Geri menggeram kesal karena harus tersangkut dikota tua. Salahkan Gea yang menghentikan bis lebih dulu tanpa meminta kesepakatan Geri terlebih dahulu
Dan yang paling menjengkelkannya lagi adalah, sejak 30 menit yang lalu, yang Geri lakukan hanyalah memotret Gea sana-sini. dan tugas gadis itu hanya mengoreksi hasil jepretan Geri
"Pencahayaannya jelek Geri"
"Muka gue gelap"
"Mata gue merem itu Geri!"
"Kenapa cuma foto kaki doang?!"
"Fotonya miring itu Ger!"
"Ganti, gue keliatan gendut"
"Salah angle"
Dan masih banyak lagi protesan Gea, dan semuanya tidak ada yang bagus. Entah sudah berapa banyak foto yang sudah Geri ambil hanya dari satu tempat saja.
Gea mencak-mencak ditempatnya berdiri karena Geri tak juga mendapatkan hasil yang memuaskan baginya.
"Lo bisa fotoin gue gak sih sebenernya?" kesal Gea
"Nggak, jadi jangan minta tolong gue lagi"
Angin sore yang berhembus membuat helaian rambut Gea yang sengaja digerai tersapu angin. gadis dengan slingbag berwarna hitam-putih tersebut memalingkan wajahnya kearah lain dan membetulkan tatanan rambutnya. melihat itu, Geri langsung menyiapkan ponselnya untuk membidik Gea kembali
"Lo diem disitu"
"Dimana? hati dan fikiran lo yah?" canda Gea namun tak mendapat jawaban karna lelaki itu Geri berjalan kearahnya.
"Angelnya lagi bagus." ujar Geri
"Dan ini peringatan!! Kalo sampe ini lo koreksi lagi, kita pulang masing-masing." ancam cowok berkacamata hitam tersebut
"Iyalah masing-masing. Rumah kita kan pisah"
Geri tertawa "Nah, itu maksud gue."
"Udah buruan ambil posisi" Geri sudah memposisikan ponsel Gea dengan baik untuk mendapatkan hasil yang memukau
"1....2...3...." Gea mendongakkan sedikit kepalanya, lalu tersenyum dengan mata terpejam
Cekrek
"Pengen liat" Gea berlari kearah Gea untuk melihat hasilnya. "Nahkan bagus. Gak sia-sia gue koreksi hasil jepretan lo, lo bisa lebih bagus lagi dari sebelumnya." Gea menepuk-nepuk pundak Geri bangga.
"Naik sepeda aja yah, kaki gue capek keliling terus." tanpa menunggu perserujuan Gea, Geri langsung membawa gadis itu ketempat penyewaan sepeda onthel disekitar kota tua
Setelah sedikit bernegosiasi dan menyerahkan uang sewaan, Geri menyuruh Gea naik keatas sepada. Gea menuruti tanpa menyahut, namun bukan naik dibelakang seperti harapan lelaki itu, gadis itu malah duduk didepan
"Gue pilih sewa sepeda karena kaki gue pegel odong. Dengan kayak gini sama aja boong dong? Apa bedanya gue sama jalan kaki? Sama-sama pegel" kesal Geri
Gea mendongak lalu tersenyum lucu "Biar romantis Ger. Kapan lagi coba kan keliling kota tua berdua sama pacar. Nikmatin angin sore yang bikin nyaman sambil nunggu senja? Biar kaya couple goals" alibi Gea
"Bilang aja males goes." Geri mulai menggauh pedal sepedanya dengan kecepatan pelan. berusaha menikmati setiap bangunan yang berdiri jauh sebelum mereka lahir, juga keadaan sekitar dengan diselingi obrolal-obrolan ringan. tak jarang Geri menghentikan laju sepedanya saat melihat sesuatu yang unik, atau karena lelaki itu kelelahan.
timbangan Gea muternya ke kanan terus.
"Ger berenti didepan Ger" Gea menepuk pelan lengan Geri, saat melihat beberapa orang berkerumun didepan sana. Geri menurut dan menekan rem pada stang sepeda, dan berhenti ditempat kerumunan tersebut
"Lo mau nonton topeng monyet?" Geri menunduk
"Iya."
"Kenapa?"
"Gatau kenapa, setiap kali gue liat monyet, gue jadi inget masa lalu" cerita Gea dengan senyum gelinya
"Punya masalalu apa lo sama monyet?"
