Tasya turun dari motor sport berwarna hitam. Ya, motor itu adalah milik Marsel. Kebetulan Marsel menjanjikan untuk menjemput Tasya kemarin, walau sebenarnya Tasya juga tidak berminat untuk dijemput. Tapi jika sudah terlanjur mau bagaimana lagi, Tasya juga tidak enak menolak tawaran dari Marsel.
"Makasih ya kak, udah mau anterin aku," ucap Tasya setelah turun dari motor.
"Nggak masalah," Marsel membuka helm hitam full face-nya. "Besok gue jemput lagi ya?"
"Nggak usah kak. Kasihan kakak jadi repot," tolak Tasya halus.
"Yakin nggak mau gue jemput besok?" Marsel bertanya ingin memastikan.
"Yakin kak, seyakin-yakinnya." Tasya mencoba meyakinkan Marsel dengan senyuman manis yang terbit di bibirnya.
Marsel tidak bisa berucap, ia sangat menikmati senyuman itu. Hingga ia terlarut dalam hayalan. Marsel mencoba mengontrol dirinya. "Oke... besok hati-hati ya."
"Iya kakak."
"Tapi, pulang sekolah nanti gue anterin lo pulang."
"Tapi ka…"
"Nanggung… pokoknya nanti gue anter pulang."
Tasya mencoba untuk memaksakan senyuman terbit dari bibir manisnya. "Iya deh kak."
Marsel menganggukkan kepalanya untuk menjawab. Marsel tersenyum tipis. "Mau gue anterin ke kelas?"
"Nggak usah kak. Aku bisa kok sendiri," Tasya merapikan rambutnya yang agak tergerai. "Aku duluan ya kak mau ke kelas."
Marsel mengangguk. "Hati-hati."
Tasya membalas dengan anggukan lugunya. "Iya kakak," Tasya akhirnya pergi ke kelas.
Marsel menatap Tasya dari kejauhan, ia menatap punggung Tasya sangat lekat sampai tidak berkedip sedikit pun. Bagaikan orang dengan binar harapan yang pertama merasakan cinta.
"Gue akan perjuangin cinta gue ke lo Tasya."
===***===
Bel istirahat pertama sudah berbunyi. Tasya bergegas untuk menghampiri teman-temannya yang ada di kantin. Hampir sampai di lokasi, Tasya disambut dengan bisikan kedua sahabatnya yang aneh dari kejauhan. Entahlah, Tasya juga tidak mau ambil pusing memikirkan hal itu.
Dengan cepat Tasya menghampiri dua sahabatnya. Sebelum Tasya duduk teman-temannya menyambut dengan…
"Cie… yang udah punya gebetan baru! Cie!!" seru Nella dan Santi ketika melihat Tasya menghampiri mereka ke kantin sekolah.
"Ahh… siapa?" Tasya duduk dan tampak bingung dengan kedua sahabatnya. Entah siapa yang mereka maksudkan. Yang jelas Tasya tidak punya gebetan atau pun pacar.
"Heleh… pura-pura nggak tau lagi. Kak Reza mau di bawa kemana Tas?" Nella dengan senyuman recehnya.
"Aku masih nggak ngerti maksud kalian apa… coba ceritakan dengan detail."
"Yaelah… tadi lo berangkat bareng ke sekolah sama kak Marsel kan? Emangnya lo udah jadian?" tanya Santi.
Tasya terkoneksi. "Ehh… aku nggak ada apa-apa sama kak Marsel, cuma temen aja. Hati aku cuma buat kak Reza!! Titik, nggak isi koma dan nggak isi spasi!!" cela Tasya mencoba meyakinkan kedua sahabatnya.
"Yah… penonton kecewa!!" ucap Nella dan Santi berbarengan.
"Di mana ada penonton kecewa?" Tasya bertanya dengan lugunya.
"Yaelah… lama-lama gue sabunin juga mata lo di sini Tasya!!" Nella yang gemas sendiri dengan sikap Tasya yang tidak mengerti maksudnya.
"Jangan Nella… nanti mata aku rusak. Emangnya Nella mau ganti mata aku kalau rusak?"
Nella dan Santi menggelengkan kepala. Kagum dengan jawaban ajaib dari Tasya. "Ya udah, gue nyerah ngomong sama lo!"
"Ahh? Kan nggak ada lomba, ngapain isi acara nyerah-nyerahan Nel?"
"Ahh… udah lah Tasya!"
