Chereads / Teratai Gurun / Chapter 9 - | Misi Rahasi

Chapter 9 - | Misi Rahasi

Jam istirahat kedua. Tasya menuju kantin, setiap pijakan kakinya tidak bertenaga, senyuman cerianya juga tidak terbit lagi. Ia menghampiri dua sahabatnya, Nella dan Santi. Ia duduk di kursi kantin dengan lesu, lalu menyangga wajah ovalnya dengan kedua tangannya.

Nella dan Santi memandang sahabatnya yang tampak kehilangan setengah jiwanya. Mereka berdua memandang Tasya heran, tidak biasanya ia lesu seperti ini.

"Lo kenapa Tas?" tanya Nella mendahului.

"Iya, kenapa lo?" dilanjutkan oleh Santi.

Tasya tidak menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya lemah.

"Pasti gara-gara kak Reza lagi ya?" tebak Nella tepat sasaran.

Tasya menganggukkan kepalanya. "Hmm."

"Kenapa? Nggak di peduliin lagi ya?" tanya Santi kali ini.

Tasya kembali menganggukkan kepalanya. "Iya."

Santi dan Nella mengelus bahu Tasya bersamaan. "Yang sabar ya, Tasya cantik."

"Kak Reza kapan, ya, bisa lembut dan buka hati buat aku? Padahal aku udah berusaha tetap berjuang. Susah banget cairin hati kak Reza," ujar Tasya lirih.

"Lo mau nyerah Tas?" tanya Nella memastikan.

Tasya menepuk meja kantin lumayan keras. Sentak, siswa yang ada di dekat sana langsung mengarahkan pandangannya ke sumber suara. Hening.

Krik… Krik…

Krik… Krik…

Nella dan Santi menatap satu sama lain, lalu kembali mengarahkan pandangan mereka ke Tasya

Tasya yang sadar dirinya diperhatikan langsung kembali duduk di kursinya. Ia tidak peduli jadi pusat perhatian. Bodo amat, begitu sekiranya pikir Tasya.

"Aku nggak bakalan nyerah! Sampai ke ujung dunia pun bakalan aku cari! Sampai dalamnya palung mariana pun bakalan aku selami!" jawab Tasya dengan semangat berapi-rapi di kedua matanya.

Nella dan Santi menghela napas berat, melihat tingkah laku Tasya yang sudah menginjak bucin tingkat akut. Di sisi lain, Nella dan Santi juga prihatin, wajah Tasya tampak tidak seceria biasanya dan tampak murung tanpa seulas senyuman di bibirnya.

Santi dan Nella menatap satu sama lain, lalu menganggukkan kepalanya seolah-olah terkoneksi akan sesuatu. "Lo mau, kita kasi saran nggak?"

Tasya menoleh ke arah Nella. Dari kedua mata Tasya tampak binar-binar penuh harapan. "Mau. Apa tuh sarannya?"

Nella menatap Tasya dengan raut wajah serius. "Cuekin kak Reza. Seolah-olah lo udah nggak ada rasa apa-apa lagi ke kak Reza," ujar Nella.

"Dan inget, jaga jarak sama kak Reza. Gue yakin kak Reza bakalan ngerasa kehilangan lo," tambah Santi.

"Tapi kan aku suka sama kak Reza, aku nggak bisa menjauh dari kak Reza."

"Ya ampun. Ini pura-pura Tasya!!" ucap Nella gemas sendiri.

"Terus, kan aku satu bangku sama kak Reza, jadinya aku nggak bisa jauh-jauh."

Nella tampak berpikir sejenak, benar juga, Tasya dan Reza kan satu bangku. Setalah beberapa detik ia sudah menemukan jawabannya. "Lo cuekin aja Tas. Anggap kak Reza nggak duduk sama lo."

"Yah… nggak bisa gitu dong Nel. Kak Reza juga ada di samping Aku, mana bisa anggap nggak ada."

"Yaelah Tas. Intinya lo cuekin kak Reza, udah paham?!" sambung Santi mulai geregetan.

