Chereads / Laga / Chapter 9 - Ku Terlena

Chapter 9 - Ku Terlena

"Hati-hati dengan matamu karena mata bisa saja membuat kita terlena dengan apa yang kita lihat"

-Agatha Aurelia

Happy reading (人 •͈ᴗ•͈)

Lokasi:

Flora High School

At 17.00 p.m

Setelah penerbangan balon semua peserta didik sudah sah menjadi warga FHS. Sekarang mereka pulang dengan wajah gembira termasuk juga Agatha dan kawan-kawan.

"Akhirnya MOS udah berakhir... Yeyeye...."ujar Agatha senang sambil menaik turunkan kedua tangannya secara bergantian.

"Yap... Akhirnya gue bisa tidur dengan tenang... Yuhuw,"imbuh Dea semangat sambil mengikuti tingkah Agatha.

"Maksudnya, Lo udah jadi arwah gentayangan gitu?" tanya Merisa.

"Eh... Ya enggaklah!" decak Dea sambil menguncrutkan bibirnya.

"Hahah... Bercanda De!" canda Merisa.

Saat mereka sedang bercanda ria ada sesuatu yang menarik para siswa siswi yang tadinya pulang sekarang malah melihat tontonan gratis itu.

"Eh ada apa tu?"

"Kayaknya lagi berantem."

"Eh itu bukannya kakak OSIS yang ganteng itu!"

"Wih mubazir kalo gak nonton!"

"Harus di viralkan nih!"

Suara dari siswa siswi yang lain yang sedang menonton acara gratis apalagi tokohnya cogan siapa yang gak mau nonton tu.

"Ah pengen liat," ajak Dea.

Sambil berjalan ke arah kerumunan itu, tapi saat beberapa langkah tangan Dea di tahan oleh Merisa.

"Gak usah ikut campur!" perintah Merisa.

"ih, siapa yang mau ikut campur! Gue kan cuman pengen liat, mubazir kalo gak liat," protes Dea pada Merisa.

"Iya setelah Lo liat itu besoknya pasti bakalan Lo jadikan topik ghibah di kelas," sanggah Merisa.

"Loh kok Lo tahu sih? Apa Lo seperti peramal atau cenayang?"

"Ya jelaslah Gue tahu, Lo kan ratu ghibah!"

"Wah Gue udah dapat gelar aja nih." Ungkap Dea tak percaya

"Kan waktu itu lo sendiri yang bilang Maimunah!" geram Merisa pada Dea yang sudah lupa akan ucapannya.

"Oh ya juga." Ingat Dea.

"udahlah kalian ini ribut gak berfaedah tauk!" cletuk Agatha pada mereka yang sejak tadi cuman ribut aja.

"Biarin!"

"Bodo amat!"

"Ye kalian di kasih tau malah ngegas!"

Mereka sampai di depan gerbang FHS , Dea menengok kanan kiri apakah Abang gojeknya udah datang apa belum dan ternyata Abang gojek yang tak lain Abangnya sendiri sudah stay di depan sekolahnya.

"Abang terbaik." Puji Dea.

"Guys Gue balik duluan ya, hati-hati di jalan... bye," pamit Dea sambil berjalan menuju motor Abangnya.

"Iya, hati-hati juga," jawab mereka bersama.

"Gue juga pamit ya, Mer." pamit Agatha.

"Lo gak mau Gue anterin pulang?" tanya Merisa.

"Gak usah," tolak Agatha halus.

"Beneran nih?" tanya Merisa lagi ntukk memastikan.

"IYA MERISA SAYANG!" grutu Agatha.

"Yaudah deh kalo gitu, Gue duluan ya. Hati-hati kalo ada apa-apa telefon," jelas Merisa.

"SIAP BOSS!" seru Agatha sambil mengikuti orang sedang hormat pada pemimpinnya.

Merisa hanya geleng-geleng kepala melihat Agatha bertingkah seolah dia masih kecil aja, pada hal dia sudah masuk SMA. Kemudian Merisa berjalan sampai di telan oleh kerumunan siswa siswi.

Tin...

Tin...

Tin...

