Tidak seperti biasa, pagi ini Rayna mendadak ingin jogging di taman dekat apartemennya. Ia merasa butuh menggerakan tubuhnya yang kaku karena sudah lama tidak berolah raga.
Setelah berlari 3 putaran keliling taman, Rayna mendudukkan tubuh lelahnya di kursi taman, menyeka keringat yang membasahi dahinya hingga hampir mengenai mata menggunakan handuk kecil yang tersampir di pundaknya. Rayna meneguk air lemon yang ia bawa dari apartemen hingga tersisa setengah. Ah! Rasanya air lemon itu berkali-kali lipat lebih segar dari biasanya.
Rayna melihat sekeliling taman. Ada beberapa penjual makanan di sana. Rayna melihat sebuah gerobak soto yang di parkir di bawah pohon rindang. Seketika perut Rayna yang memang belum sempat ia isi mulai berbunyi.
Rayna bisa mencium segarnya kuah soto dari tempat dirinya duduk, membuat produksi air liurnya meningkat.
Rayna memutuskan menghampiri gerobak soto itu. "Bang! Satu ya. Makan di sini aja" ujarnya pada penjual soto yang sedang sibuk meracik 2 mangkuk soto pesanan pelanggan sebelumnya.
"Siap neng!" jawab penjual soto sumringah.
Rayna memutuskan menunggu sambil duduk di kursi taman yang kebetulan dekat dengan gerobak soto itu. Ada 3 orang lainnya yang memilih duduk di atas kursi plastik yang sengaja di letakkan di bawah pohon agar para pelanggan tak kepanasan.
Tak lama kemudian, penjual soto mengantarkan pesanan Rayna. Semangkuk soto berisi mie bening, irisan kol, tomat segar dan daun bawang serta suwiran ayam yang di guyur kuah soto yang gurih dan segar, jangan lupakan taburan bawang goreng yang menambah aroma khas, membuat Rayna hampir meneteskan air liurnya.Ia cepat-cepat melahap soto itu. Dan rasanya memang sangat enak.
Rayna memang sudah 5 tahun tinggal di apartemen dekat taman ini, tapi ia sangat jarang keluar. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di dalam apartemen untuk menyelesaikan novelnya, jadi tidak heran jika ia baru tahu jika ada soto se enak ini di taman dekat apartemennya.
Saat soto dalam mangkuknya tinggal tersisa beberapa suap lagi, suara melengking seorang wanita mengagetkan Rayna daan orang-orang di sekitar sana, membuat ia mendongak mencari sumber suara yang sangat mengganggu itu.
"POKOKNYA AKU GAK MAU PUTUS SAMA KAMU, ASKA! GAK MAU!" pekik seorang wanita berbaju shock pink di hadapan seorang pria berkemeja putih yang terlihat tenang.
"Saya sudah bosan sama kamu Fira, kamu terlalu possesive. Saya gak suka" jawab si pria-yang di panggil Aska kalem.
Wanita bernama Fira itu terlihat mendengus kesal. Menarik napas beberapa kali, mencoba meredam kekesalannya. "GAK! POKOKNYA APA PUN ALASANNYA AKU GAK MAU!"
Aska terlihat menghela napas jengah. "Saya sudah menemukan perempuan lain yang lebih baik dari kamu Fira. Jadi stop ganggu saya" ujar Aska membuat si wanita semakin emosi.
"JADI KAMU SELINGKUH?! BERANINYA! SIAPA CEWE ITU?! AKU AKAN ANCURIN DIA SAMPE MAMPUS!"
"Jaga ucapan kamu Fira! Kita tidak memiliki hubungan apa pun sedari awal. Memangnya saya pernah menyatakan cinta sama kamu?" ujar Aska mulai jengkel. Sementara Fira menunduk. Menyadari memang ucapan Aska ada benarnya.
Aska menghela napas berat. "Sudahlah Fira. Lupakan saya. Saya yakin kamu bisa menenmukan laki-laki yang lebih baik dari saya" ucap Aska lalu melenggang pergi begitu saja. Sementara si wanita mulai menangis meraung-raung.
