Chereads / Toy For You / Chapter 25 - Rumor Has It

Chapter 25 - Rumor Has It

Sinto kembali ke apartemennya sambil membawa foto itu. Isaac Hilton rupanya yang mengganggu pikiran Lucas. Sinto pun akan merasa terganggu kalau di sekitarnya ada seorang Isaac Hilton.

Tapi Sinto tak habis pikir. Hanya karena wanita, pria sekelas Lucas sampai meminta bantuan kepada seorang pendosa besar seperti Sinto.

Pria itu mendengus ketika melihat foto itu lagi. Ia menghembus permen karetnya menjadi balon sampai permen di mulutnya itu pecah. Ini menarik. Proyek ini menarik untuknya.

Tapi ia tidak tahu celah apa yang Isaac punya. Setidaknya celah untuk menghancurkan perusahaan Isaac.

Sinto menoleh pada kekasihnya yang sedang duduk manis, menonton TV di ruang sebelahnya. "Sayang, bisa kesini sebentar?"

Kekasihnya menoleh lalu berdiri dan menghampiri Sinto. "Apa kau kenal ini?" Tanya Sinto sambil menyodorkan sebuah foto. Foto Isaac. Kekasihnya segera mengangguk. Ia mulai menggerakkan tangannya. Memberikan simbol-simbol bermakna yang dapat diterjemahkan Sinto. Sebuah bahas isyarat. "Dia bukan pria baik-baik," kata kekasihnya dengan gerakan tangannya. "Kantor ayahku sering mencoba mencari berita tentangnya. Tapi mereka selalu gagal." Lanjut wanita itu. "Dia pria tidak baik yang punya banyak uang. Jadi dia terasa seperti belut, segera tergelincir dengan mudah dari genggaman."

"Hm." Sinto terpikirkan suatu ide. "Kalau aku berikan berita tentangnya untuk kalian. Apakah ayahmu akan senang?" Tanya Sinto. Gadis itu tersenyum dan mengangguk. "Berita pria ini akan jadi headline senegara kalau sempat bocor, ayahku akan sangat senang."

Sinto tersenyum lalu mengecup pipi wanita itu. "Ya sudah. Aku balik kerja dulu." Kata Sinto sambil mencium bibir gadis sekilas. Wanita itu mengelus puncak kepala kekasihnya sejenak lalu beranjak pergi.

Kalau kata-kata kekasih Sinto benar, kemungkinan besar Isaac punya catatan kriminal atau sesuatu yang disembunyikannya di suatu tempat 'kan? Seperti penggelapan uang dalam jumlah besar atau pembunuhan?

Sinto bisa mencari itu. Tapi ia tidak yakin hasilnya akan seperti yang ia harapkan atau tidak.

Ia pernah mendengar soal Isaac ini. Waktu ia masih SMA. Sekolah Sinto dulu berseberangan dengan sekolah internasional tempat seorang Isaac katanya belajar. Suatu kebetulan yang menarik untuknya.

Isaac terkenal awalnya karena dia membawa mobil yang harganya miliaran dengan lecet sana sini, kata teman Sinto itu karena semalamnya dia baru balapan liar. Lalu setelah itu ia tinggi dan berambut coklat menuju pirang dengan kulit putih dan mata hazel. Cewek macam apa yang tidak terpikat dengannya, pikir Sinto pada masa itu.

Rumor yang dia dengar waktu itu adalah Isaac meniduri semua perempuan yang ia tahu masih perawan, lalu ayahnya yang sama brengseknya seperti Isaac menyumpal mulut para perempuan itu dengan uang yang banyak. Seperti menyogok anak kecil yang menangis dengan sebuah permen lolipop warna-warni.

Sinto kira hanya sampai situ kegilaan Isaac. Tapi setahun yang lalu ketika ia muncul di reunian, pergunjingan tentang Isaac Hilton yang bahkan tidak bersekolah di sekolahnya tetap terjadi. Apalagi di kalangan teman perempuannya.

