"Biasanya kalo cewek udah bilang 'gue boleh tanya sesuatu gak?' Udah gak usah jawab, diem aja. Dan minta maaf sebisa gue. Karna itu kata-kata pembukaan perang dunia ke tiga."
***
bruk
Geri membantingkan sepedanya dipelantara parkir. Gea menoleh "Lo tuh lagi kenapa sih Ger? Sepeda ada standar-nya lo banting"
"Emang ada?" Geri membangunkan kembali sepedanya, memeriksa sebentar lalu nyengir kelinci "Iya ada standarnya, kok lo tau sih? Oh, pasti karna sama-sama standar yah?"
"Gue apanya yang standar?"
"Muka lo" Geri terbahak
"Wajar dong muka gue standar pilih lo? Karna kalo gue cantik bukan lo cowok gue" Gea melengos masuk kedalam kedai es krim
Tak jauh dari rumah Geri, terdapat sebuah kedai es krim yang baru saja buka. Gea merequest mereka untuk kesana, dan sebagai pacar yang baik, Geri menuruti.
Keduanya membawa sepeda masing-masing untuk pergi kesana karna memang jaraknya yang cukup dekat. Hitung-hitung jalan-jalan sore
Karna hari ini adalah hari pertama cafe tersebut buka, jadi antrian yang harus mereka tempuh juga cukup panjang, dan itu melelahkan bagi Gea.
Gea menunduk, menatap tangan Geri yang baru saja menggenggam tangannya
"Geli. Kaya mau nyebrang aja tau gak" Gea melepaskan tangannya, Geri kembali meraihnya
"Lo kecil. Udah kecil, jelek, pendek idup pula, astaga mimpi apa gue punya pacar begini banget" Geri terkekeh
"Karna gue jelek mangkanya mau sama lo. Kalo gue cakep selera gue bukan lo bro" Gea meninju pelan dada Geri, cowok itu terkekeh
"Gue takut lo viral kalo ga dipegangin"
Gea menoleh "Viral?"
"Iya, seorang gadis SMA berinisial GAP ditemukan tewas dikedai es krim karena terinjak-injak pengunjung cafe yang membludak karena tidak ingin dipegangi oleh pacarnya yang berinisial GPN"
"Coy!" Seru Gea "Amit-amit jabang baby"
Antrian semakin panjang, populasi manusia yang semakin memadati antrian semakin bertambah. Geri yang semula berdiri didepan Gea kini mendorong pelan gadis itu untuk berdiri didepannya
"Iya, tau. Takut gue kebawa arus antrian kan mangkanya dipindahin?" Sangsi Gea jengkel, Geri hanya tertawa-tawa
"Sementang badan lo tingginya melebihi tongkat anak pramuka, seenaknya rendahin gue yang cuma sebatas gerbang SD" Gea menggerutu
Begitu tiba giliran mereka, Geri membaca satu persatu daftar menu yang tersaji dilayar monitor dihadapannya.
"Enak semua es krimnya." Geri bergumam, tangan cowok itu sudah bertengger manis diatas kepala Gea
"Saya mau gelato aja Mbak, cuma diganti saus alpuket yah, yang banyak" pesan Geri
Wanita yang bertugas menyajikan es krim tersebut hanya mengangguk
"Adeknya nggak sekalian dipesenin mas?"
Gea yang masih sibuk memilah jenis es krim mana yang akan dimakannya mendongak karena merasa dibicarakan.
Geri menoleh "Saya gak bawa adek"
"Yang disampingnya"
Geri terbahak, jenis tawa yang menyebalkan ditelinga Gea. Gadis itu mengendikkan kepalanya membuat rangkulan Geri terlepas dan bersidekap dada
"Saya istrinya, mau apa?" Tantang Gea sengit dan meniup pelan poninya yang hanya beberapa helai
Secara otomatis Geri menghentikan tawanya dan menoleh kearah Gea.
"Maaf mbak, saya gatau" sesal pegawai cafe tersebut
"Santai mbak, anaknya kurang pupuk emang, mangkanya tulangnya gak numbuh, gapapa" Geri terkekeh geli
"Sekali lagi maaf yah"
"Gapapa-gapapa, bawaan bayi biasa, hormon. Ini lagi pengen es krim katanya, mangkanya saya bawa kesini" laki-laki dengan kaos hitam dan celana pendek selutut tersebut melanjutkan drama yang Gea buat dengan mengusap-ngusap perut rata gadis itu
"Jadi cepet yah tolong, mbak gak maukan liat ibu-ibu hamil yang pengen es krim" lanjut Geri "Oh, ya, istri saya es krim loves aja yah, anaknya suka katanya"
Tak sampai lima menit dua pesanan ea krim yang berbeda farian tersebut tersaji, Geri meraihnya sedang Gea merogoh dompet lelaki itu disaku belakang celananya
"Yang es krim loves gratis, buat mbaknya, semoga anaknya sehat-sehat yah" pelayan cafe tersebut tersenyum ramah
Gea mengangguk dan memasukkan dompet Geri kedalam sakunya sendiri, lalu menarik ujung kaos Geri dan menyeretnya keluar.