Agatha pun berjalan menuju halte tapi saat berjalan ada suara klakson mobil yang membuatnya harus menoleh ke belakang dan ada sebuah mobil berwarna merah sudah terparkir di dekatnya.

Sedangkan orang yang ada di dalam mobil keluar dengan wajah senangnya sambil berjalan ke arah Agatha.

Agatha terkejut. "Mader!"

Buru-buru Agatha menghampiri Madernya. "kok Mader bisa jemput Agatha?"

"Ya bisalah, kan nanti sore kita ada acara jadi Mader jemput deh. Biar kamu sampai rumah gak ke sorean," ungkap Mader

Agatha mengernyitkan dahinya. " Emang acara apa Mader?"

"Kamu lupa?"

Agatha mengangguk. "Iya."

Mader menghela nafas panjang. "Yaudah Mader jelasinnya di mobil aja," ucap Mader sambil membuka pintu kemudi.

Agatha pun melakukan hal yang sama yaitu membuka pintu yang berada di samping kemudi. Namun di sana sudah ada sosok anak cowok yang sedang serius menatap handphonenya.

"Pasti game." Pikir Agatha.

"Apa lihat-lihat!" sinis Glen.

"Siapa juga yang liat in Lo!" cibir Agatha.

"Mader galon kok ikut sih, harusnya dia jaga rumah kayak security!" sambung Agatha.

"Hus... Gak boleh gitu lebih baik kamu masuk ke mobil biar cepat sampai rumah!" perintah Mader dan di setujui oleh Glen sambil mengibaskan tangannya sebagai kode kalo dia mengusir kakaknya itu dari sampingnya.

"Dasar adik durhaka!" gumam Agatha sambil mehentak-hentakkan kakinya.

Glen yang melihat itu tersenyum puas karena telah bisa membuat kakaknya marah. Sedangkan Agatha sudah membuka pintu dan duduk di kursi belakang dengan nada cemberut.

Kemudian Glen berinisiatif memberikan totobag pada Agatha. Agatha yang masih marah pada Glen hanya mengacuhkannya.

"Hey...!" panggil Glen.

"APA!" jawab Agatha ketus pada Glen.

"Ambil... Tangan Gue udah pegel nih," rengek Glen sambil menaik turunkan totobagnya.

Agatha pun mengambil totobag yang di berikan oleh Glen masih dengan wajah cemberut-nya. "Isinya apa?" tanya Agatha pada Glen.

"Buka aja sendiri," tutur Glen.

"Pengen tak hiih!" geram Agatha yang sudah gemas dari tingkah adiknya itu.

"Pfft...." Sedangkan Glen hanya menahan tawa dengan tingkah kakak satunya itu bikin gemes pengen di kerjain terus.

"Gak usah ketawa!" bentak Agatha pada Glen.

Mader yang melihat itu langsung melerai pertengkaran itu kalau tidak pasti di antara mereka akan ada yang nangis atau teriak-teriak.

"Glenn... Udah jangan goda kakak kamu terus!" tegur Mader.

"Iya deh Mader," balas Glen.

"Bagus anak yang baik," puji Mader pada Glen.

Glen yang di puji pun mengangkat kepalanya sedikit sambil melirik matanya pada Agatha.

"Besar dah tuh kepalanya," ejek Agatha sambil membalas lirikan dari Glen dengan tajam.

"Biarin yang di puji kan Gue bukan Kakak, blewek!" ledek Glen.

"Udah kalian ini udah Mader lerai malah menjadi-jadi!" marah Mader pada mereka.

"Maaf Mader," pinta mereka bersama.

Mader hanya menghela nafas berat. "Iya Mader maaf in."

Mereka tersenyum lega. Mobil menjadi hening karena mereka sudah sibuk sendiri , sedangkan Agatha membuka totobag yang di berikan oleh Glen tadi.

"Isinya apa ya," gumam Agatha.

Dan isi dari totobag itu adalah sebuah Dress berwarna biru dengan hiasan Glitter yang cukup banyak membuat Dress itu jadi menawan.