Tasya menganggukkan kepalanya paham. "Terus, sampai kapan aku kek gitu?"

"Sampai satu bulan aja Tas," ucap Santi.

"Buset. Aku nggak mau, hidup sehari tanpa kak Reza aja udah buat aku mati suri, apa lagi sebulan. Yaampun, kalian mau bunuh aku ya?" tuding Tasya.

"Haduh, percaya deh sama kita Tas. Cuma sebulan doang kok. Lo nggak bakalan mati, sebulan itu cuekin kak Reza." ujar Nella meyakinkan. "Kalo kak Reza mulai nyari-nyari lo, berarti kak Reza ada rasa sama lo."

"Seriusan nih? Kalo kak Reza nggak nyariin aku dan malah menjauh dari aku, gimana dong?"

"Nggak akan Tasya, lo percaya deh sama kita," ucap Santi.

Tasya menghela napas pelan, ia mulai berpikir, memaksa otaknya untuk menghitung peluang akan keberhasilan ide gila yang ditawarkan oleh dua temannya. "Harus ya sebulan? Nggak bisa tujuh hari aja gitu?"

"Nggak boleh, harus sebulan," bantah Nella.

"Dua minggu deh, gimana?" tawar Tasya.

"Nggak Tasya. nggak boleh!" bantah Santi kali ini.

"Tapi, aku nggak boleh gitu chat sama kak Reza?" tanya Tasya.

"Nggak boleh."

"Nyapa gimana?"

"Nggak."

"Ngasi hadiah, diam-diam?"

"Nggak!"

"Ngelirik gimana, nggak boleh?"

"Ya tuhan nih anak! KAGAK BOLEH TASYA!!"

Tasya mengangguk lemah, menyetujui ide gila dari dua temanya. Ia tidak menyangka jika akan menjauh dari Reza selama itu. Ini sudah menyalahi aturan kebucinannnya. Ini sudah menyalahi kode etik tentang cinta. Bahwa setiap orang berhak mencintai seseorang dengan cara mereka masing-masing. Tapi, apa boleh buat, mungkin ini akan membuat Reza berpaling dengannya. Ya, walau tidak tau pasti bagaimana hasilnya. Lihat saja bagaimana hasilnya nanti.

"Kalo nggak berhasil, aku bakalan sunat kalian berdua!"

===***===

Malam hari, Tasya sedang berada di kamarnya untuk melatih diri, menguatkan iman, menguatkan hati, dan menguatkan mental untuk menjalankan misi. Sebuah misi gila yang dianjurkan oleh Nella dan Santi sungguh membuatnya semakin frustasi dan mawas diri.

Bahkan dari sepulang sekolah ia sudah mulai melatih dirinya, hingga ibunya terlihat heran dengan sikapnya yang berubah menjadi sangat dingin dan cuek. Tasya memang bersungguh-sungguh dalam menjalankan saran gila yang diberikan oleh dua sahabatnya. Begini lah pengorbanan cinta seorang Tasya Engela Neolita.

Tasya menatap cermin yang ada di meja riasnya, ia menatap pantulan seorang perempuan dengan ekspresi datarnya. Ya, perempuan itu dirinya, begitu kelihatan dingin.

Tasya meyakinkan dirinya. "Pasti bisa, Tasya!!"

===***===

Keesokan harinya. Tasya berjalan menuju kelas dengan langkah yang santai. Tasya kini telah sampai di kelasnya, ia melirik tempat duduknya dengan pandangan datar. Tampaknya Reza belum datang, dan hanya menyisakan tiga temannya yang lumayan gila

Senyuman sumringah di bibirnya tidak terukir seperti biasanya. Bukan karena Reza tidak ada, tapi ini merupakan bagian dari misi rahasianya.

"Yehh… datang tidak dijemput, pulangnya suka nyasar. Dedek Tasya ini kayak hantu aja ya," sapa Adit dengan senyuman merekahnya.

Tasya memutar malas bola matanya. "Hmm, terserah," jawabnya singkat. "Minggir, aku mau duduk."

"Yaelah, belom juga masuk kelas kali."