"Ayo pergi, gak mau kan liat ibu-ibu hamil yang ngamuk pengen bunuh orang"
***
Geri memarkirkan sepeda miliknya juga milik Gea kedalam garasi rumahnya.
"Permisi!"
Gea menatap kearah gerbang, seorang ibu-ibu berdiri didepan rumah milik Geri, pakaian wanuta itu compang-camping dan terlihat sangat kumuh. lalu gadis 16 tahun tersebut kembali menatap Geri
"Kalo minta apa-apa jangan dikasih, nantinya kebiasaan." pesannya
Geri mengangguk dan berjalan mendekat kearah gerbang dengan membawa es krim miliknya yang hampir Gea habiskan
"Mas, permisi sebentar"
pintu gerbang terbuka "Ada apa ya bu?"
"Saya mau minta roti, sedikit aja" pintanya
Geri menengok ke belakang, Gea berjalan mendekat
"Ayah-Bunda kayaknya gak ada dirumah deh bu" bohongnya
"Saya minta roti, bukan sepasang suami-istri"
Gea menyentuh pundak kekasihnya dan berdiri berdampingan.
"Kalo gaada roti, saya minta nasi aja, boleh? udah dua hari gak makan"
"kuat yah ibunya gak makan dua hari." timpal Gea "Cuma kebetulan kita juga gak punya nasi, belom masak"
"berasnya aja kalo gitu"
"kita gak punya sawah"
"kalo susu? ada"
"kita juga gak punya sapi, jadi gak punya susu" jawab Gea
"kalo air putih? pasti ada kan pasti?" ibu-ibu tersebut masih tetap kekeh dengan keinginannya
"Kita juga gak punya air putih" jawab Geri dan menatap Gea sebentar
"Terus kenapa kalian masih diem disitu?" kesal ibu-ibu tersebut
"Ha?" bingung keduanya
"Cepet gerak dan ikut ngemis sama saya. saya gatau kalo ada orang yang jauh lebih miskin dari saya" gerutunya lalu melenggang pergi dengan langkah dihentak-hentakkan.
double G saling pandang dengan isyarat dalam selama beberapa saat, Gea meraih es krim ditangan Geri dan membawanya masuk kedalam rumah
"Bundaaaa, Calon mantu datang berkunjung bawa tukang kebun baru!" teriak Gea menggelegar begitu tangan putihnya membuka pintu utama kediaman Dimas, Ayah Geri
"Pacar laknat emang. udah es krim gue diambil, sepeda dia gue bawain, sekarang gue disebut tukang kebun?" Geri geleng-geleng dan berjalan mengekori Gea
"Geri tukang kebunnya?" tanya Dewi begitu melihat putranya masuk kedalam rumah dan ikut bergabung bersama dirinya juga Gea.
Geri mencengkram puncak kepala Gea gemas dan melepaskannya begitu Dewi menepis tangan panjangnya
"Gatau apa lo kalo batok kepala gue serapuh tulang bayi?" sinis Gea, Geri menjulurkan lidahnya jahil dan melenggang pergi ke dapur
"Kalian dari mana?" tanya Dewi
"Kedai es krim, terus mampir karna kata Geri Bunda gaada dirumah" jawab Gea
"Iya, tadi abis dari rumah Bu RT, arisan biasa"
Geri kembali bergabung dengan dua gelas jus jeruk dikedua tangannya. satunya untuk Dewi dan satunya lagi untuk dirinya sendiri
"Gue nggak?" bingung Gea
"Rajin bener gue bawain buat lo juga" jawab Geri lempeng dan menatap Dewi "Bu RT yang rumahnya baru direnovasi itukan?"
"Iya yang itu. Bunda pertama kali kesana langsung terkejut"
"Terheran-heran gak Bun?" Gea terkekeh geli "Dalemnya mewah?"