"Wajah... Bagus banget Dress nya Mader," ujar Agatha senang sambil menunjukkan Dress itu pada Mader.

Mader yang melihat Agatha senang pun ikut senang. "Kamu suka?"

Agatha mengangguk semangat.

"Itu tadi yang milih Glen," ucap Mader pada Agatha.

"Hah...." kata Agatha tercengang.

"Iya, Glen yang milih. Iya kan Glen?" tanya Mader sambil melirik ke samping.

"Hem..." Dehem Glen.

"O... oh," ujar Agatha.

"Makasih galon," kata Agatha.

"Manggil nama Gue yang bener!" seru Glen sambil menghadap ke belakang.

Agatha menghela nafas panjang.

"Iya deh iya... Makasih Glen adikku sayang yang jailnya mintaku tampol," ulang Agatha dengan nada lembut selembut kain sutra.

"Iya sama-sama Kakakku yang inginku kubur kau hidup-hidup," balas Glen tak kalah ketus.

****

Akhirnya Latif bersama teman-temannya pulang dengan motor mereka masing-masing, tapi sebelum pulang ada Kesya yang sedang menghadang jalan untuk mereka lewat.

"Minggir Sya!" perintah Latif yang sudah ada di hadapannya.

Kesya menggeleng. "Enggak, sebelum Lo mau jelasin kenapa kita putus!" bentaknya.

Latif mengacak rambutnya pertanda dia sedang pusing dengan tingkah sang mantan itu, melihatnya aja pusing apa lagi kalo lihatnya setiap hari bisa-bisa Latif terkena penyakit darah tinggi dadakan.

Latif menghela nafas panjang. "Apa yang perlu di jelasin sih Sya?" tanya Latif.

"Kenapa kita putus? Terus alasannya kenapa udah bosan? Apa ada cewek lain yang lain yang membuat hubungan kita hancur? Atau jangan-jangan kamu selingkuh?" cerca Kesya tanpa henti.

"Gini ya Sya... Gue minta putus dari Lo itu gak ada sangkut pautmya sama cewek lain atau pun Gue selingkuh itu murni karena Gue udah bosen!" tegas Latif yang membuat Kesya murka.

"Gak ada sangkut pautnya sama cewek?" tanya Kesya sambil tersenyum kecut. "INI SIAPA HAH!" sambung Kesya dengan nada membentak sambil menunjukkan sebuah foto cowok sama cewek dengan pose tangan cowok sedang mengacak-acak rambut si cewek itu.

"Dia bukan siapa-siapa, cuman adik kelas." Latif hanya membalasnya dengan bermuka datar sedatar nampan.

"CUMAN ADIK KELAS? GAK MUNGKIN!" tuduh Kesya sambil mendorong bahu Latif.

"Mungkin aja," ucap Bra dalam perdebatan itu.

"DIAM KAU BRA!" bentak Kesya naik darah.

Sedangkan Bra yang di bentak langsung tak berkutik seolah ucapannya tadi hanyalah sebuah angin yang berlalu-lalang.

"Dahlan Gue malas mau pulang!" Latif berjalan menuju motornya yang berada di area parkir.

"HEH! LATIF, GUE BELUM SELESAI NGOMONG!" teriak Kesya yang membuat semua orang yang melewatinya menatapnya penuh tanya.

"APA LO LIAT-LIAT!" bentak Kesya pada semua orang yang sedang melihatnya.

Kemudian Kesya menyusul Latif tapi di hadang oleh Bra sama Bh. "Eh mau kemana neng?" tanya Bh sambil merentangkan ke dua tangannya untuk menghadang.

"MINGGIR GAK... GAK USAH IKUT CAMPUR!" perintahnya.

"Gak mau, sebelum Latif pulang kita gak akan minggir!" protes Bra dengan tangan ikut merentangkan ke dua tangannya seperti yang di lakukan oleh Bh.

"ISS... Kalian ini bikin Gue gedek tahu gak!" bentak Kesya sambil menghentakkan kakinya.

"Bodo amat!" ketus Bra.

Saat itulah motor milik Latif sudah keluar dari area parkir. Sebelum sampai gerbang Latif berkata sesuatu pada ke dua temannya itu. "Makasih Bra... Bh udah bantu in gue!"

