Waktu terus berjalan tanpa memandang rasa sakit dan juga derita dari Tasya. Sudah satu minggu ia bersandiwara layaknya artis sinetron dengan segala aktingnya. Rasanya sikap cuek kepada Reza yang ia buat selama satu minggu belakangan ini merasuk sampai ke akal sehatnya dan mengubah dirinya menjadi anak yang agak kurang periang. Bisa dibilang Tasya sangat tertekan dengan misi yang di jalaninya.
Entah kenapa Reza sangat kokoh pada pendiriannya dan tak bergeming sedikit pun jika Tasya cuek padanya. Bukannya Reza yang menderita tapi malah sebaliknya, Tasya yang menderita.
Saran yang diberikan oleh Nella dan Santi sungguh sudah membuatnya merasa menjadi orang yang paling cuek sedunia. Tasya selalu berharap jika Reza menghampirinya dan bertanya 'Kenapa lo cuek? Gue ada salah? Kalo gue salah gue minta maaf' ingin sekali Tasya mendengar perkataan itu dari bibir Reza secara langsung. Ya, nyatanya itu tak akan pernah terjadi, sampai penantian panjang yang berujung penyesalan.
===***===
Suasana diantara Tasya dan juga Reza tampak hening. Tidak ada suara yang memecah keheningan diantara meraka. Reza duduk dengan santai sambil membaca bukunya. Entah kenapa Reza mendadak suka membaca buku, Tasya dibuat bingung dengan tingkah aneh dari Reza, untuk seumur hidupnya ia tidak pernah melihat Reza membaca buku seperti itu. Entah apa yang merasukinya.
Reza memundurkan bangkunya mencoba memberikan ruang untuk mengambil sesuatu. Reza tampak mengambil sesuatu di dalam tasnya. Ia mengeluarkan benda pipih dan lumayan panjang dan menyodorkannya ke Tasya. Itu coklat Silver Queen ukuran sedang, dengan berat kira-kira 100 gram.
"Kenapa kak?" tanya Tasya menahan kegugupannya.
"Coklat," jawab Reza masih dengan wajah tenangnya.
"Buat siapa?"
"Buat lo."
"Kenapa buat aku kak?"
Reza terdiam, mencoba mencari jawaban yang pas untuk pertanyaan dari Tasya. "Karena…" Reza menggantung perkataannya.
Tasya berusaha mengontrol jantungnya yang sadari tadi berdetak dua kali lebih cepat. Ia tidak percaya bahwa Reza akan memberikan coklat kepadanya. Apakah ini mimpi Tasya? Tasya menunggu jawaban dari Reza yang menggantung.
"Karena gue pengen aja kasi ke elo," jawab Reza dengan santai. "Lo mau nggak?"
Tasya merasakan jantungnya ingin copot dari tempatnya, ia tidak percaya bahwa Reza benar-benar memberikan coklat itu padanya. Tasya masih tidak percaya ini kenyataan, ia menepuk-nepuk pipinya beberapa kali.
Reza yang sadar akan hal itu langsung tersenyum tipis. Ia terhibur dengan tingkah lucu dari Tasya.
Tasya menggelangkan kepalanya mencoba untuk kembali ke realita. Ia lupa bahwa harus melaksanakan misi yang sungguh menyiksa batinnya. Saat ini, Tasya sangat ingin berteriak dan menerima tawaran dari Reza. YA AKU MAU KAKAK, AKU MAU BANGET!!
Namun, itu tidak akan terjadi, karena ia harus mematuhi misi sialan dari dua sahabatnya itu. Tasya harus tetap mematuhi aturan yang dibuat oleh kedua sahabatnya untuk berpura-pura cuek kepada Reza.
Ini baru satu minggu ia menajalankan misinya, belum genap satu bulan. Tasya mencoba menahan diri agar tidak menerima coklat itu dari Reza.
Tasya menenangkan dirinya, ia mencoba bersikap biasa saja dan tidak berkesan apa-apa ketika diberikan coklat oleh Reza. "Aku nggak mau," tolak Tasya dengan percaya dirinya.
"Kenapa?"
"Aku udah banyak dikasi coklat sama kak Marsel," jawab Tasya berbohong.
"Marsel?"
"Iya kak Marsel, kemarin aku kencan sama kak Marsel. Dia ngasi bunga mawar lagi! Sama aku. Kak Marsel kan suka sama aku. Jadi, aku nggak akan menyia-nyiakan perasaan orang yang bener-bener tulus ke aku!" sindir Tasya tajam.
Tasya menatap Reza yang tidak bergeming sedikit pun, ia tetap tampak tenang dan biasa saja di matanya.