"Banget" Dewi menyesap jus jeruk buatan putra sulungnya "Semua barang dirumahnya impor dari luar negeri, suaminya yang kirim"
"Waw, rumah dia pasti dua kali rumah ini" gumam Geri dan menatap sekelilingnya
Gea mengangguk "Bu RT gak pernah mungkin yah gak jadi masak mie karna tabung 3 kg-nya abis"
Dewi terkekeh lebar "Dia mana tau. Uang belanja ngepas aja mana mungkin tau"
Geri meletakkan gelas diatas meja kaca di hadapannya, Gea meraihnya.
"Tapi bu RT kasian tau" Dewi sepenuhnya menatap 'calon menantunya' disamping. sedang Geri hanya menyaksikan kedua wanita berarti dalam hidupnya dengan seksama
"Kasian kenapa?"
"Dia kan punya anak 3. katanya yang pertama gila, yang kedua sekarang lagi di rehabilitasi karna kecanduan narkoba, dan yang bungsu katanya kabur karna malu."
cewek ghibah mode on!
"Oya?"
"Iya! mangkanya suaminya gak pulang-pulang di luar negeri. udah lebih dari 3 lebaran gak pulang ke indonesia"
"Kasian yah. Bahkan orang yang banyak duit aja masih dapet cobaan" Gea bergumam.
"Ya gitu cara Allah buat kita belajar mengartikan hidup. karna kalo bukan karna cobaan, kita gak bakal pernah bisa dewasa" ujar Dewi
"Kalian lanjut ngobrol deh, Bunda mau jenguk anaknya Leni dulu" Dewi berdiri
"Kenapa anaknya ceu Leni?" Gea mendongak
"Baru pulang dari rumah sakit, kena DBD katanya." jawab Dewi dan menatap putranya serius "Jangan macem-macem bang"
"Dalam artian?" tanya Geri
"Semuanya"
"Oke"
Dewi melangkah keluar setelah menitipkan rumahnya pada Gea.
"Kulit gue kok ruam merah gini yah? gatel pula" gumam Gea dan menggaruk lengan kanannya
Geri yang semula memainkan ponsel mendongak mendengar gerutuan Gea yang tak terdengar jelas.
"Kenapa?" tanyanya
"Kulit gue gatel" betitahu Gea
"Jangan digaruk, nanti lecet, makin sakit. kasih bedak aja. bentar gue ambil" Meletakkan ponselnya diatas sofa, Geri berdiri dan berjalan kearah lemari kecil dimana biasanya sang Ayah menyimpan bedak khusus gatal disana.
"Tangkep Ge!"
Gea mendongak, dan saat itulah kepalanya terkena bedak yang Geri lemparkan padanya.
"Apaan banget sih Geri!" kesal Gea dan melumuri lengannya yang terdapat ruam merah.
"Kalo gue cacar gimana Geri? Lo bakal masih suka gak sama gue?" Tanya Gea
Geri berdecak "Apaan sih segala ditanya."
Bibir Gea mempeot
"Nanti kalo Ayah pulang periksa aja. Nanti pasti dikasih obat"
"Kalo cacar nanti gue jelek dong?"
"Emang sejak kapan lo cantik?"
Geri mengaduh saat sebuah remot mendarat dikepalanya.
Gea berdiri dari duduknya, menepis ponsel Geri yang berada ditangan kedua lelaki itu dan duduk dipangkuan Geri.
"Ngapain?" Geri melirik malas
"Duduk"
"Tempat yang barusan lo tinggalin jauh lebih lebar dan lebih enak daripada pangkuan gue Gea" gemas Geri
"Gak setiap hari ini" melasnya
"Gak mau gue kalo setiap hari" lelaki dengan kaos hitam polos tersebut menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa
"Gue boleh tanya gak?"
Geri berkedip dalam diam, menatap Gea dengan intens.
"Kenapa diem?" Tuntut gadis dipangkuannya
"Maaf" ucap Geri
Gea mengernyit "Buat?"
"Biasanya kalo cewek udah bilang 'gue boleh tanya sesuatu gak?' Udah gak usah jawab, diem aja. Dan minta maaf sebisa gue. Karna itu kata-kata pembukaan perang dunia ke tiga."
Gea menghela napas panjang dan melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Geri dengan kepala yang juga bersandar pada dada lelaki itu
Geri berdecak samar karna Gea menyulitkan geraknya. Tapi biar seperti ini untuk beberapa saat, kalo Gea betingkah tinggal jorogin aja.
"Makan sana, Bunda masak banyak gue liat tadi." Suruh Geri saat mendengar helaan napas gadisnya
"Kok makan?" herannya
"Kebiasaan lo kan kalo narik napas panjang gitu artinya laper"
"Gak gitu juga" kesalnya. Gea melepaskan dekapan Geri dan duduk tegak dipangkuan lelaki itu
"Mau turun kapan?" tanya Geri
Gea tak menjawab dan malah memasukkan jari telunjuknya kedalam lubang hidung Geri, mengoreknya pelan dan bergerak-gerak didalamnya
"jokor banget sih lo" gerutu Geri, namun tak berniat menepis tangan itu, biarkan saja.