Setelah ia debut menjadi pemimpin sebuah perusahaan besar, nama Isaac kedengaran sangat merdu untuk disebutkan. Semua orang mengelu-elukannya. Sinto sendiri tidak perlu mendengar semua itu dari mulut bau teman-temannya yang pandai bergosip. Ia bisa mencari semua informasi itu sendiri.

Tapi gosip seperti itu kurang. Gosip begitu saja kurang untuk membuat seorang Isaac hancur bersama dengan nama keluarganya yang harum itu. Ia butuh lebih. Tapi apa?

Hanya beberapa menit ketika Sinto berada di jurang pikirnnya, seorang temannya dari jejaring peretas mengajaknya masuk ke ruang chat.

Sinner Trojan : Aku sedang sibuk.

Ulma : Aku tahu. Kau sedang mencari informasi tentang Hilton, Lucas datang kepadaku duluan. Dia benar-benar menggerakkan semua koneksinya demi gadis itu ya, enak sekali jadi dia.

Sinner Trojan : Hm. Memang kau tidak akan melakukan itu demi gadismu?

Ulma : Dengan saingan sekelas Hilton? Mending aku gali saja kuburanku sendiri. Tapi tentu aku akan melakukannya kalau itu demi uang. Gadisku perlu dimanja dengan uang.

Sinner Trojan : Kau punya info?

Ulma : Ya. Aku tidak ingin terlibat sebenarnya, tapi aku akan memberikan infonya ke kamu saja.

Ulma mengirimkan sebuah dokumen.

Ulma : Jangan bawa namaku. Dan berikan 20% bagianmu.

Sinto memutar bola matanya lalu mengiyakan. Pria itu tidak mengharapkan banyak dari temannya yang bernama Ulma ini. Ia dengan malas mengklik tautan itu dan mulai membaca berkasnya. Tapi matanya menajam dengan kedua alisnya berkerut ketika mulai meresapi kata demi kata di tautan itu. Ia mendapatkan informasi yang lebih besar rupanya. Mata pria itu bahkan tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya di layar itu. Pria itu meraih handphone-nya tanpa melepas tatapannya dari layar komputernya.

Informasi ini berbahaya kalau Sinto pegang terlalu lama.

Pria itu mencari kontak seseorang. Seseorang yang mungkin akan sangat terguncang dan bersemangat kalo ia mengetahui ini.

"Lucas. Ya. Ke rumahku. Sekarang. Sekarang, sialan."

***

"Agatha?" Kepala Isaac menyembul muncul dari balik pintu besar ke kamar Agatha. Gadis itu menoleh dari buku yang ada di hadapannya. "Hey," sapa Agatha sambil menutup bukunya dan buru-buru beranjak menghampiri Isaac.

"Aku mau berdiskusi tentang kontrakmu."

"Oh, ok. Disini saja?"

"Lebih baik kita ke ruang kerjaku."

Isaac kembali membuka pintu keluar, menunggu Agatha untuk berjalan duluan. Pria itu sudah memikirkannya matang-matang. Meski ia tahu ini hal yang riskan. Tapi Agatha tidak perlu kontrak untuk berada di sisinya.

Agatha duduk di bangku sambil menunggu Isaac mengitari mejanya lalu duduk di kursi megah nya, berhadapan dengan Agatha. Pria itu mengeluarkan kontrak yang ia buat waktu itu untuk membelenggu Agatha.

Isaac tertegun sambil melihat kontrak itu, dengan tanda tangan yang kelihatan digores tidak rapi karena tangan yang membuatnya waktu itu bergetar tak karuan. Agatha tidak baik-baik saja waktu itu. Tapi kenapa dia mau menandatangani kontrak ini tanpa menolak sekalipun.

"Apa yang mau didiskusikan?" Tanya Agatha.

"Kontrak ini, kenapa kau mau menandatanganinya?"

Agatha terdiam sejenak. Pertanyaan apa ini? Apa ini semacam pertanyaan untuk menjebaknya kalau ia salah menjawab? Apa dia perlu jujur?

"Karena aku mau saja," jawab Agatha dengan wajah datarnya. Isaac menghela napasnya. Agatha sepertinya mengira dia bodoh. "Kau sedang tidak jujur."