Di sisi lain, Reza menggertakan giginya, tidak terima. Ia sangat tidak terima dengan jawaban yang di lontarkan oleh Tasya. Walau Tasya tidak menyadari hal itu.
"Ternyata bener, dia udah pacaran," batin Reza.
"Oh… gitu. Ya udah," Reza berdiri dengan santai, tanpa banyak bicara Reza langsung berjalan menuju ambang pintu kelas. Reza dengan cepat membuang coklat itu ke tempat sampah yang ada di samping pintu.
Tasya memblalakan matanya, hatinya terasa perih ketika melihat coklat itu di buang begitu saja ke tong sampah. Tasya menatap punggung Reza yang mulai menjauh darinya dengan perasaan tidak enak. Tasya melihat Reza menggerakan knop pintu. Dan akhirnya Reza keluar kelas.
Ya, sekarang guru tidak mengajar karena ada rapat. Seluruh siswa pun di bolehkan nongkrong di mana saja asalkan jangan berkeliaran ke mana-mana.
Back to Tasya.
Tasya mulai panik dan takut Reza marah besar padanya. tentu saja Tasya tidak akan pernah menginginkan hal itu terjadi.
Tasya tidak bisa terus seperti ini, ia harus melakukan sesuatu. Ya, jujur adalah salah satu pilihan untuk memperbaiki semuanya. Tasya juga sudah tidak kuat untuk bersikap dingin seperi ini. Sungguh menyiksa batinnya!
Tasya yang merasa tidak enak hendak menyusul Reza. Setelah berada di luar, Tasya tampak mencari keberadaan Reza yang entah kemana perginya, langkah Reza yang begitu cepat membuatnya kehilangan jejak.
Tasya mencoba memperkirakan atau menebak keberadaan Reza sekarang. Tasya teringan akan suatu tempat. "Rooftop!" dengan cepat Tasya langsung berlari menyusuri koridor sekolah untuk menuju rooftop.
===***===
"Gue tau lo bakalan ke sini," Reza yang sadar akan kehadiran Tasya langsung menyapa dengan santainya.
Tasya terdiam, ia mulai mendekat ke arah Reza yang duduk tidak jauh dari ambang pintu rooftop. "Maafin aku kak," lirih Tasya. "Jangan marah sama aku ya kak."
Reza mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan Tasya yang tiba-tiba meminta maaf kepadanya. Padahal baru saja Tasya berbicara acuh tak acuh kepada Reza. Tapi, entah kenapa sekarang Tasya memasang wajah bersalah seperti ini? Entahlah, Reza mencoba menyimak apa kata-kata selanjutnya yang akan dilontarkan oleh Tasya.
Tasya mulai sedikit canggung dan enggan untuk berkata jujur. Tasya menghirup nafas, mencoba meyakinkan dirinya untuk berkata jujur dan tidak berpura-pura lagi. "Aku nggak bisa bohong lagi sama kak Reza."
Reza mengerutkan keningnya kembali, ia masih tidak mengerti maksud dari Tasya yang berkata seperti itu padanya.
"Sebernarnya aku nggak marah sama kak Reza. Dan aku nggak pernah bisa marah sama kak Reza. Selama satu minggu ini aku cuma pura-pura aja buat cuek dan nggak peduli sama kak Reza." Tasya menundukan kepalanya merasa bersalah.
Reza terdiam dan berfikir keras. "Bukannya, gara-gara surat itu dia jadi gini sama gue?" Batin Reza, bertanya pada dirinya sendiri. Reza kembali menyadarkan diri mencoba mengetahui kebenaran dari semuanya. "Maksud lo?"
"Jadi, aku selama satu minggu ini sebenarnya diruh sama Nella dan Santi untuk nyuekin kak Reza dan jauhin kak Reza. Aku harus pura-pura nggak peduli dan nganggap kak Reza itu nggak ada. Kata mereka kalau aku kayak gini kakak bakalan ngejar-ngejar aku dan bisa tertarik sama aku. Tasya menundukan kepalanya kembali. "Tapi, nyatanya semuanya nggak sesuai ekspektasi. Dan kak Reza malah bersikap biasa-biasa aja ketika aku berbalik cuek sama kakak."
Tasya mengangkat kepalanya kembali, memberanikan diri untuk menatap Reza. "Kak Reza pasti marah ya, sama aku?" lirih Tasya.
Reza dibuat mematung dan takjub dengan kejujuran gadis yang ada di hadapannya. Bagaimana bisa ada gadis sejujur dan selugu seperti Tasya ini? Luar biasa!
Reza menyadarkan dirinya kembali. Mencoba menanyakan sesuatu yang mengganjal sejak kemarin. "Trus… surat yang kemarin?"
Tasya mengernyitkan keningnya, gagal paham maksud Reza yang di luar dari pembahasannya sadari tadi. "Surat apa kak?"