"YOI!" Balas Bh dan Bra bersamaan.

"Tuh kan Latif udah pergi, gara-gara kalian nih!" seru Kesya yang sudah mengepal kan kedua tangannya di udara.

"Ye biarin, yuk lah Bh pulang," ajak Bra sambil berjalan menuju area parkir.

"Oh oke," jawab Bh. "Duluan ya Sya, hati-hati kalo pulang soalnya udah gak dianterin sama Latif lagi pake mobil atau pun motor. Bhawakk," sambung Bh sambil tertawa terbahak-bahak.

"Bh buruan!" teriak Bra di parkiran.

"Iya iya, sabar atuh aing kan lagi jalan!" protes Bh sambil menyusul Bra di parkiran.

Akhirnya mereka menaiki motor sport nya dengan helm full facenya.

****

Latif sampai di rumahnya sebelum adzan Maghrib berkumandang, namun Latif merasa ada sesuatu yang terlewatkan saat pulang tadi. Anehnya dia lupa apa itu.

"Hmm tauk ah, pusing," ucapnya sambil memasuki area rumah yang bewarna putih dengan nuansa megah itu.

"ASSALAMUALAIKUM, BUNDA... ANAK KESAYANGAN MU PULANG NIH! GAK MAU DI SAMBUT!" Teriak Latif sambil mengetuk pintu di depan rumahnya.

Pintu pun terbuka melihatkan sosok wanita yang sudah rapi dengan Dress panjang yang berwarna abu-abu, apalagi rambut panjang yang di gerai menambah sosoknya menjadi seorang wanita yang cantik.

Latif yang melihat bundanya yang berdandan bak seperti Princess hanya melongo dan tak berkedip sekali pun.

Bunda Latif bernama Lena Maheswari seorang yang lemah lembut dan tanpa pilih kasih kepada anaknya.

Khem

Sebuah deheman dari seseorang membuat Latif menetralkan tingkahnya tadi.

"Gak usah lihat istri saya sampe kek gitu juga!" protes Papah Latif yang bernama Gibran Arkana Marcel.

"Eh ada papah,"cengir Latif sambil menggaruk lehernya.

"Ih idi pipih, emang kenapa kalo ada saya!" ejek Gibran pada anaknya itu.

"Heheh ya gak papa sih pah."

"Oh ya Latif mana kue pesanan bunda?" tanya Lena yang melihat Latif tak menenteng sebuah kue.

"Hah... Kue? Emang bunda pesan kue ya?" tanya Latif sambil menggaruk pelipisnya.

"Iya tadi kan bunda udah pesan sama kamu saat mau pulang sekolah mampir ke toko kue langganan bunda. Masa kamu lupa?" tanya Lena memastikan.

Latif mengangguk sambil tersenyum kecut.

"Makanya kalo di kasih amanah itu diingat, jangan yang diingat cuman cewek Mulu!" sinis Gibran.

"Iya deh pah, Latif emang salah," ungkap Latif dengan nada sedih.

"Nah gitu, jadi papah gak sia-sia didik kamu."

"Tapi bohong... bhakkk," canda Latif sambil tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Gibran hanya menatap tajam pada putranya itu, padahal lagi serius malah bercanda.

Latif minta maaf sambil menempel kan kedua telapak tangan di depan dada. "Heheh... Maaf pah."

"Udah dari pada kalian berantem mendingan salah satu dari kalian ambil kue yang di pesan bunda!" perintah Lena pada mereka.

"Eh... Kalo saya gak bisa," tolak Gibran halus.

"Kenapa pah?" tanya Latif penasaran.

"Emang kamu gak tau kalo papah habis pulang dari Singapura!" tegas Gibran.

Latif hanya ber"oh"ria saja. "Kalo gitu Latif dong yang harus ngambil?" tanya Latif sambil menunjuk dirinya dengan jari telunjuk.

"Iya!" jawab mereka bersama.

"Hmm... Ya udah deh." Latif kembali berjalan menuju motor sport merahnya.

