Chereads / The God Eater Hidden Hero / Chapter 5 - Masa Sekarang dan Lampau

Chapter 5 - Masa Sekarang dan Lampau

Hujan mulai turun di jalanan area hutan, saat kami tiba di tempat menakjubkan ini, aku hanya melihat ke arah kaca dinding tebal berlapis. Kurang dua jam lagi untuk kemungkinan terburuk asteoroid menghantam bumi. Di sini banyak orang ber jas hijau bermotid persis seperti yang dikenakan Iqbal, yang membedakan hanya warna saja. lalu lalang membawa kertas menumpuk melintasi lorong, sepertinya mereka sibuk. Iqbal membawa kami melintasi lorong bertepi, belok kanan menuju pintu berdinding besi. Kami tiba di depan pintu. Iqbal hanya mengacungkan gelangnya ke arah mesin samping kanan. Terbuka. Di dalam kami bertemu tiga orang yang sedang mendiskusikan sesuatu di meja monitor. Disamping mereka berberapa petugas sibuk memainkan monitor bergambar orbit bumi dalam matahari serta bulan dalam lintasan. Seperti sebuah hologram yang mengambang. Seorang pria berkulit putih dengan rambut hitam yang menggantung di mata kirinya. Dia memakai variasi dari Commander Uniform coklat, dimodifikasi untuk memiliki coattail yang melewati pinggangnya, dan dibiarkan terbuka untuk memperlihatkan kaus hitam yang dia pakai lengkap dengan jam sama persis dipakai Iqbal. Semua orang memakai gelang.

Pria kedua berkulit putih berambut hitam pekat dengan bola mata biru tua. berpakaian kemeja putih dibalut jacket kecil se-pundak berwarna hijau. Bercelana hitam dengan dua saku, dan sepatu bot pendek abu-abu gelap. Satunya lagi perempuan memegang tablet menggesekkan ke atas kebawah seperti sedang mencari sesuatu. Berkulit putih dengan rambut lurus bergelombang, berponi menggelantung di mata kanan, berpakaian putih sedikit ketat dengan sepatu kits warna coklat. Aku merasa perempuan ini mirip dengan pria berpakaian Commander Uniform coklat tadi. Ditengah diskusi rapat, Kami bertiga masuk ruangan dan membuat seluruh orang di ruangan itu menoleh ke arah kita. Khususnya Pria dengan kemeja putih ia melangkah mendekati kami. Tatapannya serius.

" Kau lama sekali Proffesor." Kata Pria itu.

Aku dan Zakky saling tatap. Proffesor?

Iqbal terkekeh. Aku menoleh ke arah Iqbal yang melambai-lambaikan tangan ke arah mereka. "Maksudnya apaan Bal? Prof?" Iqbal hanya tersenyum. "Kami menunggumu Prof, rapat akan segera dimulai, tapi mengapa kau malah terlambat. Jangan bercanda ini serius. Kau dari mana saja?" Kata pria kemeja putih marah-marah. Iqbal merasa tidak berdosa melambaikan tangan sedikit dibuat-buat. "Lan jangan marah dulu. Sorry-sorry aku tadi emang sengaja –" "APA!!" bentak pria kemeja putih. "Bisa-bisanya kau berbuat konyol sedangkan masa depan dunia dipertaruhkan dua jam lagi!!" Ia masih merah padam. Untuk usia mereka jika dilihat orang lain mungkin akan menganggap seorang ayah memarahi anaknya yang ketahuan bolos sekolah. Pasti kena marah abis. "Tunggu dulu orang belum selesai ngomong asal potong aja. Aku tadi ada urusan sebentar yang tidak bisa ditinggalkan, menyapa kawan-kawanku yang dulu pernah ku bicarakan pada mu juga Mahyan."

Pria itu melotot ke arah kami dibelakang Iqbal. Melihatku dari atas hingga bawah, juga Zakky. Kami berdua tampak seperti seorang pencuri yang tertangkap basah. Tidak meyakinkan. "Kawan. inikah yang kau katakan memiliki tingkat kecocokan terhadap sel oracle tinggi itu?" Iqbal mengangguk, tersenyum mengangkat bahu. "Kita buktikan saja."