"Yang dikasi Marsel."
Tasya mencoba mengingat-ngingat kapan ia menerina surat dari Marsel. Tasya merasa tidak pernah menerima surat dari Marsel. "Kapan kak? Aku nggak tau."
Reza tersenyum tipis, sangat tipis, sampai Tasya tidak menyadari bahwa itu adalah senyuman. "Berarti dia belum baca," Batin Reza.
"Kak Reza?" panggil Tasya, mencoba menyadarkan Reza.
"Hmm?"
"Surat apa?"
Reza menggidikan bahunya acuh tak acuh. "Lupakan."
Tasya tidak mengungkit soal itu lagi, ia mencoba meminta permohonan maaf kepada Reza. Karena sadari tadi Reza terus saja dingin kepadanya. Tasya menatap Reza yang masih terlihat sangat dingin. "Kak Reza jangan marah ya sama aku. Aku cuma jalanin saran dari sahabat aku."
"Hmm."
"Kakak maafin aku kan?" tanya Tasya mencoba meyakinkan bahwa Reza benar-benar sudah memaafkannya.
Reza tersenyum hangat ke arah Tasya. "Iya."
Tasya merasa bahagia karena sudah dimaafkan oleh Reza. Untuk pertama kali ia merasa lega untuk seminggu terakhir ini. Ia juga tau bahwa Reza memang tulus memaafkannya, bisa dilihat dari jawaban yang diiringi senyuman hangat dari Reza.
Reza berdiri secara tiba-tiba. Ia merogoh kantong celananya.
Tasya yang bingung hendak bertanya. "Kenapa kak?" Tasya melihat Reza mengambil coklat Silver Queen dengan ukuran mini dari saku celanya. Dan Tasya hanya memperhatikan saja.
"Masih mau coklat?" tanya Reza.
Bibir Tasya secara spontan mengembangkan senyuman, tanpa ragu Tasya menganggukan kepalanya, bak anak kecil yang ingin dibelikan mainan oleh ayahnya. "Mau kak!"
===***===
Tasya tidak berhenti senyum-senyum sendiri sambil mengekori Reza yang turun dari tangga rooftop. Tasya membayangkan kejadian tadi di rooftop, begitu romantis dan tidak terduga baginya. Apalagi Reza memberikan coklat. Ah, itu hal terindah dalam hidupnya.
"Kak Reza," panggil Tasya yang terus mengkori Reza.
"Hmm," jawab Reza, sambil berjalan santai menuruni anak tangga.
"Aku boleh nanya nggak?"
"Apa?"
"Kak Reza sudah suka sama aku?"
"Nggak," jawab Reza, singkat, padat, dan jelas.
"Kok nggak? Terus tadi kenapa kakak ngasi aku coklat? Kenapa sampai seniat itu beliin aku? Apa kakak takut aku marah sama kakak?" Tasya dengan pertanyaan berantainya.
Reza menghentikan langkahnya, lalu menengok ke arah belakang dengan datar. "Yang mana gue jawab duluan?"
Tasya menganggukan kepalanya. "Kakak kenapa ngasi aku coklat?"
"Nggak tau."
"Kok nggak tau? Kan kakak yang ngasi aku coklat."
"Iya."
"Itu tandanya kak Reza udah mulai suka dong, sama aku. Benarkan?"
"Terserah," jawab Reza acuh tak acuh, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuruni anak tangga. Tasya pun juga ikut melanjutkan langkahnya.
"Kak Reza," panggil Tasya lagi.
"Hmm?"
"Boleh tanya lagi?"
"Terserah."
"Kak Reza suka nggak sama aku?" lagi-lagi pertanyaan ajaib dari bibir Tasya pun kembali terdengar.
"Nggak."
"Kok nggak suka? Padahal aku itu cantik, pinter, rajin menabung lagi. walau agak manja dikit sih."
"Ohh," jawab Reza sekenanya.
"Jadi gimana?"
"Apa?"
"Udah suka sama aku?"
"Nggak juga sih."
Tasya menghela nafas, pasrah dengan jawaban dari Rezsa yang selalu singkat dan sekenanya dalam menjawab. Tasya mengelus-elus dadanya, mencoba untuk sabar.
"Aku boleh nanya lagi nggak?"
Reza yang berjalan dengan santai, sekarang mulai terusik dengan kicauan Tasya yang tidak ada hentinya untuk bertanya. Rasanya gendang telinganya mulai terasa panas sekarang. "Lo bisa diem nggak?!"
"Bisa kalau kak Reza suka sama aku."
"Oke!" jawab Reza singkat, ia mengambil earphone dari sakunya lalu menghidupkan musuk sekaras-kerasnya. Agar ia tidak mendengarkan kicauan dari Tasya yang tidak jelas seperti sekarang.