"HATI-HATI DI JALAN!" teriak Lena pada putranya uang sudah mulai keluar dari gerbang.

Latif kembali membelah jalan kota yang sangat ramai di karena kan semua pegawai kantoran dan anak sekolah sudah pulang jadinya jalan sedikit rada macet. Untungnya Latif membawa motor sehingga di bisa keluar dari macet.

****

Akhirnya Agatha sudah rapi dengan Dress biru dengan rambut yang di kucir tak terlalu tinggi dan di balut dengan bedak tipis. Agatha turun dari kamarnya menuju ruang tamu di mana Glen sudah siap dengan kemeja hitam dan celana jeans biru.

"Gimana cantikkan Gue?" tanya Agatha yang merasa dirinya sangat cantik pada malam ini.

"Hmm... Gimana ya," ucap Glen sambil melihat Agatha dari atas sampai bawah.

"Perfect sih...." ujarnya jujur. "Ya jelaslah, bajunya kan yang milih Gue pasti Perfect!" sombong Glen sambil mengangkat kepalanya tinggi.

"Iya in."

Mader turun menuju ruang tamu yang sudah ada Glen dan Agatha.

"Yuk berangkat," ajak Mader pada mereka.

"Hayuk," ujar Agatha semangat.

"Lo kenapa semangat gitu kak?" tanya Glen.

"Semangat dong, kan kita nanti makannya gratis!" seru Agatha sambil tertawa.

"Eh iya juga," sahut Glen setuju.

"Hus... Kalian ini kalo soal gratisan aja no 1!" tegur Mader pada mereka yang selalu ingin yang gratisan, namanya juga warga+62.

"Iya dong Mader!" grutu Glen.

"Terserah kalian deh, yuk berangkat," ajak Mader pada anaknya.

Mereka pun berjalan menuju mobil untuk berangkat ke rumah teman nya Mader itu.

Akhirnya mobil yang dikendarai Agatha dan Mader sampai didepan gerbang kediaman Marcel, rumah yang begitu megah dan mewah membuat Agatha maupun Glen terpukau.

"Beneran Mader kita kesini?" tanya Agatha memastikan.

Mader mengangguk. "Iya, ini rumahnya. Kenapa emangnya?" tanya Mader yang sudah keluar dari mobil.

Agatha dan Glen pun keluar dari mobil dan menyusul Mader. "Ternyata temen Mader kaya juga," cengir Agatha.

Kemudian Mader menekan bel yang ada di samping gerbang itu dan keluarlah satpam yang mejaga.

"Permisi, bisa saya bantu Bu?" tanya satpamnya dengan ramah.

"Saya mau ketemu sama Bu Lena ada?" tanya Mader sambil menunjuk kerumah tersebut.

"Ada, apakah ibu sudah membuat janji dengan Bu Lena malam ini?" tanya satpamnya lagi.

"Iya," jawab Mader.

"Apakah anda ibu Dera?"

"Iya saya,"

"Kalau begitu silahkan masuk!" perintah satpam sambil membuka pintu gerbang itu.

"Makasih ya pak," ucap Mader sambil berjalan masuk dan di ikuti oleh ke dua anak mereka.

Mereka melewati halaman samping yang beralaskan rumput hijau yang sungguh terawat, apalagi dihiasi lampu lampu bulat di sepanjang halaman ditambah lagi ada kolam ikan yang berada tak jauh dari pintu masuknya.

"Glen, halamannya aja luas gini apa lagi dalamnya ya," ujar Agatha pada Glen yang sedang melihat-lihat area rumah tersebut.

"Bener banget kak!" jawab Glen setuju.

"Rumahnya kayak di TV-TV." Pikir Agatha.

Mereka sampai di depan pintu di kediaman keluarga Marcel, pintu besar dengan ukiran flora yang berasal dari bahan kayu jati dengan cat berwarna putih membuat Agatha dan Glen takjub seketika.

Tok...

Tok...

Tok...

Mader mengetuk pintu tersebut, kemudian keluarlah sosok cowok dengan stelan kemeja berwarna biru tua yang membuatnya terlihat tampan dan gagah. Agatha melongo, mulutnya terbuka sempurna. Glen yang melihat tingkah kakaknya itu sungguh lebay.