Tak berselang lama, Nella dan Santi melihat penampakan seorang pria yang mendekat ke arah mereka bertiga. Tasya tidak melihatnya, karena ia duduk berhadapan dengan dua sahabatnya. Tasya yang meresa bingung dengan dua sahabatnya yang mematung seolah-olah ada artis papan atas yang ingin menghampiri mereka.
"Kalian lihat apa?" tanya Tasya bingung sendiri.
"Aada… ada… kak Marsel di belakang lo." Jawab Santi dan Nella berbarengan dengan gagap.
Sentak Tasya langsung menoleh, dan benar saja Marsel sudah ada di belakangnya. Tasya merasa biasa saja, seolah-olah bertemu dengan teman sekelasnya.
"Ehh… kak Marsel. Ada apa ya kak?"
"Gue cuma pengen mastiin keadaan lo baik-baik aja."
"Ohh… aku baik-baik aja kok kak. Jadi nggak ada yang perlu dikhawatirkan."
Marsel menganggukkan kepala untuk menjawab.
"Gue bawain lo sesuatu."
"Apa kak?"
Marsel memberikan bunga mawar merah untuk Tasya. Kedua temannya hanya bisa menjadi obat nyamuk dari pemandangan yang sangat romantis itu.
Tasya sebenernya sangat suka sekali dengan bunga mawar. Tapi entah kenapa rasanya aneh saja jika diberikan sekuncup bunga mawar tanpa alasan yang jelas.
"Buat apa ya kak? Maksudnya, atas dasar apa kakak ngasi bunga mawar ini ke aku?"
Marsel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gue pengen aja. Nih buat lo," Marsel memberikan bunga mawar merah itu kepada Tasya.
Tasya menganggukkan kepalanya lalu menjulurkan tangan untuk mengambil bunga mawar merah itu. "Makasih ya kak Marsel."
Marsel yang senang bunganya diterima langsung pergi berpamitan dengan Tasya. Tasya membalas pamitan dari Marsel. Dua sahabatnya terkagum dengan sahabatnya yang satu ini, karena berhasil memikat hati seorang Marsel sang most wanted juga dari sekolahnya.
"Tasya?" panggil Santi.
"Iya… kenapa Santi?" Tasya menaruh bunga mawar itu di atas meja.
"Lo nggak ngerasa ada yang aneh gitu?"
"Nggak ada. Emangnya kenapa?"
Santi menggeplak jidatnya sendiri. "Lo nggak sadar gitu, kayak ada binar-binar cinta dari kak Marsel?"
"Santi ngacok deh… mana ada binar-binar cinta."
Nella yang mendengar jawaban dari Tasya langsung geram sendiri dengan ketidakpekaan dari sahabatnya yang satu ini.
"Tasya cantik… lo nggak sadar ya kalau kak Marsel itu suka sama lo?" Nella langsung menanyakan to the point.
"Nggak tuh… kalau cowok suka sama cewek itu gimana sih?"
Nella mengelus dadanya mencoba untuk sabar. Tangannya sudah tidak kuat dan ingin meronta-ronta untuk membunuh orang sekarang. Tapi Nella mengurungkan niatnya. "Tadi kak Marsel itu ngasi elo bunga mawar Tasya! dari situ juga harusnya lo tau kalau… KAK MARSEL ITU SUKA SAMA LO!" terang Nella penuh penekanan di perkataan terakhirnya.
"Kalau aku nggak suka sama kak Marsel gimana?"
"Otak lo yang ke geser namanya, kalau nggak suka sama cowok seganteng kak Marsel!"
"Gantengan kak Reza!" elak Tasya cepat.
"Yaelah… emang ganteng. Tapi, kak Reza suka nggak sama lo?" tanya Santi dengan senyuman sinisnya.
Tasya langsung merenung menatapi kesedihannya. Entah kenapa ia merasa sesak ketika mendengar perkataan itu. Santi menjadi tidak enak karena bertanya seperti itu kepada Tasya.
"Maaf Tas, gue nggak bermaksud."
"Elo sih… ngomongnya ngacuh."
"Nggak papa kok," jawab Tasya lemah. "Aku bakalan perjuangin kak Reza!" dan kembali lagi mengepulkan semangatnya.
"Ett… inget misi satu bulannya ya!" cela Nella di tengah luapan semangat dari Tasya.
Semangat Tasya langsung sirna mendengarnya. Ia sampai lupa jika ada misi dengan penyalahan norma cinta yang menyiksa batinnya.
Menyebalkan!
Tasya membuang nafasnya hampa. "Iya aku inget kok."
