Lucas rasa ini karma. Ia menjauh dari Agatha karena ia dulu pengecut. Ia menghilang dari hadapan Agatha tiba-tiba.
Tapi dia rasa yang dialaminya ini tidak adil. Akhirnya dia kembali juga, 'kan? Dia memilih Agatha akhirnya. Tapi kenapa gadis itu memilih pria lain? Dia kembali pada Isaac. Dan berencana untuk meninggalkan Lucas yang sudah punya rencana cemerlang untuk masa depan mereka berdua nantinya.
Lucas menghela napas berat, ia membaringkan tubuhnya di kasurnya sambil menutup kedua matanya dengan lengannya. Apa kesempatannya yang tipis itu kini sudah sirna?
Tidak. Lucas tidak suka akhir seperti itu. Ia akan mendapatkan Agatha kembali. Apapun caranya.
Pria itu meraih handphone-nya dan mencari kontak yang terpikirkan olehnya.
"Halo, Sin?" Sapanya ketika bunyi tunggu berhenti. "Gue butuh bantuan, lo senggang?"
Sinto 'Sinner' Archie. Seseorang yang dikenal Lucas karena teman-teman segengnya sering memakai jasa pria itu. Ia seseorang yang mengerti hacking dan kode-kode rumit dari algoritme aplikasi bisnis yang besar.
Awalnya Lucas mengenalnya dengan nama Sinner karena itu adalah username Sinto di Discord, aplikasi chay tempat ia bertemu Sinto. Lalu pria itu segera tahu nama asli Sinner dan beberap informasi pribadi Sinto.
Lucas kini sudah berhadapan dengannya. "Lo mau gue ngapain?" Tanya Sinto yang duduk di hadapan pria itu sambil meminum milkshake stroberinya.
Lucas mengeluarkan sebuah foto dari sakunya. Foto paparazzi dari seorang pria yang tengah tak sadar dirinya di foto karena sedang menelepon.
"Hm. Isaac Hilton." Ujar Sinto sambil meraih foto itu.
"Kau mengenalnya?"
"Ya. Ikan gede. Orang penting, bapak gue pernah kerja sama dia. Pintar."
"Lo bisa gak ngelakuin sesuatu sama perusahaannya?"
Sinto menaikkan kedua alisnya. Pria ini bercanda atau bagaimana? "Lo pengen gue nyerang ikan yang besar, Luke." Kata Sinto tanpa ada perubahan di nada suaranya. "Apa dia ngeganggu perusahaan lo? Ato gimana?"
Lucas mendesah sambil mengusap tengkuknya yang terasa sedikit jauh lebih dingin dari seharusnya. "Lo gak perlu kasih tau gue alasannya sih. Tapi bayarannya buat yang ini tuh gede."
Lucas mendelik kepadanya. "Gue gak peduli bayaran yang lo minta. Sejauh apa lo bisa main-main sama perusahaannya?"
Sinto berpikir sejenak. Entahlah. Dia tidak pernah mencoba menyerang Isaac. Pria itu punya reputasi yang besar diantara jajaran pemilik perusahaan besar di kota itu. "Lo lagi ngejar apaan dari dia ini? Perusahaan lo 'kan gak nyampe kesini sayapnya."
"Cewek gue. Direbut dia."
Sinto manggut-manggut. Karena cewek rupanya. Yah, menurut Sinto sih kalau soal cewek Sinto sendiri gak bakal sampai mau menyewa orang untuk melakukan apapun untuk merebutnya kembali. Apalagi kalau orang yang merebutnya adalah Tuan Isaac Hilton.
"Gimana? Lo bisa sampai gimana?"
"Gue perlu tahu rencana lo gimana. Biar gue tau sebanyak apa yang harus gue lakuin." Lucas tersenyum. Ia punya ide.
***
Sudah siang hari. Agatha tidak bisa menemukan Lucas di kelasnya. Padahal ia ingin menyampaikan hal yang penting. Ia ingin memutuskan hubungannya dengan Lucas. Ia sudah memikirkan keputusannya matang-matang.
Ia melakukannya bukan karena dia mencintai Isaac, ataupun Lucas. Ia hanya merasa lelah untuk meladeni dua orang sekaligus, dua hati sekaligus. Gadis itu berjalan sambil terus memanjangkan lehernya untuk meneliti setiap bangku di dalam ruang kelas Lucas. Ia sama sekali tidak memberikan perhatiannya pada jalan yang dilewatinya, alhasil Agatha menabrak seseorang sampai gadis itu jatuh ke belakang.