"Kak mulutnya bisa dikondisikan gak? Malu sama kakak ganteng yang didepan," bisik Glen dengan suara pelan, tapi bisa di dengar oleh Mader dan kakak yang didepan Agatha. Buru-buru Agatha menutup mulutnya yang sedari tadi terbuka. "Ah ... dasar mata gak bisa dikondisikan, kalo liat yang bening-bening langsung tak berdaya," cerca Agatha dalam hati.

Sedangkan kakak yang didepan mempersilahkan masuk ke dalam rumahnya. "Assalamualaikum, Lena!" salam Dera pada Lena.

Tante Lena yang tadinya berbincang dengan suaminya sekarang berdiri berjalan menuju Dera. "Waalaikumsalam, Der," sahut Lena sambil memeluk Dera. Mereka berpelukan cukup lama, ya di karena kan mereka sudah lama sekali tak berjumpa.

"Udah lama banget ya kita gak ketemu," ungkap Lena pada Dera dan melepas pelukannya.

"Iya."

Lena menengok ke belakang tubuh Dera, disana ada putra putri Dera yang sedang menyaksikan mereka. Lena tersenyum. "Ini anak kamu Der? Cantik-cantik dan ganteng-ganteng ya," puji Lena pada Agatha dan Glen.

"Makasih Tante," jawab Agatha dan Glen bersamaan.

"Iya dong bibitnya kan berkualitas," imbuh Dera dengan tertawa.

"Yuk duduk dulu," ajak Lena. Mereka pun mengiyakan untuk duduk di sofa yang empuk itu, namun Agatha tidak bisa duduk. "Ya kamu kok gak duduk?" tanya Dera yang melihat anaknya itu hanya berdiri.

"Gini, Mader Agatha kebelet nih!" resah Agatha sambil menahan sesuatu yang akan keluar.

"Yaudah bilang sama Tante Lena," bisik Dera.

Agatha mengangguk kan kepalanya, kemudian bertanya pada Lena, "Tante Agatha mau tanya boleh?"

"Boleh."

"Kamar mandi di mana ya Tante? Soalnya Agatha udah gak tahan!" lanjut Agatha yang sudah resah.

"Kamar mandinya ada dilantai atas, kalo di bawah lagi diperbaiki," jelas Lena. Agatha mengangguk dan langsung menuju lantai atas. Saat sampai di atas Agatha lupa bertanya di mana letaknya, dan dia harus berusa mencarinya sendiri padahal dia sudah tak kuat menahannya.

Namun saat sedang mencari pandangannya teralih kan sosok cowok yang tadi dia temui. "Gue hampir lupa kalo tadi ada kakak ganteng," ujar Agatha yang pandangannya masih tertuju pada cowok itu, cowok itu pun berjalan menuju Agatha berdiri.

Jantung Agatha berdegup kencang, tapi tak sekencang saat melihat hantu. "Aish ... Ini kenapa jantung Gue?" tanya Agatha pada dirinya sendiri dan dia sampai lupa kalo ingin ke kamar mandi. Langkah cowok itu mulai mendekat ke arah Agatha.

Cowok itu tersenyum pada Agatha. Agatha pun membalas senyumnya. Kemudian cowok itu berlalu turun ke bawah, Agatha masih memandanginya tanpa henti.

"Senyumnya cuman 10 detik, tapi ke ingat sampai berjam-jam," ungkap Agatha dengan senyum-senyum. Namun saat sedang menghalu dia merasakan ada yang akan keluar, buru-buru Agatha mencari kamar mandi.

"Kenapa tadi Lo gak tanya ke kakak ganteng tadi sih!" cerca Agatha pada dirinya yang masih mencari letak kamar mandi. "Wah ada bibi, tanya ah," sambung Agatha menuju orang tersebut.

"Permisi, Bi .... Mau tanya kamar mandinya dimana ya?" tanya Agatha.