Rayna yang memperhatikan sedari tadi hanya diam. Ia sebenarnya merasa geli melihat adegan di depannya itu, terlalu dramatis menurutnya. Tapi ia tak tega juga saat melihat si wanita begitu terpukul. Sebenarnya cenderung terlihat gila karena ia tanpa malu meraung di tengah taman yang ramai.
Rayna menggeleng mengenyahkan pikirannya. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. pukul 08.12.
Rayna melotot. Ia punya janji dengan Mas Radivan pukul 08.30 nanti untuk membahas novel barunya yang akan rilis 2 bulan lagi.
Rayna cepat-cepat menghabiskan sotonya dalam 2 suapan besar. Kemudian setelah membayar sotonya, Rayna berlari sekencang mungkin ke arah apartemennya.
Saat sudah hampir sampai di lift, ia semakin mempercepat larinya. Tapi pintu lift itu sudah mulai tertutup.
"Tahan liftnya, please!" pekik Rayna.
Pintu lift yang hampir tertutup kembali terbuka lebar. Rayna segera memasukinya.
Rayna tertunduk. Menumpu kedua tangannya pada lutut dengan napas yang terengah-engah. Ternyata berlari dari taman sampai apartemen lumayan melelahkan.
Rayna menegakkan kembali tubuhnya setelah merasa lebih baik. Ia menoleh kesamping bermaksud mengucapkan terima kasih karena sudah menahan pintu lift untuknya. Tetapi belum sempat berucap, mulut Rayna malah ternganga melihat siapa orang di sampingnya.
Itu adalah pria di taman tadi, yang bertengkar dengan si wanita berbaju shock pink. Kalau tidak salah namanya Aska.
Merasa di perhatikan, pria itu ikut menoleh. Ia menatap Rayna heran melihat ekspresi konyol gadis itu.
"Saya tahu saya ganteng. Tapi please gak usah segitunya juga ngeliatinnya" ujar Aska malas.
Rayna menggeleng menyadarkan dirinya. Ia mengernyit jijik mendengar ucapan Aska yang terlalu percaya diri. Tetapi sedetik kemudian, rasa geli menjalari seluruh tubuhnya. Entah kenapa adegan seperti ini terasa familiar di ingatannya.
Seperti adegan di beberapa novel romantis dan film drama yang sering Windy tonton. Ya, ini terasa agak daramatis. Dan itu membuat Rayna bergidik geli.
Rayna menggeleng mengenyahkan pemikiran konyolnya. Ia hendak memencet tombol lantai yang ia tuju, tapi sepertinya tujuan ia dan pria itu sama. Lantai 6.
Saat lift terbuka, Aska keluar duluan, di ikuti Rayna yang berjalan santai di belakangnya.
Saat mereka berdua sudah hampir sampai di ujung lorong lantai 6, pria itu tiba-tiba berbalik dengan wajah kesal.
"Kamu ngikutin saya ya?!" ujarnya sambil menunjuk wajah Rayna. Rayna mengerjap bingung, kemudian menepis telunjuk Aska yang hampir menyentuh ujung hidung Rayna.
"Ya elah, gr banget, weh. Saya cuma mau balik ke unit apartemen saya" jawab Rayna malas.
Aska menaikkan sebelak alisnya. "Saya gak percaya tuh!"
"Ya itu urusan situ. Lagian jangan percaya sama saya ah, ntar kecewa loh" ujar Rayna lalu berjalan santai melewati pria itu yang memasang wajah kesal.
"Heh! Saya belum selesai ngomong!" pekik Aska emosi.
Rayna melambaikan tangan kirinya di udara. "Kalo mau ngamuk nanti aja. Saya udah ada janji" ucap Rayna sebelum menghilang di balik pintu apartemen yang terletak paling ujung. Persis di sebelah unit apartemen Aska.