"Lo inget gak dulu waktu kelas X, kita pernah study tour ke kebun binatang?" Gea mendongak, Geri yang memang sejak tadi terus menunduk hanya mengangguk dua kali
"Lo sempet ilang kan? Nah waktu itu gue nyari lo kesana -kesini. Dan waktu gue kearah barat, dari kejauhan gue liat ada yang mendekat kearah gue. Gue fikir monyet, gak taunya lo" Gea tertawa kencang sampai kedua bahunya bergetar hebat.
beberapa pasang mata yang awalnya menonton pertunjukkan topeng monyet, beralih menatap pada pasangan yang duduk diatas sepeda dengan pandangan bingung.
Geri menutup satu lubang hidungnya lalu menghembuskan napasnya kencang, tepat didepan wajah Gea.
"Iiiiiiih Geriiii! Upilnya ikutan keluar!" teriak Gea dan kali ini Geri yang tertawa
"Selesai main sama lo, gue gak langsung pulang kerumah. Mau main futsal" beritahu Geri dengan kembali menggayuh sepedanya
"bodo amat"
"Kalo Bams atau Bagas nanyain gue, bilang gue les yah"
kedua tangan Gea berpegang pada stang sepeda, sedang kedua tangan Geri memegang pundak gadis itu.
Gea yang mengemudi, Geri yang mengayuh
"Les apaan dan sejak kapan lo ikutan les?"
"lo kan tau gue pengen kuliah dikorea. dan lo sendiri juga tau kalo gue gak putih, jadi bilang aja les bahasa korea" jawabnya asal
"Emangnya kalo lo mau kuliah dijurusan perikanan muka lo harus mirip ikan lele dulu apa"
Geri tertawa "Iya juga sih. Udah pokoknya bilang aja les. atau kasih alesan apapun yang berkemungkinan buat mereka gak kerumah."
"Jadi lo ngajarin gue bohong?" hardik Gea
Geri menghentikan sepedanya dan mengembalikannya pada sang pemilik "Kali ini aja, Gea"
"Kasih gue alesannya dulu kenapa" paksa Gea
"Gue kalah taruhan"
Kedua mata Gea membola lalu menendang kaki Geri kuat dan mengulurkan tangannya untuk menjambak jambul yang selama ini menjadi kebanggan Geri
"Sehari jadi anak baik-baik gak bisa apa Ger?"
"Kepepet Ge" bela Geri sambil meringis perih
"Kali ini taruhan apa? Balapan lagi?"
"Bukan. kemaren, gue, Bams sama Bagas taruhan, iklan apa yang keluar setelah iklan kecap bango. Gue jawab sarimie isi dua, mereka jawab shampo pantene, dan mereka bener."
"Secara gue kalah, sesuai kesepakatan gue harus neraktir mereka. Lo tau sendiri kan kalo neraktir mereka, gue bakalan langsung jatuh miskin Ge?"
"Yaudah iyah. Tapi ada syaratnya yah." Gea nyengir
"Paham. Double cheese burgerkan?" Gea mengangguk semangat dengan senyum riang
"Sama aja sebenernya. Minta tolong atau nggak pun gue bakalan tetep jatuh miskin"
***
Pergi menggunakan bus, maka pulang juga menggunakan kendaraan yang sama pula.
Namun sudah lama Gea menunggu, bis yang ditunggu tidak juga menunjukkan badan mesinnya. padahal tubuh Gea sudah lelah dan pegal, ingin segera bertemu dengan ranjang dan rebahan diatasnya, ditambah sekarang pria disampingnya menggerak-gerakkan tubuh Gea kekanan-kiri, membuat gadis yang beberapa bulan lagi akan 17 tahun tersebut menggeram kesal
"Berapa lama lagi nunggu ini? kaki gue udah pegel nungguinnya daritadi" gerutu Gea
"Sabar dikit. Lagian daritadi lo duduk, gimana bisa kaki lo pegel?" Geri yang sedang memainkan jari sang kekasih hanya menimpali seadanya
"Pantat gue keram" ralat Gea
"Nah kalo itu bener." Geri terkekeh "Bae-bae makin tepos pantat lo"
"Kok jari lo cuma ada 20 Ge?" tanya Geri dengan nada herannya
Gea menoleh "Yah jelaslah bego. Emang jari lo ada berapa?"
"32"
"Ha?"