"Kakak punya tempat dudukkan?" tanya Tasya dingin.

"Punya dong, tuh di pojok sana," Adit menunjuk tempat duduknya.

"Kalo punya, ngapain di sini?"

Adit, Bara, dan juga Galang menatap satu sama lain. Mereka bertiga tercengang dengan jawaban pedas dari Tasya. Entah apa yang terjadi pada Tasya, mereka bertiga berpikir. Tidak biasanya Tasya menjawab dengan begitu dingin.

"Lo kenapa Tas?" tanya Galang memastikan.

"Nggak kenapa."

"Jatah uang saku lo kepotong ya?" tebak Bara.

"Nggak."

"Lo lagi PMS ya?" tebak Adit asal.

"Ihh, nggak kakak!" protes Tasya.

"Udah ah, aku mau duduk. Minggir-minggir!" ketus Tasya jengkel.

Adit langsung terbangkit dari tempat duduknya, begitupun diikuti oleh kedua teman lainnya. Mereka bingung, entah kenapa Tasya menjadi berubah seperti ini. Yang dulu selalu menyapa dengan senyum manisnya, kini malah jutek luar biasa.

===***===

Jam pertama berlangsung. Tasya masih fokus mengerjakan soal-soal Kimia yang diberikan oleh Pak Sentoso yang tadi izin tidak mengajar karena ada urusan ke luar kota. Di sisi lain Reza tampak berfikir, rasanya ada yang kurang pada hari ini, tapi entah apa itu.

Oh iya benar! Suara dari naungan si burung beo yang berkicau tidak jelas kini tidak menunjukan pesonanya. Reza melirik Tasya sebentar. Tampaknya Tasya tidak mengajaknya berbicara sama sekali, bahkan untuk melirikinya saja juga tidak. Perempuan itu tetap fokus pada soal-soalnya.

Sikap Tasya yang pendiam membuat Reza terheran-heran. Terlintas di benak Reza. "Apa dia marah sama gua soal yang kemarin?"

Beberapa kali Reza mencuri pandang kepada Tasya, tampaknya perempuan itu tetap fokus pada soal-soalnya. Hal itu tentu membuat Reza sangat penasaran. Reza merasa semakin aneh dengan diri Tasya hari ini. Tampaknya Tasya menganggap dirinya tidak memiliki teman sebangku.

Karena merasa penasaran dengan perubahan sikap Tasya, Reza pun memberanikan diri untuk membuka pembicaraan. "Lo kenapa?"

"Hmm?" jawab Tasya, tampaknya perlu pengulangan lagi.

"Lo kenapa?"

"Maksudnya?"

"Lo lagi sakit?"

"Nggak."

"Trus, kenapa lo diem aja?"

"Nggak kenapa-kenapa."

Reza terdiam sejenak tampak berfikir. "Lo marah sama gue soal yang kemarin?"

"Nggak tuh."

Tasya berhasil membuat Reza terdiam. Reza pun semakin tidak mengerti dengan sikap Tasya hari ini. Reza melirik wajah Tasya sesaat, dan ia melihat wajahnya tampak jutek dan tidak mau bersahabat. Entah gerangan apa yang merasuki perempuan ini. Mungkin setan lagi prustasi karena putus cinta. Tapi, entah lah Reza juga tidak tau.

Tak berselang lama bel istirahat pertama akhirnya berbunyi, Tasya memasukan alat tulis dan juga buku-bukunya ke dalam tas. Tasya keluar dari kelas dan melewati Reza begitu saja.

Reza memandang Tasya yang melawatinya begitu saja. "Mungkin otaknya udah nggak konslet lagi," pikir Reza.

===***====

Tasya berlari sangat kencang menuju dua sahabatnya Nella dan juga Santi. Biasanya mereka di jam istirahat pertama ini akan menuju kantin. Dengan sigap Tasya langsung meluncur menuju kantin.

Tasya langsung mengkap dua sahabatnya itu di meja yang biasa mereka duduki bertiga. "Nella… Santi…" teriak Tasya dari kejauhan.