"Eh? Beneran di situ toh?" gumam Aska. Pipinya memerah, malu. Ia pikir gadis itu tertarik padanya hingga mengikuti sampai sini. Tapi ternyata.... ah sudahlah.
Aska langsung memasuki unit apartemennya dengan perasaan malu dan kesal.
£££
Tak!
"Aduh!" pekik Rayna sambil mengelus dahinya yang memerah karena sentilan maut Radivan.
"Lama!"
"Ya maaf mas. Rayna tadi keasikan jogging, jadi lupa waktu deh"
Radivan menghela napas. Gadis di depannya ini walau pun menyebalkan tapi hampir tak pernah berbohong. Apalagi untuk alasan sepele.
"Kamu kebiasaan banget, dek. Yaudahlah. Kamu udah sarapan?"
Rayna menggeleng. "Belum. Baru ngemil aja"
"Tadi katanya keasikan jogging. Kamu kapan ngemilnya?"
"Tadi pas lagi istirahat di bangku taman, ada tukang soto. Jadi Rayna ngemil soto dulu deh"
Radivan mengernyit. "Kalo soto itu namanya makan, dek. Bukan ngemil"
"Itu ngemil mas. Kan gak pake nasi" bela Rayna.
Radivan terkekeh gemas. "Yaudah iya. Sebelum bahas kerjaan, kita makan dulu aja ya? Mas belum sarapan"
"Kalo di traktir sih, Rayna gak nolak" cengir Rayna.
"Hahaha... Iya deh iya. Mas traktir. Pesen aja sesuka kamu. Mumpung mas lagi baik hati"
Rayna mengangguk semangat. Jika sudah menyangkut makanan gratis seperti ini. Rayna mana mungkin bisa menolak? Dengan semangat gadis itu memanggil pelayan dan memesan berbagai makanan yang ia inginkan. Sementara Radivan hanya bisa menggeleng pasrah.
£££
Rayna mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil di tangannya. Tadi siang setelah membahas novel baru Rayna, Radivan meminta Rayna untuk merevisi beberapa bagian yang di rasa kurang pas.
Rayna menyampirkan handuk kecilnya di pundak, sementara ia tengkurap di kasur sambil mengerjakan revisi novel.
Tapi saat sedang serius meneliti kalimat-kalimat novelnya, tiba-tiba suara gaduh terdengar dari arah luar. Awalnya Rayna acuh saja, tapi lama-lama suaranya semakin gaduh dan mengganggu, membuat Rayna kesal karena tak bisa berkonsentrasi.
Dengan kesal Rayna bangun dari posisi rebahannya. Ia berjalan keluar pintu apartemen sambil menggenggam handuk kecil yang sudah lembab.
Saat sampai di luar, Rayna melihat wanita yang tadi pagi bertengkar di taman dengan pria yang ia temui di lift sedang menggedor-gedor pintu apartemen sebelah sambil berteriak histeris.
"ASKA! BUKA! KAMU GAK BISA NGELAKUIN INI KE AKU!!"
BRAK BRAK BRAK!
"BUKA ASKA! KALO GAK AKU BAKAL BUNUH DIRI!!"
Rayna kesal mendengar teriakan dan gebrakan pintu yang semakin menjadi itu.
"BERISIK WOY!" teriak Rayna tak kalah nyaring.
Si wanita yang Rayna ingat bernama Fira itu menoleh kaget dengan teriakan Rayna. Tapi kemudian ekspresinya kembali kesal. "Jangan ikut campur! Ini urusan saya sama pacar saya!"
"Justru itu. Itu urusan mbak sama pacar mbak. Tapi jangan ganggu orang lain juga dong! Saya gak bisa konsen kerja karena teriakan mbak!" jelas Rayna kesal.
"Ya terserah saya dong! Emang kamu pikir kamu yang punya gedung apartemen ini?!"
Rayna semakin kesal. Ia mengepalkan tangannya erat sebelum lepas kendali, dan akhirnya melempar handuk kecil yang sudah basah bekas mengeringkan rambutnya tadi. Handuk itu mendarat tepat di wajah Fira yang hanya bisa terdiam tanpa sempat menghindar.