Agatha mengaduh sambil memejamkan matanya, berusaha meredakan nyeri yang ia rasakan di bagian tubuh belakangnya. "Kau tidak lihat-lihat jalanmu." Kata suara yang menggelegar itu. Agatha mengenalnya. Tapi itu bukan suara Lucas. Agatha segera menengadah dan melihat Isaac sedang berdiri disana, memandang ke bawah ke kepada Agatha.
Gadis itu dibantu berdiri oleh tangan kokoh Isaac. "Um.."
"Kau lama sekali keluar," kata Isaac. "Aku bosan menunggu di mobil."
"Um.. om supir?" Tanya Agatha. Isaac menoleh padanya sambil menepuk-nepuk debu yang menempel di bagian belakang seragam Agatha. "Dia kuliburkan." Jawab Isaac singkat sambil merangkul pundak Agatha dan membawanya ke arah parkiran mobil.
Agatha bisa melihat kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat ketika melihat betapa bersinarnya mobil berpajak mahal Isaac di tengah-tengah mobil murid lainnya. "Kenapa kamu yang menjemputku?" Bisik Agatha ketika mereka berjalan melewati murid-murid yang menyingkir sambil melihat mereka berdua dan berbisik-bisik.
"Aku bosan di kantor."
"Apa tidak apa-apa urusan kantormu ditinggal terus seperti itu?"
Isaac terkekeh sambil menepuk puncak kepala Agatha, "'kan ada si Kay."
Agatha sedikit terkekeh ketika terlintas sepotong adegan di pikirannya. Kay yang duduk diatas tumpukan kertas-kertas penuh tulisan sambil berteriak mengumpat Isaac yang meninggalkannya di sekeliling tanggung jawab yang seharusnya Isaac kerjakan.
"Lagipula," kata Isaac. "Aku tidak ingin mewariskan perusahaan itu." Kata Isaac. "Seharusnya Kay yang dibawa ayahku ke rumah untuk diwarisi perusahaan itu."
"Tapi ayahmu punya kamu. Anak kandungnya. Wajar kalau kamu tetap mendapatkan posisimu ini."
Isaac tersenyum miring sambil menghidupkan mesin mobilnya. "Aku tidak memilih untuk jadi anak kandung ayahku." Katanya. "Ibuku bilang dia tidak punya pilihan."
"Maksudmu?"
Isaac mengusap bibirnya sendiri sambil melihat macetnya jalan utama pada siang hari. "Aku bukan anak ayahku. Ibuku bilang begitu padaku setelah ayahku meninggal dan warisan sudah terlanjur diberikan untuk namaku semua. Aku tidak mengerti awalnya tapi aku sadar ibuku hanya ingin mengamankan dirinya dan hidup enak dengan alasan aku sebagai anak Tuan Imo Hilton."
Agatha takjub dengan kejujuran Isaac. Ia kelihatan tidak ragu-ragu untuk menjawab pertanyaan riskan dari Agatha itu. Apa dia tidak takut Agatha akan membocorkannya pada orang-orang?
"Tapi aku sendiri sudah tinggal seatap dengan Tuan Imo dan sudah menganggapnya sebagai ayahku. Jadi kami sudah punya sedikit perasaan mutual."
"Lalu bagaimana dengan ibumu? Apa dia tinggal serumah denganmu?" Tanya Agatha. Sebenarnya ia sudah tahu sedikit cerita soal bagian ini, tapi ia harus kelihatan tertarik dan tidka tahu apa-apa, kalau tidak Isaac mungkin curiga padanya.
"Tidak. Ayahku membuatnya tinggal di kondominium yang jauh dari rumah ayahku."
"Lalu bagaimana kamu bisa terhubung kembali dengan ibumu?"
Isaac menoleh padanya lalu tersenyum miring, menampakkan gigi taringnya yang runcing dan putih. Pria itu meraih dagu Agatha lalu mendekatkan bibirnya ke bibir Agatha. Pria itu mengecup bibir Agatha dengan lembut lalu menjilatnya. "Kenapa kamu penasaran begini hm?" Tanyanya sebelum kembali melumat bibir Agatha. "Aku suka saat kamu banyak tanya soalku seperti ini." Kata Isaac sambil tersenyum dan mengusap bibir Agatha yang kemerahan dengan ibu jarinya.
Kedua kaki Agatha terasa lemas ketika pria itu memperlakukannya seperti itu. Lembut dan memabukkan. Ia merasa dadanya sesak dan wajahnya memanas. Isaac bisa melihat hasil dari perlakuannya itu. Wajah Agatha hang memerah dan cara gadis itu beringsut dan meremas roknya sambil menahan senyum.