Sekarang aku tahu. Dilihat dari gaya pakaian mereka sementara orang lain

mengenakan seragam resmi fenrir, Cuma empat orang ini yang mengenakan pakaian berbeda. mereka seorang petinggi fenrir.

"Hei hei apakah kalian sudah selesai ngobrolnya?" pria berpakaian Commander Uniform angkat bicara. Suaranya terdengar ramah. "Hohoho terima kasih menyelamatkanku Yan." Iqbal tersenyum menepuk pundak pria kemaja putih. "Oiya aku lupa." Iqbal berbalik arahku. "Mal, Ki. Kenalin itu Adlan." Iqbal menunjuk pria kemeja putih tengah berdiskusi. "Atau lebih tepatnya Copral Adlan. Dia pemimpin pasukan khusus dari timur saat ini. Sudah puluhan tahun ia menjabat bahkan sebelum aku tiba di sini. Yah orangnya agak sentimental gitu deh orangnya lu tau sendiri kan tadi. Dia orangnya berbakat untuk standar God eater." "Kalau yang itu," Iqbal menunjuk pria berpakaian Commander Uniform. "Dia Jenderal Mahyan, salah satu petinggi penting di bawah. Pengalamannya tidak diragukan lagi, lu harus tanya sendiri. Mungkin kalau dibilang orang terkuat atau paling berbakat di seluruh cabang fenrir. Mungkin itu dia."

Aku masih mencerna semua perkataan Iqbal entah nyata atau tidak tapi lebih mirip sebuah dongeng itu lah ini lah. Hadeh semoga aja ini kenyataan.

"Sekarang situasinya darurat, para petinggi akan rapat darurat. Sekarang lu Zakky terserah mau ngapain. Gua tinggal dulu yah, selamat bersenang-senang lu pasti takjub lihat semua teknologi di sini.'

"Tunggu dulu Bal, gua sampai sekarang masih nggak paham. Ini tempat apaan? God god apa tadi? Eter? Atau apalah itu, gua nggak tahu. Tapi sekarang kita butuh solusi Bal, diluar sana orang-orang panik, Papa Mama gua juga nggak tahu sekarang dimana. Terus lu juga ngapain bawa kita kesini tempah super duper gua nggak tahu apa ini. Gua juga baru tahu ada tempat di tengah hutan gini." Zakky cemas yang dari tadi ia tahan. "Semuanya aman Zak, semua udah diatur sedemikian rupa oleh kami. Seluruh warga sudah di evakuasi ke sebuah tempat yang kami buat. Seluruh orang, tanpa terkecuali. Satu jam kedepan asteoroid menghantam permukaan bumi. Tapi semua orang akan selamat. Karena semuanya akan berada di dalam perut bumi." Kata Iqbal tersenyum.

Perut bumi? Mustahil. Aku menggeleng tidak percaya.

Iqbal hilang dibalik pintu baja putih itu. Meninggalkan Aku dan Zakky di lorong kosong dengan seribu pertanyaan.

"Di perut bumi?" Zakky bertanya. "Kok gua merasa ini semua mimpi yah? Coba lu tampar gua, mungkin sekarang tubuh gua tidur nyenyak di kasur empuk memeluk guling, sedikit ngiler." Aku bengong, tertawa tertahan. "Apaan sih lu, gak jelas banget sumpah." Zakky menggaruk kepala tidak gatal. "Tapi yah gitulah lu tahu sendiri, gua mungkin sekarang bobok cantik gitu huhu." Aku menggeleng melangkah duduk di bangku samping. Zakky juga. "Kita lihat saja nanti Ki. Gua juga penasaran, apa ini semua hanya omong kosong belaka atau apalah. Apalagi orang-orang yang kulihat ada perbincangan serius. Gua juga nggak tahu sih, tapi mungkin menarik untuk dicoba. Dilihat dari struktur bumi bagian Mantel merupakan lapisan yang menyelubungi inti bumi. Mantel dan inti bumi dibatasi oleh Gutenberg Discontinuity. Mantel ini memiliki komposisi magnesium yang banyak (Mg) dan merupakan bagian terbesar dari bumi dengan 82,3% dari volume total bumi dan 67,8% dari massa total bumi. Wah setelah dipikir pikir besar juga ya bagian mantel bumi ini. Mantel bumi memiliki ketebalan 2.883 km dengan densitas sekitar 5,7 gr/cc di dekat inti dan 3,3 gr/cc di dekat kerak bumi. Mantel bumi dibagi menjadi dua yaitu mantel atas, dan mantel bawah. Mantel atas memiliki sifat plastis sampai semiplastis dan memiliki kedalaman 400 km. Mantel atas bagian atas merupakan alas dari kerak samudera yang bersifat padat, dimana mantel atas bagian atas ini bersama kerak bumi membentuk satu kesatuan yang bernama Lithosfer. Sedangkan mantel baigan bawah yang bersifat plastis dan semi plastis disebut Asthenosfer, apakah mungkin dihuni manusia." Terangku