"Oh kamar mandi ada .... " saat bibi sedang menjelaskan Agatha lagi-lagi tak konsen dengan apa yang di bicarakan oleh bibi, di karena kan oleh cowok tadi yang sedang lewat di samping mereka dengan membawa sebuah kertas yang begitu banyak. "Udah ya neng, bibi mau turun ke bawah mau nyiapin makan malam."

"Eh, ya ... Ya Bi," jawab Agatha yang lagi-lagi matanya tak bisa dikondisikan. Bibi berjalan menuruni tangga, Agatha baru sadar kalo dia masih tak tahu kalo bibi sudah turun ke bawah.

"Loh bibi mana?"

"Yah mana gue tadi gak denger lagu."

Agatha memutuskan untuk masuk di kamar yang berada tak jauh darinya, entah itu benar kamar mandi atau kamar orang. Yang pasti Agatha sudah tak tahan lagi untuk ke kamar mandi.

Agatha membuka kamar itu dan ya Agatha salah, yang dia masuki adalah kamar orang yang tak tau siapa. Kamar yang di desain cukup besar dan bercat abu-abu. "Besar banget kamarnya, kamar aku aja mungkin setengahnya!" lirih Agatha.

Namun saat sedang melihat-lihat, pintu yang ada di kamar itu terbuka melihatkan cowok dengan handuk melilit tubuhnya. Agatha melongo dengan apa yang dia lihat. "Kyaa!" pekik Agatha sambil menutup ke dua matanya.

Cowok itu pun kaget dengan teriakan Agatha. "Heh l ... O ... Lo siapa?" tanya Latif pada Agatha yang masih setia menutup matanya. "Perkenalkan, nama Agatha Aurelia, panggilan Agatha, kelas 10 IPS 2. Agatha murid FHS yang baru saja lulus MOS tadi sore dan Agatha pacarnya Sehun oppa," jelas Agatha.

Bibir Latif sedikit terangkat. "Oh nama Lo Agatha."

Agatha mengangguk. "Iya. Permisi kak atau pun om, udah pake baju belum?" tanya Agatha.

"Bentar."

Latif pun membuka lemari untuk mengambil celananya. "Udah belum sih kak atau pun om?" tanya Agatha lagi.

"Om ... Om gue masih muda gini dipanggil om!" gumam Latif yang merasa tak terima.

Bibir Latif kembali terangkat. "Udah nih, buka aja matanya." Latif menyuruh Agtah membuka matanya dan Agatha melakukannya. Pertama yang dilihat Agatha adalah perut Latif yang berkotak-kotak.

"Kyaa! Om bohong katanya udah!" bentak Agatha sambil menutup matanya lagi dengan kedua tangannya. "Agatha tadi liat roti tapi bukan sejenis sari roti, ada yang robek tapi bukan kertas!" sambungnya lagi.

"Eh Lo ngintip ya?" tanya Latif sambil memakai kemeja biru dengan ada tanya titik putih di seluruh kemejanya.

"Gak ya tadi itu gak sengaja!" sanggah Agatha. "Udah belum sih om?" tanya Agatha lagi.

"Udah."

"Gak tipu kan om?"

"Enggak!"

Agatha pun membuka mata sebelah kanan secara perlahan, dia was-was kalo ternyata dia di tipu lagi. Ternyata bener om tadi gak tipu lagi.

"Alhamdulillah," ucap Agatha bersyukur. "Auh ... Om kamar mandinya udah gak ke pake lagi kan?" tanya Agatha sambil berjinjit-jinjit.

Latif yang melihat tingkah Agatha hanya bodi amat. "Enggak," ucapnya dengan menghadap ke arah cermin untuk membenarkan kerah bajunya.

Agatha buru-buru masuk ke kamar mandi, namun hendak menutup pintu Agatha berkata, "Jangan ngintip, kalo ngintip dosa!"

"Idih siapa juga yang mau ngintip!" protes Latif pada Agatha.

Kemudian Agatha menutup pintu kamar mandi tersebut untuk segera menuntaskan nafasnya.

Akhirnya Agtah keluar dari kamar mandi itu. "Ah lega banget," ungkap Agatha.

Latif hanya geleng-geleng kepala, melihat tingkah cewek ini yang gak ada manis-manisnya.