Santi sentak saja langsung menelan bakso yang besar tanpa mengunyahnya. "Eheeekkkk…Eheeekkkk…" Tasya tersedak karena keterkejutannya.

Nella dan Santi tentu saja langsung terkejut bukan main karena melihat Tasya sudah langsung terbit dan duduk di hadapan mereka.

"Gila lo Tas!! Lo mau bunuh gua?!!" sarkas Santi.

"Tau, nih anak, main nongol aja kayak setan," ketus Nella.

"Hehehe, maafin aku ya." ucap Tasya tanpa dosa.

Nella memutar bola matanya malas. "Hmm, ya udah."

Santi memperhatikan wajah Tasya yang tampak terus mengulam senyuman di bibirnya. "Kenapa lo Tas? Kayak dapet doorpraze gado-gado aja."

"Nggak juga sih, Aku cuma seneng aja, karena pas aku nyuekin Kak Reza. Kak Reza malah banyak ngomong sama aku," ungkap Tasya.

"Nah, apa gue bilang! Berhasilkan," ucap Nella berbangga diri.

"Tapi, aku nggak bisa terus cuekin Kak Reza, kasihan Kak Rezanya terus aku cuekin.

"Nggak apa-apa Tas, lanjutin aja!" ucap Santi memberikan semangat.

"Kalo kak Reza marah gimana dong?"

Nella berdecak pelan, "Nggak bakalan Tas, percaya deh sama kita." Nella mencoba meyakinkan Tasya.

"Tapi…"

"Udah… nggak usah ngeles Tasya." ucap Nella.

"Bener tuh… jangan kebanyakan ngelas. Ehh… ngeles maksudnya," tambah Santi agak terpeleset mulutnya.

"Hmm," lirih Tasya tampak sedikit cemas.

"Jadi gimana nih? Mau lanjut apa nggak?" tanya Nella.

Tasya tampak sedikit membuang nafasnya, lalu mencoba menguatkan iman dan juga batinnya. "Ya udah deh, aku bakalan dengerin saran kalian."

"Nah… gitu dong!" ucap Nella dan Santi berbarengan.

===***===

Sepulang sekolah, Reza merapikan alat tulis, buku tulis, dan buku paketnya. Ia sejenak menatap Tasya yang juga sedang merapikan buku-buku paket yang begitu banyak. Tampaknya ia sangat serius untuk mempersiapkan ujian nanti.

Tasya terlebih dahulu merapikan alat-alat bawaanya dan meninggalkan Reza begitu saja. Hampir sama seperti kejadian tadi saat jam istirahat pertama. Tapi, Reza mencoba untuk tidak peduli dan cuek-cuek saja kepada Tasya. Mungkin besok perempuan itu akan kembali lagi ke wujud semulanya. Tapi, entahlah Reza juga tidak mau ambil pusing untuk memikirkannya.

Reza sudah sampai di parkiran setelah beberapa lama menunggu parkiran sepi. Ia dengan sigap menghidupkan motor sport merahnya, lalu mengendarainya untuk segara pulang ke rumah.

Di perjalanan Reza tidak berkendara dengan lihai lagi, karena jalanan licin akibat hujan tadi. Ia pun mengendarai motornya dengan santai.

===***===

Tasya masih duduk di halte bus, menunggu bus yang lewat untuk disewa pulang ke rumahnya. Ia sesekali melihat jam. Jam sudah menunjukan pukul 02.30 sudah setengah jam Tasya menunggu dari pulang sekolah tadi. Tasya hendak berjalan saja menuju rumahnya.

Baru saja ia akan mengambil ancang-ancang untuk berjalan, tiba-tiba hujan mengguyur deras, membuat dirinya mengurungkan niat untuk melanjutkan.

"Aduh kok hujan sih!" jengkel Tasya.

Tak berselang lama, motor sport berwarna hitam terparkir tak jauh dari halte bus yang di tempati Tasya. Ada seseorang yang memakai jaket jin hitam yang mendekat ke arah halte bus. Tasya pun tampak mengenali seseorang itu. dan ternyata orang itu…

"Kak Marsel!"