Isaac tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya. Ia lalu menoleh kepada jalanan yang macet dan kelihatan tidak akan bergerak dalam waktu singkat.
Melihat Agatha tersipu malu di sebelahnya seperti itu, Isaac jadi ingin memanjakan milik Agatha yang dibawah sana. "Sayang," panggil Isaac lembut sambil ia menopangkan tangannya diatas setir mobil dan menoleh kepada Agatha.
"Hm?" Agatha menoleh dari ujung matanya. "Coba naikkan rokmu." Pinta Isaac.
"Oh?" Agatha menoleh pada roknya yang sudah tersingkap sampai ke atas lututnya. Ia kembali menoleh pada Isaac yang menungguinya dengan senyuman. "Aku tidak apa-apa menunggu." Kata Isaac.
Agatha menelan ludahnya dan perlahan menyingkapkan roknya lebih tinggi lagi. Ia tahu apa yang ingin Isaac lakukan padanya. Lucas dulu sering melakukan hal yang sama di mobilnya. Setidaknya Agatha bisa mendapatkan sedikit gambaran soal apa yang akan Isaac lakukan padanya.
"Um, apa tidak apa-apa, tuan?" Tanya Agatha yang sudah menaikkan roknya tinggi sampai Isaac pun bisa melihat celana dalamnya. Isaac mendekatkan wajahnya lagi kepada Agatha lalu tersenyum lebar. "Orang-orang bisa lihat." Kata Agatha dalam bisikan.
Isaac kembali menyatukan bibirnya dengan bibir Agatha sejenak, "biar mereka tahu kau itu milik siapa." Bisiknya dengan senyum lebarnya.
Kedua bahu Agatha meninggi ketika ia merasakan tangan kanan Isaac mulai meraba paha bagian dalam gadis itu. Gadis itu menggigit bibir bawahnya sambil menatap sekelilingnya.
Isaac mulai menggesekkan jari tengahnya di bagian celana dalam Agatha. "Memohonlah," pinta Isaac. Agatha mengerutkan dahinya sambil berusaha keras untuk mengatur oksigen yang masuk ke sistem pernapasannya. Wajahnya sudah memerah dan ia kelihatan sangat menikmati gesekan demi gesekan di vaginanya yang masih di balut celana dalamnya.
"Kumohon, tuan," cicit Agatha sambil meremas lengan atas Isaac yang menjulur kearah milik Agatha.
Senyum Isaac melebar ketika ia melihat wajah merah Agatha yang menengadah kepadanya, wajah penuh ekstasi dan tidak terkendali.
Pria itu mengecup bibir Agatha sekali sebelum gadis itu memalingkan wajahnya cepat ketika merasakan tangan Isaac menelusup masuk ke dalam celana dalamnya. Isaac mencium puncak kepala Agatha sambil mendaratkan tangan kirinya di puncak kepala gadis itu.
Tangannya dibawah sana mulai masuk dan bergerak memutar di dalam vagina Agatha. Gadis itu melenguh kencang ketika merasakan tangan Isaac mulai bergerak dan mengaduk-aduk miliknya. "Isaac ohh.." desah Agatha.
"Teruslah mendesah. Aku suka kalau kau mendesah," kata Isaac sambil mencium kening Agatha. Gadis itu meremas jok mobil Isaac sambil mengistirahatkan kepalanya di lengan kiri Isaac yanh kokoh.
"Isaac.. ohhnn mmh! Aku mau keluar.."
"Hm? Tidak. Kau belum boleh keluar."
"Apa?" Agatha membuka matanya ketika merasakan tangan Isaac berhenti bergerak dan malah lepas dari miliknya. "Um.. anu.. Isaac.." Bibir Agatha kembali dipagut Isaac ketika ia menoleh kepada wajah Isaac.
Pria itu kembali menggesekkan jarinya di pintu vagina Agatha yang sudah licin karena cairan bening yang keluar darisana. Agatha menggelinjang hebat ketika Isaac memasukkan tiga jari sekaligus ke dalam sana. Tak sengaja, Agatha menggigit bibir bawah Isaac keras. Pria itu meringis sambil menjauhkan wajahnya dari Agatha.
"Oh! Maaf!" Panik, gadis itu segera menangkup kedua pipi Isaac dengan tangannya, meniliti bagian di bibir Isaac yang mulai berdarah. Isaac terpana menatap Agatha yang menelitinya dengan seksama.
Sekilas dua pasang mata mereka bertemu. Tapi Isaac memutuskan untuk merusak momen itu dan kembali menusuk lebih dalam di vagina Agatha dengan ketiga jarinya.