"Hmmmmm. Iya iya Genius, aku coba mencernanya" Zakky manggut-manggut polos. Air liurnya menetes.

"Yahh malah gua ceramah." Aku menggaruk kepala. " Tapi menarik juga pendapat lu. Gua tertarik."

Aku melihat ujung lorong. Suara berdecit terdengar. Angin hilir di ruangan itu tenang. Penasaran kami membuat ide gila ini berlanjut. Aku mengerutkan dahi, berpikir sedikit lebih serius. Fenrir.Aku akui tertarik pada organisasi ini. berdiri sejak dahulu dan tidak diketahui orang-orang, apalagi mengetahui bencana masa lampau. Aneh. Aku kira teoriku ini hanya bualan pikiranku saja. Tapi ada yang lebih tahu, bahkan makhluk aragami atau apalah itu mungkin sejenis monster. Tapi seperti apa? Di dunia modern ini masih percaya monster? Ini semua lebih tepat seperti cerita dongeng sebelum tidur. Ada monster dan ada pahlawan. Dan pada akhirnya pahlawan membasmi monster. Dan cerita tamat dengan bumi yang selamat.

Aku berdiri. Melangkah mendekat memeriksa setiap inci ruangan ini. Menyentuh dinding. Texture dinding ini berbeda. beton baja berlapis, tapi ini lebih padat dan rapat seperti terpoles sempurna. Bukan ini bukan beton, seperti betuan granitik. Yah aku tahu betul bagaimana ciri-ciri batuan satu ini. Memang tidak wajar karena batuan ini hanya bisa di dapatkan di kerak bumi, lebih tepatnya kerak benua. Ketebalan rata-rata 45 km berkisar di 30-50 km dengan berat rata-rata 2,85 gr/cc. Tidak ada teknologi didunia ini yang mampu mengelola batuan ini. Yang lebih parahnya, tempat ini secara keseluruhan adalah batuan granitik. Dari mana mereka mendapatkan batu sebanyak ini dan selama ini aku tidak pernah dengar berita tentang pengambilan batu ini.

"Menarik." Aku tersenyum tipis.

Aku mendekati sebuah pintu paling ujung kiri. Berjongkok menyentuh sekitarnya, seperti seorang anak kecil yang penasaaran pada mainan baru. "Lu ngapain sih Mal? Hadeh kebiasaan" Zakky berdiri dari kursi, memasukkan tangan ke saku celana. Mukanya kelihatan masam. "Lagi jongkok." Jawabku asal tidak memperdulikan Zakky. "Kalau itu gua nggak tanya woi. Maksud gua lu lihat-lihat dinding buat apa? Senyum-senyum sendiri lagi. Kayak ada yang aneh gitu menurut lu?"

Entah kenapa saat ini aku begitu konyol.

"Ehem.." Aku masih serius. "Itu lift Mal. Masak lu nggak tahu. Kalau nggak percaya coba berdiri depan pintu tuh" Zakky kembali duduk bersandar di tembok, memejamkan mata.

Aku berdiri di depan pintu.