===***===
Bel pulang sekolah akhirnya menunjukan pesonanya, siswa-siswi berhamburan keluar kelas untuk menuju parkir. Berbeda dengan Reza dann tiga sahabat absurdnya, mereka memilih untuk ke kantin sambil menunggu parkiran sepi.
Sudah lama mereka tidak menikmati makanan kantin dengan suasana yang tenang seperti ini. Mereka berempat duduk di bangku yang di rasa nyaman untuk di duduki.
"Ehh… anak Dajjal pesenin soto sana!" pintah Bara seenak jidat.
"Gue anak Tuhan, bukan Dajjal! Dasar empedu goreng!" ledek Adit tak mau kalah.
"Ehh… lo bukannya tercipta dari telur kecoak ya?!" tanya Bara tidak mau kalah.
"Diem lo… anak pungut!!"
"Apa lo bilang Nyet?!!"
Reza tampak tenang dan hanya geleng-geleng kecil melihat kelakuan dua insan yang kurang waras itu.
Galang yang mulai risih dengan mulainya perang mulut antar temannya akan segera mencapai puncak. Galang akhirnya angkat bicara. "Udah… cepetan beliin soto sana!"
"Oke… khusus nih gorilla nggak gue beliin!"
"Terserah!" jawab Bara mulai bosan.
"Gue nggak isi kecap!" pintah Reza sebelum Adit benar-benar memesan pesanannya.
"Siap bos!"
Adit menuju stand kantin yang tidak jauh dari mereka duduk tadi. "Bik Moli cantik! Pesen 4 porsi soto ya! Yang satunya jangan diisi kecap!" Adit yang sedang memesan soto di kantin sekolahnya.
"Tunggu sebentar ya sayang!" Suat Bik Moli dengan suara yang dicentil-centilkan.
"Siap sayang, aku tunggu di hati ku ya!"
Adit memang sudah biasa menghadapi janda seperti Bik Moli. Jadi mereka berdua hanya bercanda saja dan Adit yang kurang waras tentunya sangat niat untuk meladeni Bik Moli.
Tapi temannya yang menyimak ucapan yang murahan itu langsung terjijik geli mendengar perkataan dari Adit yang bisa-bisanya menggoda seorang janda.
Dasar gila!
Tidak perlu menunggu lama akhirnya soto yang mereka pesan sudah berada di meja. Mareka mengambil satu-bersatu. Untungnya Adit hanya bercanda untuk tidak membelikan Bara soto. Aman sudah, pertengkaran antar mulut Bara dan juga Adit tidak akan terjadi lagi kali ini.
Sambil memakan soto pesanan mereka. Adit mebawakan sebuah cerita tentang gosip di sekolahnya. Tidak usah ditanya lagi Adit memang gudangnya informasi terkini.
"Ohh… iya! Gue ada berita baru yang harus kalian tau!" seru Adit di tengah acara makan-makan mereka.
"Kalian penasaran nggak?"
"Nggak!" jawab Reza, Bara, dan juga Galang bersamaan.
Adit berdecak kesal. "Ini soal Tasya lho!"
Bara dan Galang langsung mendengarkan dengan antusias, berbeda dengan Reza yang hanya fokus pada makanannya, walau pun sebenarnya Reza juga tertarik dengan pembahasan dari Adit. Reza berpura-pura tidak mendengarkan dan terus saja melahap soto tanpa kecapnya.
"Emangnya kenapa sih dedek Tasya?" tanya Bara mulai penasaran.
"Tadi gue denger-denger dari penggemar tahu bulatnya Bik Moli, bahwa Marsel itu suka sama Tasya. Tadi aja Marsel beliin Tasya bunga dan langsung ngasi ke Tasya!" terang Adit panjang lebar.
"Rez…Rez!! Lo dengerkan tadi?" tanya Galang
"Nggak."
"Lah… kenapa lo nyaut kalau nggak denger?"
"Terserah!"
"Ehh… Rez. Lo harus gerak sekarang! Jangan kayak cewek yang lagi PMS gini dong. Lo emangnya mau pacar lo direbut sama Marsel?!" terang Bara mengompori.
"Sejak kapan gue punya pacar?"
"Emangnya Tasya bukan pacar lo?"
"Kata siapa?"
"Kata gue lah!" jawab Bara dengan bangga.
Reza menggelengkan kepalanya malas, ia mulai kembali melahap sotonya dengan santai.
"Yakin lo nggak mau sama Tasya?" tanya Adit ingin memancing Reza.