"Kau sering sekali melihat mataku, ya." Komenta Isaac. Agatha menghela napasnya sambil mendesah. "Matamu indah."
Isaac tersenyum. Ia mempercepat tempo gerakan tangannya di dalam milik Agatha sampai tubuh gadis itu bergerak seirama dengan gerakan tangan Isaac yang keluar masuk di bawah sana.
"Ahhh!" Agatha mengejan ketika ia mengalami orgasmenya. Gadis itu pipis dan membasahi tangan Isaac, jok mobil dan lantai. "Kau squirting, sayang." Kata Isaac sambil menatap genangan air di jok dan lantao mobilnya.
Agatha menelan ludahnya sambil tersengal-sengal. Entah karena apa bermain di dalam ruang terbatas seperti mobil selalu memberikan Agatha sensasi yang berbeda dan jauh lebih ekstrim dibanding di kamar.
Agatha ambruk dan membenamkan wajahnya di lengan kekar Isaac sambil terus menarik napas. Isaac berdehem sambil tersenyum lebar lalu mengecup puncak kepala Agatha lagi sebelum meraih tisu dan membersihkan tangannya dan milik Agatha yang becek.
Agatha menoleh untuk menatap Isaac yang ikut balik menatapnya. "Giliranmu." Kata Agatha sambil meraih tali pinggang Isaac.
Isaac terkesima melihat Agatha yang mulai mengisap miliknya yang mengeras di dalam mulut gadis itu. Pria itu menengadah dan membuka mulutnya ketika kenikmatan mulai menjalar di dalam tubuhnya.
Pria itu berdesis sambil menyibakkan rambut Agatha ke sisi lain. Ia ingin melihat wajah gadisnya yang tengah mengisap miliknya. Pria itu kembali membentangkan tangannya dan mengeluar masukkan telunjuknya ke milik Agatha yang menyembul ke udara.
Agatha merintih kecil ketika ia merasakan tekanan tangan Isaac di miliknya tapi ia tidak berhenti menghisap milik Isaac seperti es lilin.
Isaac melenguh panjang ketika ia merasakan napsunya kian memuncak. Ia ingin memasukkan miliknya ke milik Agatha sekarang juga di dalam mobil itu. Tapi sayangnya atap mobilnya terlalu rendah. Kepala Agatha bisa terbentur kalau ia ingin menghentakkan milik keras-keras ke dalam Agatha.
Agatha sesekali memasukkan kejantanan Isaac sampai tenggorokannya. Pria itu meracau hebat sambil menutup kedua matanya dengan tangannya yang tidak sedang melakukan apapun. "Sial, mulutmu pintar sekali." Kata Isaac. "Tapi yang di bawah sini jauh lebih nikmat." Katanya sambil menambah satu jarinya masuk ke dalam vagina Agatha.
Gadis itu mendesah kecil ketika Isaac kembali mengaduk-aduk vaginanya yang masih berkedut. "Sial. Aku harus memperkosamu di rumah nanti." Kata Isaac sambil menyentakkan sendiri miliknya ke dalam mulut Agatha.
"Pe..Perkosa?" Tanya Agatha. Isaac terkekeh kecil tanpa menjawab pertanyaan gadisnya itu. "Kau 'kan memang suka dikasari, sayang."
Kedua kaki Agatha gemetaran mendengar itu. Antara karena antusias atau gugup. "Kau tidak perlu mengatakan apapun. Semuanya selalu terbaca di wajahmu yang memerah atau caramu menggigit bibirku. Kau itu suka dikasari." Kata Isaac sambil tersenyum miring.
Pria itu kembali menengadah sekilas lalu menghentakkan sendiri miliknya ke dalam mulut Agatha. Kini tempo yang ia pakai jauh lebih cepat.
Kejantanan Isaac memuntahkan cairan putih di dalam mulut Agatha ketika gadis itu pun pipis, mengalami orgasmenya yang kedua karena tangan Isaac yang bermain di miliknya.
"Uh.. Aku keluar," rengek Agatha sambil melihat jok dan pintu mobil Isaac yang basah karena pipisnya. Isaac tertawa. "Gemas deh," katanya sambil mengecup pipi Agatha.
"Pakai lagi sabuk pengamanmu. Aku pengen cepat-cepat ke rumah." Kata Isaac. Agatha menurut lalu kembali duduk di bangkunya dan memakai sabuk pengamannya.
"Um.. Dimana celana dalamku?" Tanya Agatha. Isaac menoleh padanya sambil kembali memasukkan miliknya ke dalam celananya. "Tidak usah pakai."
***