itu.
"Ha-hai Bay" jawab Rayna terbata. Campuran dari shock dan sesak karena di peluk terlalu erat.
Bayu melepaskan pelukannya, kemudian meneliti Rayna dari bawah sampai atas. Setelahnya, Bayu terkekeh pelan. "Kamu sama sekali gak berubah ya?"
"Maksudnya?" kernyit Rayna. Ia memperhatikan penampilannya. Baju piama berwarna coklat muda dengan corak kotak-kotak putih dan sandal bulu yang terasa lembut di kakinya. Rayna tak merasa ada yang salah dengan penampilannya. Walau hanya memakai piama. Tapi ini piama berlengan panjang, begitu juga celananya. Ia rasa ini cukup tertutup dan sopan.
"Liat jam, Ray. Ini masih jam 5 sore, tapi kamu udah pake piama. Ditambah lagi rambut kamu acak-acakan banget. Kamu abis jambak jambakan sama siapa?"
Rayna menepuk dahinya. Ia lupa merapikan sedikit penampilannya sebelum membuka pintu tadi. Rambutnya pasti sangat berantakan karena terus ia acak-acak sejak tadi.
"Aku emang biasa pake piama. Enak, bahannya lembut terus adem" jelas Rayna sambil berusaha merapikan rambutnya.
Bayu terkekeh. "Aku gak di ajak masuk nih?"
Rayna menepuk dahinya. "Masuk deh. Gak enak di lihat tetangga"
Rayna bergeser sedikit memberi Bayu jalan. Setelah Bayu masuk, Ia menutup pintu. Rayna tak langsung menghampiri Bayu, ia bersandar sebentar di pintu. Menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan.
Rayna memberi sugesti pada dirinya, 'ini sudah 5 tahun berlalu Rayna. Bayu juga sepertinya tidak tahu. Sebaiknya lupakan saja' pikirnya.
Rayna menyusul Bayu yang sudah lebih dulu duduk di sofa depan tv. "Mau minum apa?" tanya Rayna.
"Yang ada aja deh" jawab Bayu yang mulai meraih remot tv.
Rayna berlalu menuju dapur. Menuang 2 gelas jus jeruk dingin dan menyiapkan beberapa camilan di atas sebuah nampan.
Saat Rayna kembali keruang tamu, ia melihat tv menyala, tapi Bayu malah sedang berkeliling melihat-lihat apartemen Rayna.
"Ngapain nyalain tv kalo gak di tonton?" ujar Rayna sambil meletakkan minuman dan camilan di atas meja depan tv.
Bayu tertawa. "Apartemen kamu lebih manarik dari pada acara tv. Semuanya Rayna banget! Ga ada barang yang fungsinya cuma pajangan aja ya di sini?"
Yah, Rayna akui jika apartemennya terkesan minimalis. Tidak banyak barang di dalamnya. Hanya barang-barang yang sekiranya berguna saja yang ada di sini. Bahkan tak ada selembar pun foto atau lukisan di dinding. Hanya ada jam berwarna biru muda dengan desain unik sebagai penunjuk waktu.
"Gak ada. Buat apa simpen barang yang gak guna?"
Bayu menoleh cepat ke arah Rayna. "Kalo suatu jari nanti kamu nikah terus di kasih cincin kawin. Jangan-jangan cincinnya kamu bakalan buang karena gak guna?"
Rayna tertawa keras. "Hahahah... Ya enggaklah Bay. Cincin kawin kan ada fungsinya!"
"Apa?"
"Ngasih pesan tersirat kalo yang pake udah ada yang punya"
Bayu mendengus. "Itu iya sih. Tapi kok kesel ya dengernya?"
Rayna terkekeh, ia menepuk tempat kosong di sebelah sofa yang ia duduki. Bayu langsung paham dan duduk di samping gadis itu.
"Jadi.... gimana London?" tanya Rayna.
Bayu mengangkat Bahu. "Banyak bule nya" jawab Bayu cuek.
Rayna mendecak kesal. "Ck! Yaiyalah Bayu.... Namanya juga London ya pasti banyak bulenya!"
"Lah tuh tahu. Ngapain masih nanya?"
"Maksudnya tuh. Kuliah kamu gimana?"