Pintu itu terbuka. Aku manggut-manggut. "Dasar norak." Zakky terkekeh. Aku hanya bisa bengong sambil ditertawai Zakky di pojokan. "Penasaran boleh, tapi jangan jadi kayak orang bodoh." Tambah Zakky. Aku mundur pintu itu tertutup. Seperti lift biasa. Tidak ada yang spesial. Aku merasa parno

Sejak usia enam tahun rasa penasaran ingin tahu ada. Saking parahnya saat itu pertama kali kenal kucing. Kucing milik pamanku, paman Ben adik Mama. Kucingnya lucu banget dengan bulu putih bening. Pupil matanya berwarna kuning ke merahan. Bulunya halus seperti memegang selimut kain woll. Karena aku laki-laki dan saat itu usiaku merupakan ancaman terbesar kaum kucing. Bulu yang awalnya halus berubah rontok karena ulahku. Aku remas tubuh kucing, aku peluk dengan hangat. Awalnya seperti memeluk gemas. Lama kelamaan seperti menjepit. Berlarian ke area taman rumah. Mengejar kucing putih. Kucing itu mengeong sambil lari. Seperti bilang bahwa "please aku masih ingin hidup. Tolong!! Siapa sih yang bawa anak kecil ini." Aku tertawa mengejar. Terjatuh, bangkit, kejar lagi. Ke bawah meja taman. Masuk rumah. Naik tangga. Paman yang melihat tingkahku tertawa gemas. Begitu juga Bibi yang tengah menyiapkan makanan di dapur awalnya terkejut kalau aku berlarian mengejar kucing di dapur. Menabraknya, bangkit lagi tertawa lanjut mengejar. Bibi hanya geleng-geleng tersenyum melihat tingkah keponakan kecilnya.

"Aku. Hati-hati jangan lari gitu. Kasihan Bibi bingung gitu." Kata Mama melihatku yang saat itu duduk di teras rumah dengan Paman Ben. Membincangkan sesuatu. "Kucingnya lucu Ma. Aku penasaran. Makanya aku kejar." Kataku membantah. "Penasaran gak papa sayang, tapi jangan disakiti kucingnya ya." Mama menjelaskan. "Aku nggak nyakitin kok Ma, Aku kan anak baik." Paman Ben hanya tersenyum ramah padaku. Ia mendekatiku, berjongkok, mengacak-acak rambut halusku. Mencubit pipi nyemplukku, mencium pipi putih halusku. "Boleh Mal, kamu bermain sepuasmu terserah di bawah. Paman nggak melarang, kamu anak yang unik. Ketika anak-anak seusia kamu bermain karena senang. Tapi kamu malah penasaran. Bagus. Kalau kamu mau kucing atau apa tinggal minta Paman pasti Paman beri. Kecuali kalau paman punya ya." Paman Ben tersenyum, kumis tipisnya terlihat begitu berkesan ketika bertemu. Terasa ramah. "Makasih Paman, hmmm paman tadi bilang Aku boleh bawa kucing, kalau begitu Aku mau tiga kucing!" Aku tersenyum sipit. Pamanku tertawa mengangguk. Mama menghela napas, meminum teh hangatnya. "Satu saja ya sayang. Kalau udah besar nanti kamu punya tiga boleh." Nego Mama.

Aku menggeleng kencang. " Tidak boleh. Aku maunya tiga." "Nanti siapa yang merawatnya? Aku?" tanya Paman. "Mama." Jawabku pendek. Paman tertawa terbahak-bahak. Mama hanya bisa pura-pura tersenyum. Aku tersnyum lebar, gigi mungilku terlihat. Dan itu berarti keinginanku tidak dapat ditawar lagi.

Tiga tahun berlalu. Ke-tiga kucingku sudah besar. Si putih, orange, abu-abu. Mama yang merawat mereka. Aku hanya ditugasi memberi mereka makan dua kali sehari. Untuk urusan lainnya itu Mama. Tanpa mengeluh sedikitpun padaku. Aku memang penasaran, aku juga serakah. Itu yang mungkin ada dalam diriku sejak kecil.

***

JESST..

Pintu Lift sebelah kiri terbuka. seorang keluar. seorang pria muda dengan rambut pirang dan mata abu-abu yang serasi, mengenakan jaket dengan lengan setengah panjang, busur merah tipis yang melekat pada ritsleting depan, serta kemeja kancing putih dan kardigan ungu di bawahnya, kerah hitam dengan gesper emas di lehernya, dan celana panjang dan sepatu bot yang kokoh. Pakaian keseluruhan hitam, dengan aksen emas. Pria itu melangkah, melihat ke arahku. Tatapannya sinis. Seperti merendahkan. Aku benci tatapan orang ini. Ia melangkah melewati kami berdua. Hanya Zakky yang membalas tatapan sinisnya juga dengan tatapan sinis. Zakky tak takut. Pria itu menoleh mengabaikan menuju pintu utama, melambaikan tangan ke alat pendeteksi. Pintu itu terbuka. Sekilas kami melihat banyak orang mengerjakan sesuatu, suasana ramai. Banyak orang sedang berkumpul membincangkan sesuatu yang entah kami tidak bisa dengar. Segelintir orang mengenakan jam tangan hitam itu.