"Iya ada 32. Jari kaki 10, jari tangan 10"
"Terus?"
"Usus 12 jari" Geri nyengir
"Goblok" umpat Gea dan menggoyang-goyangkan kakinya. Sedangkan Geri kembali memainkan jari sang pacar, dengan jahil, Geri memasukkan jari telunjuk Gea kedalam hidungnya
Gea menoleh saat meraskan basah dijarinya, lalu kedua membola melihat tingkah Geri, dan langsung menarik tangannya.
"Joroooooooooook!" teriak Gea tepat ditelinga Geri. cowok itu terpingkal
"Ger dingin Ger" kode Gea. Geri mengerti kode itu, namun terlalu malas untuk memeluk. bagen
"Salah sendiri pake celana pendek" ujar Geri "Mau gue beliin jahe anget gak?" tawar Geri
Geri mencebikkan bibirnya kesal "Gamau jahe anget, gak suka" tolak Gea
"Seharusnya gue tau, lo kan sukanya cuma sama gue hehe" Geri nyengir
"joshua" ralat Gea, kini Geri yang mencebik
"Noh bisnya" Geri berdiri membuat Gea yang bersandar dipundaknya terjatuh dikursi halte
"Eh, sorry" Geri membantu Gea berdiri namun gadis itu menepis tangannya kasar dan berjalan lebih dulu
"Gue execite waktu liat bis. Kan lo daritadi ngeluh pengen cepet sampe rumah"
Gea tak menyahut, ia langsung naik kedalam bus diikuti Geri dibelakangnya. Bis ini memang tidak terlalu sesak oleh orang yang naik, seperti saat mereka pergi pagi tadi, namun tetap saja Gea tidak mendapat kursi. Lebih tepatnya hanya ada satu kursi kosong
"Lo kenapa nyari bis yang penuh sih?" keluh Gea pada Geri
"Gue gak nyari. Mager kalo harus nunggu lagi. Udah sih, duduk sana. Katanya mau cepet pulang?"
"Tapi lo berdiri lagi dong?"
Geri mengacak rambut Gea kasar hingga berantakan "sejak kapan juga lo peduli sama gue?"
kedua bahu Gea terangkat acuh "Gak peduli-peduli banget sih. Biar dikata pacar perhatian aja" lalu gadis itu duduk, dengan Geri yang berdiri disampingnya
"Ger" Geri menoleh, Gea menyuruhnya sedikit menunduk, Geri menurut dengan sedikit menungging
"Lo jangan noleh yah"
"Ha?" bingung Geri
"Dibelakang lo, ada ibu-ibu pake kemeja putih yang beha-nya keliatan banget, nyeplak gitu"
Geri kembali menegakkan tubuhnya dengan berpegang pada pegangan tangan diatas kepalanya "Iyaa, bodo amat. Gue gak suka sama beha" jawab Geri "Lebih tertarik sama isinya" lanjut Geri pelan
"Apa?" tanya Gea
"lo cantik" Geri tersenyum.
Lama berdiri kaki Geri terasa pegal juga. Ia sedikit menggerakkan kakinya untuk menghilangkan rasa pegal dikaki kanannya
"Ge" panggil Geri, Gea mendongak
"Lo yang berdiri, gue yang duduk yah. gantian kita" pinta Geri
"Pegel yah?"
"Iya. Tapi ada alesan lain" Geri menunduk
"Apa?"
"Didepan ada abg yang baru naik bis. Lo yang berdiri yah, takutnya auto terbang nih kepala"
"seganteng itukah lo Geri?" cibir Gea dan berdiri dari duduknya
"gue ganteng, kata bunda, stok terakhir se komplek"
"gak ada ibu yang bilang anaknya jelek, sekalipun anaknya beneran jelek."
Geri duduk dikursi yang Gea berikan padanya, memasang jaket yang dikenakan lelaki itu, melingkar dipinggang Gea yang sedikit tambun lalu mengikatnya
"sejelek itukah gue dimata lo Gea?" kesal Geri
"iya"
"Gue cukup kesel dengernya"
Gea terkekeh dan terjengkit begitu Geri menarik pergelangannya tanpa aba-aba. mendudukkannya diatas pangkuan lelaki itu
"Mana tega gue liat lo berdiri yangg" ujar Geri santai dan menghiraukan tatapan orang-orang didalam bis, lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi "Yang ada kaki lo makin gede kalo kelamaan berdiri"