"Eh kak Latif ya?"

"Baru sadar dia," gumam Latif berjalan menuju pintu untuk keluar kamarnya. Kemudian disusul oleh Agatha yang sudah berada di sisi samping Latif. Agatha melihat Latif. " ini beneran kak Latif?" tanya Agatha untuk kedua kalinya.

"Iya!" jawab Latif geram.

Agatha melihat Latif dari atas sampai bawah. "Gue emang ganteng, gak usah liat in Mulu tar ke gantengan Gue memudar," ungkap Latif Pede yang pedenya setinggi menara Eiffel.

"Idih ... Gak juga, masih ganteng Aa Sehun!" protes Agatha.

"Terserah,"

Mereka berjalan menuruni anak tangga yang terakhir dan disambut bahagia oleh kedua orang tua mereka. "Wah, kayaknya mereka udah kenalan tuh," ucap Gibran yang diangguki oleh mereka.

"Lah kita emang udah lama kenal pah," ujar Latif.

Mereka yang ada disana tersenyum bahagia. "Alhamdulillah, jadi gak usah kenalan lagi. Tinggal pelaksanaannya aja," jelas Lena bersyukur.

"Pelaksanaan?" tanya Agatha dan Latif bersamaan.

"Oh ya kalian belum tau ya," ujar Lena lupa. "Kasih taunya sambil duduk aja, yuk sini-sini," lanjut Lena sambil menyuruh mereka untuk duduk di sofa.

Mereka pun duduk di sofa. "Jadi bunda gimana?" tanya Latif yang sudah penasaran.

"Hmm ... Gini bunda sama Tante Dera udah sepakat kalo kalian bakalan di jodohin," jelas Lena dengan tersenyum bahagia.

"Hah ... Jo ... Jodoh?" tanya Latif yang terkejut, sebab dia tak di kasih tau sebelumya. Lena menganggukkan kepalanya. "Iya," jawab Lena.

"Sama si dia?" tanya Latif untuk kedua kalinya sambil menunjuk kearah Agatha.

"Iya nak Latif, kamu bakalan di jodohin sama anak saya," sahut Dera.

"Tapi Mader kok mendadak banget, lagian kenapa Agatha gak dikasih tahu sih?" tanya Agatha tak ingat akan percakapan Minggu lalu bersama Madernya.

"Agatha kamu kan udah Mader kasih tahu! Masa kamu lupa?" tanya Dera. "Terus kamu udah bilang mau gitu," sambung Dera untuk mengingatkan putrinya akan perkataanya Minggu lalu.

Agatha hanya cengengesan sambil menggigit kukunya. Dera dan Glen hanya menggelengkan kepalanya dengan tingkah Agatha yang suka lupa itu.

"Nah, nak Agatha aja udah setuju, tinggal kamu aja," ujar Gibran.

Latif mulai berpikir dengan otaknya. "Udah gak usah mikir, ini bukan ujian!" ejek Raga. Raga adalah kakak Latif yang sudah menikah dan OTW mau punya anak. Nama lengkapnya Raga Aksa Marcel. Bekerja di perusahaan Marcel yang di pimpin oleh Ayahnya.

Latif menatap Raga dengan tajam, setajam omongan netizens, sedangkan Raga langsung terkekeh melihat tatapan tajam Latif itu.

"Yaudah kalo Latif mau mikir, sok atuh mikir aja. Tapi jangan lama-lama, menunggu itu gak enak!" canda Gibran.

"Terserah pah!" pasrah Latif.

"Sambil nungguin Latif mikir, kita makan malam dulu yuk," ajak Lena pada mereka.

"Hayuk Tante!" ucap Agatha dan Glen semangat.

----

TBC.

BARU BISA UPDATE ಠಗಠ

MAAF YA(つ≧▽≦)つ

3.000 KATA LEBIH BUAT ILANGIN KANGEN KALIAN(✿^‿^). GAK

GIMANA KESAN KALIAN TENTANG PART INI?

KOMEN YA(≧▽≦)

MAKASIH!

Salam Author Alpenlibe