"gue gatau bunda punya persediaan cuttonbut atau nggak, jadi manfaatkan yang ada aja" jawab Gea santai
"gak geli apa? gue iseng liat lo" Geri bersin
"kalo dikelitikin baru geli"
gea berkedip, bodoh! kenapa gadis itu memberitahu kelemahannya. saat akan menyangkal, Gea sudah terlambat karna kesepuluh jari tangan Geri menyapa pinggang tambunnya lebih dulu
"hahahahahaha!" Gea meliuk-liukkan tubuhnya guna menghindari rasa geli disekujur tubuhnya
geri ikut tertawa melihat gea yang tersiksa karena ulahnya. dan tawa lelaki itu semakin menggelegar kala Gea terjatuh dari pangkuannya dan menghantam lantai.
ponsel Geri yang juga ikut terjatuh bersama Gea berdering, seraya mengusapi bokongnya Gea meraih ponsel jek black milik Geri
"Pacar lo yang kedua" beritahu Gea dan menyodorkan ponsel itu pada pemiliknya
Geri meraih dan mengangkatnya "Halo Bams"
Gea meraih gelas berisi jus jeruk yang tersisa setengah lalu menghabiskan isiannya
"Gue kesana sekarang."
Gea menoleh "Gue semakin yakin kalo lo selingkuh dari gue"
"Sama Bams?"
"Hm"
"Males, cewek banyak"
"emang ada yang mau sama lo?" ledek Gea
"kalo ada lo kebakaran jengkot nanti" geri meletakkan kedua tangannya diantara lipatan ketiak Gea, dan mengangkatnya
"nggak akan"
"karna?"
"ya karna gue cewek. cewek gak mungkin berjenggot"
***
Gea duduk bersila ditaman belakang kediaman Bams dengan setoples creakers dipangkuannya.
geri datang menghampiri dan memasukkan tangannya kedalam toples mengambil beberapa creakers dan memakannya.
"bisa?"
geri menoleh dan menggeleng "Susah dikeluarinnya. kepala sapinya lebih kecil dari bejana"
"kendi kaya gimana sih?" bingung Gea. pasalnya sejak tadi gadis itu banyak mendengar kata tersebut disebutkan, namun Gea sendiri tidak tau apa artinya
""
Gea menoleh, Bams duduk disamping Geri.
"Gimana bisa sikendi itu masuk ke kepala anak sapi lo?" tanya Gea. gadis itu penasaran akan hal itu
"Gue gatau. tau-tau Atha udah laporan gitu aja" Bams menoleh "Lo bisa keluarinnya gak?"
"Bisa" Gea mengangguk, Geri menoleh
"Serius lo bisa? gue aja sama Bams susah" beritahu Geri. Gea harus tau bahwa semua hal sudah Geri lakukan, namun tidak satupun berhasil
"Gue bisa kok, lo bantuin yah nanti" Gea tersenyum menatap Geri, lelaki dengan topi terbalik tersebut berkerut alis
"Geri udah coba sama gue dan gagal Can" tambah Bams. kali saja Gea yang mendengar yang Geri beritahukan tadi
"Gue bisa kok, kalo dibantu Geri! dan jangan panggil gue macan betina lagi yah bambang!" kesal gea dan berdiri dari duduknya, tak lama Geri ikut berdiri dan berjalan mengekor, sedang Bams yang sudah kepalang penasaran ikut mendekati keduanya
***
"gue ngapain?" tanya Geri bingung. pasalnya lelaki itu sudah mencobanya bersama Bams, namun gagal mengeluarkan kepala anak sapi tersebut dari dalam kendi
"lo cukup taro pisaunya disini" Gea menaruh pisau ditangan Geri pada leher anak sapi "Terus baca sholawat nabi, abis itu gerakin pisaunya, paham?"
Geri mengangguk dan melakukan apa yang gadis itu minta.
"dan lo?" tanya Geri
gea mengangkat batu ditangannya dan-
ctak
gadis itu memecahkan kendi dikepala anak sapi milik Bams, yang sudah mati karena Geri memotongnya
Bams syok bukan main, tau anak sapinya akan mati, tidak akan lelaki itu menghubungi Gea.
"Semoga Allah kasih ganjaran buat lo Ge, karena udah bunuh anak sapi gue dan pecahin kendi Mami"