Reza menaruh sendok dan garpunya di mangkok lalu menatap Adit dengan tajam. "Gue nggak suka sama Tasya," ucap Reza mencoba meyakinkan ketiga temannya. "Jadi, seberapa pun lo laporin masalah Tasya ke gue dan apa pun yang terjadi sama Tasya, gue nggak mau tau atau peduli sedikit pun!" lanjutnya penuh penekanan.
Galang, Bara, dan juga Adit terdiam mendengar penjelasan dari Reza yang begitu panjang lebar menjelaskan, tak seperti biasanya. Mereka tersenyum mendengar perkataan Reza yang sudah lumayan ada kemajuan.
"Nggak mau tau atau peduli katanya, tapi kok jelasinya panjang lebar?" goda Galang.
"Berisik!"
"Berisik-berisik gini lo juga dengerin dari tadi gue ngomongin Tasya," sindir Adit.
"Nggak!"
"Jangan bohong lo Rez. Gue tau lo itu dengerin gue dari tadi."
"Orang bohong nggak masuk surga lho Rez!" celetuk Bara.
"Kalau orang bohong itu ya gini. Salting!" sindir Galang.
Reza berdecak kesal. "Terserah!"
Adit, Bara, dan juga Galang tersenyum puas mendengar jawaban dari Reza yang seperti kehilagan arah untuk menjawab.
===***===
Reza kembali ke kelasnya, ia lupa membawa tasnya. Tiga sahabatnya sudah mendahului pulang. Reza juga sudah malas mendengarkan ochena temannya yang sadari tadi membicarakan Tasya, Tasya, dan Tasya. Sungguh telinga Reza sampai overdosis mendengarnya.
Reza sudah berada di bangkunya, lalu mengambil tas. Reza sedikit melirik ke arah kolong bangku Tasya. Ia melihat sekuncup bunga mawar di dalamnya. Reza kembali mengingat perkataan dari Adit yang membicarakan…
"Tadi gue denger-denger dari penggemar tahu bulatnya Bik Moli, bahwa Marsel itu suka sama Tasya. Tadi aja Marsel beliin Tasya bunga dan langsung ngasi ke Tasya!"
"Ini bunga yang dibeliin Marsel?" Reza mengambil bunga itu dari kolong bangku Tasya.
Reza mengamati dengan lekat, sambil membalik-balikan bunga mawar itu. Reza berdecak sinis. "Gue bisa beliin yang lebih bagus dari ini," tanpa sadar Reza menyebutkan hal itu, entah kenapa ia reflek untuk mengucapkan kata-kata itu.
Reza menaruh kembali bunga mawar itu di kolong meja. Baru saja ia menaruhnya ada secarik kerta berwarna merah yang jatuh dari bunga itu. Reza yang penasaran apa isi surat itu hendak mengambilnya, tapi entah kenapa Reza merasa tidak enak membukanya. Ya, karena itu bukan haknya juga.
Reza mulai berfikir keras. Jika ia tidak membukanya pasti rasa penasaran akan menghantuinya seumur hidup. Tapi jika ia membukanya takut tidak sopan.
Tanpa berfikir panjang lagi Reza akhirnya membuka secarik kertas merah itu. Dan isinya adalah…
===***===
Reza kini berada di kamarnya, ia terus saja menatapi langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Reza tidak bisa tenang sekarang, entahlah, surat yang tadi ia baca seolah-olah membuat dirinya merasa tidak terima. Ingin sekali ia merobek omong kosong yang tercatat di kertas merah itu. Tapi ia tidak punya hak akan hal itu.
Reza mengusap wajahnya kasar. "Dasar nggak guna!"
Reza terbangkit dari tempat tidurnya, ia mengambil sebuah gitar. Reza memang anak yang pendiam dan tidak banyak berbicara, tapi ini lah titik lemahnya. Ketika Reza merasa sedih atau gelisah, pasti ia akan menyimpannya sampai benar-benar terlarut dalam pikirannya.
Begitulah Reza sekarang, yang terus memikirkan secarik kertas merah yang tertulis di dalamnya. Ia marasa tidak enak dan tidak tenang. Harusnya ia bahagia dengan ungkapan dari surat itu, karena hari-harinya akan tenang dan tidak akan terganggu lagi. Ya, surat dari Marsel tadi sudah mengungkapkan kenapa Tasya cuek dengannya beberapa hari ini. Akhirnya Marsel tau apa alasannya Tasya cuek kepadanya
Reza memetik gitarnya, ia membawakan melodi yang sangat merdu. Beginilah caranya untuk melupakan hal-hal yang membuatnya janggal. Dengan memainkan gitar yang menghasilkan lantunan melodi. Sungguh bagus bukan, untuk menghilankan kekesalan.
(TBC)