"Ada yang aneh gak sih?" tanya Zakky mulai berdiri. "Entah. Gua nggak tahu. Tapi sepertinya orang-orang yang mengenakan jam tangan yang Iqbal kenakan bukan sembarang orang. Seperti orang tadi." Aku menjawab. "Maksud lu orang sok keren yang tadi lewat? Jijik gua lihatinnya." Zakky mendengus kesal. Aku hanya sependapat memang tatapan pria tadi kurang bersahabat, entah itu benar atau salah aku tidak tahu, lagian kami disni masih belum genap satu hari. Satu jam saja tidak.

"Gua mau kesana. Cari tahu sebentar. Gua nggak betah nunggu Iqbal."

"terserah lu Mal. Gua tunggu di bawah"

Belum genap langkahku memasuki pintu. Pintu itu terbuka. Seorang gadis berkulit putih berambut merah ke coklatan dengan seragam khas mereka kuluar sambil membawa tablet tipis ditangannya, berdiri di depanku.

"Akmal dan Zakky? " prempuan itu berkata. Aku mengerutkan dahi. Siapa lagi ini yang datang. "Iya ada apa?" Di Zakky menjawab. Prempuan itu sedikit memiringkan kepala, wajahnya fokus melihat Zakky. Menyentuh tablet-nya, menggeser layarnya. Seperti mencari sesuatu. Kembali mendongak sekarang melihatku. "Aku." Aku berkata dahulu sebelum tatapan super fokusnya mengintrogasiku. Ia kembali menyentuh tablet-nya.

"Dr. Sakaki menunggu kalian. Ada yang ingin ia bicarakan. Silakan ikuti saya." Katanya sebelum meninggalkan kami kikuk dengan sejuta pertanyaan. " Tunggu dulu. Kita akan ke mana?" aku bertanya. "Saya hanya diberi tahu untuk memanggil kalian. Selebihnya saya tidak tahu. Jadi simpan pertanyaan kalian, lebih baik tanyakan pada Dr. Sakaki" Prempuan itu menjawab ketus. Aku mulai sebal. Sebenarnya semua orang di bawah apakah tidak punya etika? Menyebalkan sekali. Aku mendengus kesal. Ia melangkah meninggalkan kami. Zakky menepuk bahuku, "Gua juga kesal Mal, santai aja jangan dimasukin ke hati lu" Zakky mengikuti prempuan itu. Aku menelan ludah, bergegas mengejar Zakky. Kami dibawa melewati berberapa lorong kosong yang ada hanya dinding granitik dimana-mana. Berbelok ke kanan, sampai di perempatan jalan. Kami belok kanan. Di ujung ada dua orang berjalan melewati kami. Mereka sedang berbincang melintas melewati kami. Di ujung lorong pintu berukuran 2x3 meter abu-abu nampak. Perempuan itu menggeser tablet dan tepat diujung jarinya terdapat sebuah hologram. Seperti mengambil gambar dalam ponsel. Mengarahkan ke arah alat pendeteksi. Pintu terbuka.

Ruangan ini tidak terlalu sempit, aku menoleh memperhatikan sekitar. terdapat dua jalur persimpangan, ada dua ruangan disebelahnya. Di depan, kaca berukuran 4x5 persegi seperti laboratorium kaca berlapis baja, didalamnya terdapat sebuah kotak kaca isinya seperti gumpalan lendir hitam. Aku tidak tahu apa itu. disekitarnya banyak sekali kotak kaca berisi cairan hijau, kuning, merah. Aku juga tidak tahu semua itu apa.

"Ohh kalian sudah datang. Aku sudah menunggu." Sapa seorang pria keluar dari ruangan sebelah kanan. berambut abu-abu, berkacamata. Mengenakan pakaian seperti jubah putih dengan motif kotak-kotak di sekitar kera. Matanya sipit. Tersenyum ke arahku.

