Irene menjenguk Alfi yang berada di Rumah Sakit. Ia berlari dengan panik di koridor Rumah Sakit menuju Ruang ICU.
Irene memasuki ruangan itu dan mencari keberadaan Alfi. Matanya menangkap sosok yang ia cari sedang terbaring lemah di kasur Rumah Sakit, dengan tubuhnya terhubung dengan alat-alat medis di sana.
Irene membungkuk mengamati wajah itu. Matanya berkaca-kaca.
"Kak.... Bangun... Kakak... Hiks...." panggil Irene pelan pada Alfi. Air matanya terus mengalir tanpa henti.
#Flashback On
Irsyana memasuki Kamar Irene dan membawa sebuah nampan berisi makanan dan minuman.
"Ma, makan ya..." Irsyana meletakkan nampan itu di atas nakas, Ia lalu duduk di tepi tempat tidur.
Irene membuka matanya yang sembab. Ia duduk bersandar pada penyanggah tempat tidur.
"Udah ma.. jangan nangis lagi... Mama harus makan" Bujuk Irsyana.
"Gak Sya... mama gak bisa makan... Mama gak tenang." Irene.
"Mama harus makan dong.. kalau mama gak makan, nanti mama sakit"
"Mama gak akan sakit Irsya"
"Enggak! Pokoknya mama harus makan!" tegas Irsyana.
"Iya ok mama makan..." Irsyana mengambil piring makanan itu dan memberikannya pada Irene.
Irene baru saja memasukkan sesuap nasi, namun handphonenya berdering.
"Siapa Ma?" tanya Irsyana sambil meletakkan kembali piring itu ke nampan.
"Unknown sya.. Bentar, Mama angkat dulu ya" Irsyana mengangguk. Irene mengangkat panggilan itu.
"Halo??"
'...'
"APA?!!! Ba-baik sa-saya akan segera ke sana" Irene langsung memutuskan sambungan. Air matanya kembali mengalir. Irsyana panik.
"Ma, ada apa ma?! Mama kenapa nangis lagi?" panik Irsyana dengan menggoyangkan tubuh Irene.
"Mama harus ke Rumah Sakit sekarang... Di-dia... Dia sakit... maaf, sya, mama harus tinggalin kamu sendiri." Irene langsung meninggalkan Irsyana tanpa menunggu jawaban Irsyana.
"Mama.... Kenapa mama seperti ini??" Lirih Irsyana.
#Flashback Off
Irene menghapus air matanya.
"Kak, bangun.... Kenapa kakak bisa sampai seperti ini? Hiks... Kak...." Irene mengusap wajah Alfi.
Jari-jari tangan Alfi bergerak perlahan. Irene langsung memencet tombol di sana untuk memanggil suster.
Suster memasuki ruangan.
"Ada apa mbak?" tanya suster itu ramah.
"Jarinya gerak sus..." ucap Irene dengan perasaan yang
sulit dimengerti.
Suster itu pun memeriksa kondisi Alfi.
"Mbak, sudah 3 hari pasien tak sadarkan diri. Maaf,
karena pihak Rumah Sakit baru bisa menghubungi
mbak... "
"Gak apa-apa sus... Lalu, bagaimana keadaannya
sekarang?"
"Sudah mulai membaik. In Syaa Allah dia akan segera
sadar"
"Baik, makasih sus"
"Sama-sama mbak... Saya permisi"
Aksa sedang mengurus beberapa berkas di ruangannya. Elina memasuki ruangannya.
"Sa..." panggil Elina sambil duduk di hadapan Aksa.
"Iya mbak?"
"Kata Mas Arzam, dia akan bantu selidiki kasus Revin terlebih dulu. Karena menurut dia, kalau kasus Revin gak segera diurus, Revin bisa-bisa meninggal Sa" ucap Elina. For Your Information, Arzam adalah suami Elina.
"Lalu, bagaimana dengan kasus penyelidikan pencurian data perusahaan dan manipulasi laporan kursus?"
"Kamu kan punya tim, suruh mereka usut kasus itu. Jadi, untuk kasus Revin, biar mas Arzam dan rekan yang urus. Jadi, semua kasus ini bisa selesai dalam waktu yang cepat."
"Bener sih... cuma kayaknya agak sulit kalau gak ada bantuan polisi mbak"
"Gak ada yang sulit sa... Kumpulin semua tim dan lalukan rapat. Ingat, jangan ditunda terus. Kasihan kak Ivi dan keluarganya. "
"Sebentar mbak..." Aksa membuka email yang baru saja ia terima.