Di sisi lain Tasya tetap bertanya. Tanpa dipedulikan oleh Reza tentunya.
"Jadi kak Reza udah suka sama aku?" tanya Tasya setelah sampai ke pengujung tangga yang menuju koridor.
"Kak Reza?!" Tasya mencoba memanggil Reza yang tidak menyautinya.
"Kak Reza?!" panggil Tasya lagi
Reza yang dari tadi dipanggil oleh Tasya tidak mendengar, karena menggunakan earphone. Reza terus saja berjalan lumayan cepat meninggalkan Tasya.
"Kak Reza tunggu!"
===***===
Bel pulang sekolah sudah terdengar setengah jam yang lalu. Ia tadi di panggil oleh Ibu Dewi ke rungan karena ada urusan, makanya ia agak terlambat untuk pulang ke rumah sekarang.
Tasya cepat-cepat memasukan bukunya dan alat tulis lainnya ke tas yang berada di kolong bangku. Ia segera untuk pulang menuju rumah karena takut akan hujan jika sore harinya.
Tasya mengambil tasnya, lalu menyampirkan ke kedua bahunya. Tasya menyadari ada sesuatu yang jatuh dari kolong bangkunya. Ya, itu secarik kertas berwarna merah yang jatuh, kertas itu tergulung dengan rapi.
Tasya mengernyitkan dahinya. "Apa itu?"
Tanpa berbasa-basi Tasya langsung mengambil kertas yang tergulung itu. Ia juga tidak tau bahwa ada kertas merah di bangkunya, yang kini ia ketahui jatuh.
Tasya berfikir keras, jadi teringat tentang percakapannya di rooftop bersama Reza. "Rasanya kak Reza pernah ngomong surat deh tadi." Tasya mencoba mengingat kembali. "Oh iya!"
"Trus… surat yang kemarin?"
"Surat apa kak?"
"Yang dikasi Marsel."
"Kapan kak? Aku nggak tau."
"Kak Reza?" panggil Tasya, mencoba menyadarkan Reza.
"Hmm?"
"Surat apa?"
Reza menggidikan bahunya acuh tak acuh. "Lupakan."
Tasya sudah mengingat perkataan itu. "Mungkin ini yang dibilang sama kak Reza," tanpa ragu Tasya yang penasaran langsung membuka kertas itu dan isinya adalah…
To: Tasya Angela Neolita_
Hay… gue kasi bunga mawar buat lo, mudah-mudahan lo suka ya
Sebenarnya gue juga ragu buat nulis surat ini ke elo
Tapi jujur gue nggak bisa ngomongin ini secara langsung ke elo
Makanya gue buat surat ini buat lo Tasya
Gue tau lo suka sama Reza, tapi lo juga harus mikir
Orang yang lo sukai itu baik apa nggak buat lo
Emang gue nggak berhak buat ngelarang lo suka sama dia
Tapi entah kenapa hati gue nggak terima lo suka sama dia Tas
Memang terlalu cepat gue ungkapin ini
Tapi gue udah terlanjur suka sama lo
Oke… gue tau ini terlalu cepat
Tapi, gue yakin… berlahan, bisa jadi sesuatu buat lo
Sekali lagi, pilih orang yang benar-benar sayang sama lo
From: Marsel Anggara_
Tasya terbungkam, tak percaya apa barusan yang ia baca, sungguh ia tidak pernah membuat kakak kelasnya bisa membawa perasaan seperti ini kepadanya. Ia juga tidak pernah menggoda laki-laki yang ada di sekolah. Apa gerangan yang terjadi? Lebih tepatnya kenapa kakak kelasnya yang bernama Marsel ini suka padanya?
Tasya masih terngiang kata-kata terakhir dari surat itu. 'Sekali lagi, pilih orang yang benar-benar sayang sama lo'.
Tasya masih bingung harus berbuat apa, tapi yang pasti dia sudah menganggap Marsel sebagai teman saja, tidak lebih dan tidak kurang. Tapi, apa daya, ternyata Marsel menyimpan perasaan padanya.
Tasya kembali menggulung kertas itu. Ia mulai kehilangan akal. Bagaimana caranya berterus terang bahwa ia hanya menganggap Marsel sebagai teman saja? Tasya bingung harus berbuat apa sekarang.
"Maaf kak, hati aku udah baut kak Reza. Walau aku sakit hati untuk mencintainya. Tapi, aku tetap memperjuangkan cinta ini untuknya," ucap Tasya, di tengah kesunyian.
Mencintai seseorang yang tidak balas mencintai kita memang menyakitkan. Ibarat 'Teratai' yang hidup di hamparan 'Gurun'. Tak kan pernah bersemi.
(TBC)