Handuk basah itu jatuh kelantai, membuat ekspresi bodoh Fira yang tadinya tertutup handuk jadi terlihat. Wanita itu menganga lebar dengan mata terbelalak lebar. Wajahnya terlihat mengkilat karena air dari handuk, dan yang membuat Rayna hampir terbahak adalah bulu mata palsu wanita itu copot sebelah. Sepertinya tersangkut saat handuk jatuh tadi.
Tiba-tiba pintu di sebelah Fira yang masih melongo terbuka. Ternyata Aska yang membukanya. Fira yang tersadar menoleh ke samping. Saat melihat pria yang ia cari ada di sana, ia segera meraih tangan kanan Aska dengan wajah melas. Sepertinya belum sadar jika bulu mata anti badainya copot sebelah.
"Aska, tolongin aku. Cewe itu lempat aku pake handuk basah tadi" adu Fira dengan tampang yang sengaja di buat melas sambil menunjuk-nunjuk Rayna yang bersandar di daun pintu apartemennya. Menyaksikan drama memuakkan yang membuat Rayna benar-benar geli.
Tapi bukannya merasa kasihan, Aska malah menyentak tangan Fira dan memberikan tatapan tajam yang mengerikan. "Itu salah kamu sendiri Fira. Dia gak akan lempar kamu pake handuk basah jika kamu tidak berisik dan mengganggu ketenangannya!"
Rayna mengangguk-angguk setuju. Sementara Fira menggeram marah.
"JADI KAMU LEBIH BELAIN CEWE ITU DARI PADA AKU?!" pekik Fira lebih keras dari sebelumnya, membuat Rayna dan Aska refleks menutup telinga.
"Berisik, woy! Sekali lagi mbak teriak begitu saya siram nih!" ancam Rayna yang tak di pedulikan Fira.
Rayna mendesah kesal. Ia kembali masuk ke apartemennya. Meninggalkan pasangan itu di luar.
"JAWAB AKU ASKA!!"
BYUUUR!
BRAK!!
Fira dan Aska melotot. Tubuh Fira basah kuyup setelah di siram dengan air. Aska juga ikut kecipratan basah walau tidak separah Fira. Bahkan make up gadis itu sudah luntur sebagian. Membuat wajahnya terlihat mengerikan.
Aska dan Fira menoleh kesamping. Ternyata pelakunya adalah si gadis tetangga. Rayna. Ia dengan santai menenteng ember biru di tangan kirinya, sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menyeka dahinya yang sedikit basah karena terkena air dari rambutnya yang belum kering.
"LO! APA-APAAN HAH?!" pekik Fira.
Rayna melotot tajam. "Apa?! Masih kurang?! Mau saya lempar pake embernya sekalian?! Kalo masih kurang juga masih ada kunci inggris tuh! Mau?!" teriak Rayna berapi-api. Nyali Fira dan Aska ciut seketika. Entah kenapa Rayna terlihat menyeramkan saat ini.
"Aska aku takut" cicit Fira sambil merangkul tangan kiri Aska. Namun segera Aska tepis.
Fira melotot tak terima, ketakutannya yang tadi menguap seketika berubah menjadi perasaan kesal saat Aska menepis tangannya.
"ASKA! KAM-"
DUAK!!
BRAK!!
Belum sempat Fira menyelesaikan kalimatnya, Rayna sudah melempar ember di tangannya dengan keras ke lantai tepat di dekat kaki Fira. Refleks Aska menuttup pintu hingga menjeblak keras, sementara Fira berlari terbirit-birit menuju lift.
Rayna mengambil memungut kembali ember biru yang ia lempar tadi, membolak-balik ember itu, memeriksa apakah embernya rusak atau tidak. Setelah tak menemukan kerusakan pada embernya, Rayna kembali ke unit apartemen sambil menenteng ember birunya.
BERSAMBUNG....
Maaf telat up guys. Kasih tahu kalo ada typo ya ;) and i really need your comment about this story guys