"Siapa sa?"
"Mbak, Diah kirim Email ke aku kalau si Alfi ini lagi koma di Rumah Sakit"
"Ha?? Koma?? bagaimana bisa??" tanya Elina tak percaya.
"Aku juga kurang tahu... Diah dan yang lain akan usut kasus ini. Sepertinya ada yang bertindak terhadap Alfi."
Elina ikut melihat isi email itu.
"Itu Irene ya sa?" tanya Elina saat melihat ada Irene dalam foto itu.
"Iya mbak... Dia Irene... Si cover lugu dengan sejuta kelicikan"
"Yaudah, usut terus kasusnya... Mungkin untuk sementara waktu kita bisa tenang karena dia lagi koma, tapi untuk hari ke depan, gak akan bisa. Jadi, semua harus segera selesai"
"Iya mbak siap... Kencengin doa, eratkan usaha. Ok mbak??"
"Iya sa iya... Noh Kiana telepon" Ucap Elina saat melirik layar handphone Aksa yang menyala.
"Heheh.... Maklum bumil mbak" kekeh Aksa.
"Huuuh yaudah mbak ke luar ya... Ingat, jangan buat Kiana stress"
"Siap 86 mbakku"
"Halah lebay sa"
"Hahah canda mbak"
....
Elven menemui Ivi di kamarnya.
Tok Tok Tok....
"Mom, May I enter?" tanya Elven dari luar kamar masih dengan pintu tertutup.
"Yes, son... Masuk aja" Elven pun membuka pintu dan masuk. Ivi tengah membuka laptopnya.
"What are you doing Mom?"
"Mom lagi cek cctv kursus El... Semoga kita bisa nemuin bukti ya"
"Semoga mom..."
"Oh ya kamu ada apa ke sini?"
"Mom, aku dengar Alfi koma di Rumah Sakit. Aku khawatir kalau dia sadar nanti, dia bakal melakukan hal yang lebih berbahaya ke kita. Aku juga takut kalau dia bakal laporin aku ke polisi atas kasus penyiksaan"
"No El No... Itu gak akan mungkin. Kalau dia sampai melaporkan kamu ke polisi, Mommy gak akan pernah tinggal diam. Mommy akan menjadi tembok yang menghalangi kamu dari kejahatan dia. Kamu tenang ya.. Mommy akan slalu jagain kamu"
Elven memeluk Ivi.
"Makasih Mom .... Makasih.... You're the greatest one I've ever met"
"Thank You son" Ivi membalas pelukan Elven.
"Kamu gak rindu sama Revin nak?" Tanya Ivi. Elven melerai pelukan mereka.
"Of course I miss him mom"
"Let's call him" ucap Ivi antusias dengan senyum bahagia.
....
Felix mengadakan diskusi dengan Calvin di ruang kerja Felix.
"Kak, lo udah dengar kabar belum?" tanya Calvin.
"Kabar apaan?"
"Si Alfi koma hahah" Calvin tertawa puas.
"Ha?? Kok bisa?" Tanya Felix tak percaya.
"Bisalah... Orang jahat kayak dia tentu punya banyak musuh.. mampus" Calvin tersenyum puas.
"Lo tahu gak kira-kira siapa yang ngelakuin itu ke dia?"
"Bodo amat kak gue gak peduli. Yang penting dia celaka. Dan gue bahagia hahahah" tawa Calvin menggelegar pada seisi ruangan.
"Gue harus cari tahu... Karena takutnya ini cuma sandiwara si Alfi aja buat skenario pura-pura koma supaya para lawannya lengah dan dia bisa dengan mudah menghancurkan lawannya." Calvin yang tadinya tertawa pun mendadak diam. Ia berpikir sejenak.
"Bener juga lo kak... Wah bahaya ini... Gue harus cari tahu kebenarannya... Dia harus benar-benar dipantau di sana. Gue akan suruh orang buat awasi ruangan dia"
"Lo tahu di Rumah Sakit mana kan dia dirawat? Dan diruangan apa?"
"Tadi gue baca di koran sih di RS. Medika Pura di Ruang ICU."
"Segera kirim orang ke sana. Kita harus lebih waspadam As you know, dia itu licik"
"Ok kak siap gue bakal lebih berhati-hati."
"Dan gue akan mencari tahu asal-usul dia koma. Ini beneran atau rekayasa."
"Ok kalau gitu gue hubungan orang suruhan gue dulu"
"Ok gue juga.. Ingat vin, jangan gegabah!"
"Iya kak... Lo juga"