"Oh.... Baik kok. Semua lancar. Aku kan pinter"
Rayna kembali berdecak kesal. "Iya tahu deh yang anak pinter!"
Bayu tertawa keras. Oh... ia sangat rindu ekspresi kesal itu.
"Ngapain ketawa? Minta di hajar ya?" sungut Rayna.
"Ampun deh. Kamu lagi PMS ya? Galak amat"
"Engga. Kalo lagi PMS, kamu udah abis dari tadi" sinis Rayna membuat Bayu kembali tergelak.
"Ketawa kamu ngeselin Bay. Udah tuh mending minum aja jusnya. Mumpung Masih dingin"
Bayu meraih gelas jus di hadapannya. Meneguknya hingga tersisa setengah dan meletakkannya kembali.
"Aku Kengan kamu Ray" ujar Bayu tiba-tiba.
"Iya tahu. Aku emang ngangenin" balas Rayna acuh.
Kini giliran Bayu yang mendengus kesal. "Iya! Kamu emang ngangenin banget!" ujarnya sambil mencubit kedua pipi Rayna gemas.
"Lewas way! Hakii!" Ujar Rayna tak jelas sambil berusaha melepas cubitan Bayu.
Bayu melepasnya. "Ngomong apa sih? Ga ngerti"
Rayna melotot menatap Bayu sambil mengelus kedua pipinya yang terasa panas. "Aku bilang lepas Bay. Sakit. Kamu gak liat apa pipiku sampe merah gini?!"
Bayu meraup wajah Rayna menghadapnya. "Iya ih. Merah. Maaf ya Ray. Kekencengan ya? cubitnya?"
Rayna menepis tangan Bayu pelan dari pipinya.
"Iya sakit! Tanggung jawab pokoknya!"
"Iya, nanti aku nikahin kamu" jawab Bayu santai sambil meraih toples berisi keripik kentang.
"Apa hubungannya?!" kesal Rayna.
"Lah. Tadi katanya suruh tanggung jawab? Ini aku mau tanggung jawab kamunya malah sewot"
"Ya maksudnya bukan tanggung jawab yang kayak gitu. Kamu di sana ga kecelakaan kan? ko jadi rada oon?"
Bayu melotot menatap Rayna. "Kamu di ajarin siapa ngomong kasar begitu?!"
Rayna meringis. Ia lupa jika Bayu sangat tidak suka ia berkata kasar. "Iya maaf keceplosan"
"Eh ngomong-ngomong, Bukannya kata Tante Jani, kamu baru dateng jam 5? Ini jam 5 loh Bay. Ko kamu udah bisa di sini? Pake baju santai, terus ga bawa koper lagi"
"Aku ambil penerbangan lebih awal. Sengaja gak bilang takut Mama jemput. Soalnya dia bilang udah siapin spanduk gede buat nyambut aku di bandara"
Rayna terbahak. "hahahah masa sih?" tanyanya tak percaya. Sementara Bayu hanya bisa mengangguk meyakinkan.
Akhirnya sisa hari itu, mereka habiskan dengan mengobrol ringan. Melepas rindu setelah sekian tahun tak bertemu.
Hingga pukul 10 malam, akhirnya Bayu pamit pada Rayna.
"Aku pulang dulu ya. Jangan kangen"
Rayna pura-pura hendak muntah. "Kangen sama kamu gak berfaedah banget Bay"
"Serius Ray. Aku lebih suka kamu tinggal sama tante Risma, biar kita tetanggaan lagi. Lagian tinggal di apartemen gini bahaya buat anak gadis kayak kamu"
Seketika ekspresi riang Rayna berubah murung. "Aku suka di sini. Lebih tenang" jawab Rayna pelan.
Sementara Bayu yang tak paham kenapa Rayna tiba-tiba murung malah mengusap rambutnya lembut. "Iya deh. Aku pulang ya. Besok mau mampir lagi ah"
"Iya, Hati-hati di jalan"
"Bye" ujar Bayu lalu melangkah pergi.
Setelah kepergian Bayu, Rayna mendesah berat. Rayna bukannya tak suka tinggal dengan orang tuanya, ia hanya merasa tak nyaman berada di rumah. Selama masih ada 'dia', rumah tidak akan pernah terasa nyaman lagi bagi Rayna.
BERSAMBUNG....