"Tasya!" kejut Marsel, ia tidak percaya akan bertemu Tasya di sini. "Kamu kok di sini?" lanjutnya.

"Aku lagi nunggin bus kak. Tapi busnya nggak dateng-dateng."

"Ohh… kalo gitu, nanti pulang sama gue aja ya?"

"Nggak ah kak, takut ngerepotin."

Marsel berdecak pelan. "Nggak apa-apa, santai aja sama gue."

Tasya tampak berfikir, namun, jika difikir-fikir lagi, ada bagusnya jika Tasya ikut saja dengan Marsel, toh juga Marsel yang memintanya. "Iya deh kak, aku mau. Maaf banget aku jadi nebeng sama kakak."

Marsel tersenyum ke arah Tasya. "Santai… demi kamu apa sih yang nggak," goda Marsel.

Tasya pun tampak biasa saja diberikan kata-kata manis kepada Marsel dan membalasnya dengan senyuman seadanya.

"Makasih kak."

Setelah beberapa lama menunggu hujan reda, akhirnya air yang jatuh dari langit berhenti menetes. Tasya pun tampak senang, karena hujan tidak berselang terlalu lama.

Marsel pun mengajak Tasya untuk segara pulang, takut hujan susulan bisa saja kembali lagi, karena mendung masih menyelimuti.

"Ayo pulang," ajak Marsel.

Tasya pun menganggukkan kepalanya dan mengikuti Marsel yang beranjak menuju kendaraannya dan akhirnya mereka beransur pergi.

Diperjalanan Tasya tampak tenang, berbeda dengan Marsel yang selalu bertanya-tanya dan mencoba mencari perhatian, tak jauh beda dengan di halte bus tadi.

Marsel melihat wajah Tasya dari pantulan spion motornya. "Dia emang cantik," gumam Marsel.

===***===

Setelah beberapa lama, Marsel sudah berada tepat di depan rumah Tasya. Tasya pun turun, lalu merapikan rambutnya yang agak berantakan setelah melepaskan helmnya.

Marsel melihat Tasya lekat dikala itu, ia tampak terpesona dengan kecantikan Tasya. "Gue nggak salah suka sama lo Tas," batin Reza.

Di sisi lain, Tasya melihat Marsel terus saja memandanginya, Tasya pun bingung harus bagaimana, pasalnya, Marsel tampak tidak berkedip sama sekali dan terus saja menatapinya. Tasya mencoba memanggil Marsel. "Kak Marsel?" panggil Tasya.

Marsel tidak mendengar dan terus saja menatapi Tasya.

"Kak Marsel?" panggil Tasya kembali.

Dan Marsel pun masih tetap pada pendiriannya.

Tasya mencoba menyadarkan Marsel dengan mengayunkan tangnya ke arah muka Marsel. "Kak Marsel! Kak Marsel!! KAK MARSEL??!!!"

Marsel terlonjak kaget dan agak sedikit canggung dengan Tasya. "Ohh… iya kenapa?"

Tasya membuang nafanya pelan. "Makasih ya kak udah mau nganterin."

"Santai aja sama gue. Besok gue jemput ya?" tawar Marsel

"Ehhh… nggak usah kak aku bisa naik bus kok besok."

"Pokoknya gue jemput besok."

"Nggak usah kak."

"Gue jemput besok," Marsel kembali memakai helm full face-nya.

"Tapi kak…"

"Pokoknya gue jemput," Marsel langsung menancap gasnya dan beranjak pergi.

Tasya pun berfikir sejenak dan membuang nafas kasar, ia pun kembali terputar di saat Reza pernah mengantarnya pulang. Ya, walau tidak diantar secara iklash olehnya. "Andai Kak Reza bisa perhartian kayak gitu ya."

Tasya kembali menyadarkan dirinya. "Kayaknya nggak mungkin banget deh," keluh Tasya, mulai menyadari kenyataan.

Terkadang cinta tidak bisa ditebak, walau awalnya benci bisa jadi cinta dan awalnya cinta bisa saja menjadi sakit hati.

(TBC)