"Aku jujur."

Isaac menjatuhkan tubuhnya ke bantalan empuk sofanya, kelihatan frustasi. Salah memang dia membuat kontrak ini. Salah memang dia membelenggu Agatha ini. Ia kembali memajukan tubuhnya dan melipat tangannya di

"Agatha," kata Isaac sambil meraih tangan Agatha, "aku.. em.."

"Kenapa?" Tanya Agatha sambil menjawab genggaman tangan Isaac dengan ikut menangkup tangan besar pria itu. "Ah, itu..-" Isaac tertawa canggung karena kaget dengan hangat yang perlahan menjalar dari tangan Agatha ke tangannya. Perasaan ini baru untuknya. Perasaan berdebar-debar yang ia rasakan hanya saat Agatha memberikannya perhatian.

"Menurutku, kontraknya terlalu berlebihan. Bukan begitu?"

Agatha mengangkat kedua bahunya. Isaac rasa itu untuk menunjukkan kalau Agatha tidak begitu peduli dengan isi kontrak itu. Dan Isaac yakin itu karena Agatha berasumsi kalau entah apapun yang tertulis di kertas itu, ia hanya akan tetap terjerat bersama Isaac selama pria itu hidup.

"Aku hanya ingin lebih membuat kontrak ini manusiawi." Kata Isaac sambil mengusap tengkuknya.

Agatha menatap Isaac tanpa ekspresi lalu bersandar pada bangku di belakangnya. Agatha tidak mengerti sebenarnya. Menjerat Agatha dengan kontrak saja sudah tidak manusiawi. Lalu sekarang, Isaac mengira ia bisa mengurangi kesalahannya dengan me-manusiawi-kan kontrak itu? "Baiklah." Kata mulut Agatha yang sedang tidak sejalan dengan pikirannya.

"Kau bisa menambah keinginanmu." Kata Isaac. Agatha terdiam sejenak lalu memikirkan hal apa yang bisa dimintanya dari Isaac. Dan tentu kesempatannya ini tidak mengenal batasan, mengingat kuasa yang Isaac punya.

"Aku ingin bisa pulang." Kata Agatha. "Di akhir minggu. Aku tidak mau disini pada akhir minggu."

Rahang Isaac mengeras. Ia tidak suka permintaan itu. Ia ingin Agatha meminta sesuatu yang lebih nyata dan tidak menjauhkannya dari Isaac. Sesuatu yang bersifat material, semahal apapun Isaac tidak peduli. Tapi ia mengangguk menyanggupinya, kepalanya tidak sejalan dengan pikirannya.

"Aku ingin kamu menarik penjagamu. Ketika aku ke sekolah dan ketika aku pergi bersama temanku." Kata Agatha.

Isaac kelihatan tidak nyaman untuk kedua kalinya. Tapi ia mengangguk lagi.

"Lalu aku mau membuat jatah."

"Jatah?"

"Ya."

"Jatah seperti apa ini?"

"Sehari kamu hanya bisa menyetubuhiku sekali."

Di saat ini Isaac mengerutkan dahinya. "Itu permintaan yang terlalu berlebihan bukan?" Tanya Isaac.

Agatha menggedikkan bahunya. "Kamu yang bilang ingin me-manusiawi-kan kontrak itu. Aku sudah melontarkan permintaan yang sedikit me-manusiawi-kan situasiku. Aku hanya mengikuti arahan untuk misimu." Kata Agatha.

Isaac menghela napas sambil mengerjap beberapa kali. 'Jatah' itu jadi beban pikiran juga rupanya untuk Isaac. Tapi ia harus menyanggupinya. Ia tadi sudah berjanji.

Pria itu meraih bolpen dan menulis permintaan tambahan Agatha yang sebenarnya sedikit namun berat untuk Isaac itu.

"Apapun untukmu." Desah Isaac sambil menyodorkan kertas yang dicoret di beberapa sudut. "Tapi aku perlu sesuatu darimu malam ini." Kata Isaac dengan kedua matanya yang mendarat di kedua mata Agatha.

"Makan malamlah bersamaku."

***