Aku hanya diam tidak membalas.

"Ini mereka Dr. Sakaki. Zakky dan Aku." Kata perempuan itu. "Terima Kasih Hybra." Prempuan itu mengangguk pamit. Kebelakang, meninggalkan kami. Dr. Sakaki mengelap tangannya dengan sapu tangan. Sepertinya habis cuci tangan.

"Untuk apa memanggil kami?" Zakky memulai pembicaraan. Nadanya terdengar sedikit tidak sopan untuk seseorang yang pertama kali bertemu. Tapi Dr. Sakaki tidak keberatan sepertinya ia terbiasa berbicara dengan logat anak zaman sekarang yang bisa dibilang kurang etika saat berbicara pada orang yang lebih tua. Dr. Sakaki hanya tersenyum manis. Dengan mata sipitnya. Meletakkan sapu tangan ke kantong jubahnya. Melangkah duduk di kursi sofa. "Duduk lah? Aku akan sedikit berbincang." Jawab Dr.Sakaki. kami berdua menurti katanya. Duduk di sofa dengan bulu halus abu-abu. Duduk di sofa ini seperti dipijat dengan perlahan. Nyaman dan hangat. Aku baru pertama kali merasa senyaman ini. Sofanya bergetar pelan tapi tidak mengeluarkan bunyi apapun, terasa ada gelombang santai menyentuh tubuhku. Ku luruskan kakiku. Kusandarkan kepalaku sedikit mendongak. Benar-benar kenyamanan yang haqiqi. Aku menoleh. Zakky juga merasakan hal demikian. Ia sibuk memainkan tangannya. Aku menghela napas. " Bagaimana menurut kalian, tentang teknologi sofa 4.0 versi penyempurnaan. Terasa relax, santai?" tanya Dr.sakaki. "Kalau boleh jujur sih, boleh juga sofa ini. Beli dimana?" aku menjawab asal. Masih sibuk menikmati sensasi yang diberikan sofa canggih ini.

Dr. Sakaki terkekeh pelan. "Kami membuatnya. Di sini semua peralatan canggih dibuat, bukan membeli. Jika diketahui kemajuan teknologi manusia dipegang fenrir. salah satunya sofa itu. meskipun masih dalam pengembangan tapi tidak buruk. Di dunia luar hanya ada sofa kaku dengan lapisan biasa. Tidak ada yang spesial." Aku tertarik. Ini coma sofa yang membuatku tertarik. Lebih-lebih aku belum mengetahui alat-alat apa saja yang jauh lebih mutakhir. "Kalau boleh tahu semua bahan pengembangan di sini dari apa?" Zakky bertanya. "Aragami dan virbranium" jawabnya singkat. Ok, ok aku mulai menelan mentah cerita ini lagi. Yang pertama Aragami. Yang katanya itu monster muncul dari ledakan meteor karena tumbuhnya molekul unsur zat baru dan membentuk suatu organisme. Tapi ini katanya sih. Dan aku masih belum mempercayainya. Yang kedua virbranium. Ini apa lagi ceitanya. Jangan bilang kalau ini sejenis manusia spesies lain yang juga tumbuh dari hasil pecahan asteoroid itu. dan memiliki sesuatu kekuatan khusus. Lalu organisasi ini memanfaatkan kekuatan tersebut untuk menciptakan benda-benda super canggih di sini. Mungkin.

" Wow tunggu dulu. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Mungkin aku bisa menjelaskan apa yang menjadi pertanyaan kalian." Aku bengong. Cerita apalagi ini yang harus aku dengar. Semuga aja tidak membosankan. "Ini bukan tentang ceita dongeng atau cerita pengantar tidur. Tapi ini fakta. Aku tidak akan menceritakan sesuatu yang itu tidak ada kenyataannya. Percuma." Dr. Sakaki tersenyum. Aku terkejut dengan orang ini. Apakah ia bisa membaca pikiranku? Atau karena mimik wajahku yang tersirat bahwa aku memikirkan sesuatu? Aneh.

"Ini berawal 2 juta tahun yang lalu. Jauh dari peradaban dunia ini. Bongkahan asteoroid tiba menghantam bumi. Saat itu masih tidak ada manusia. Melainkan masih zaman nesozeikum. Zaman binatang purba.-" Dr. Sakaki mulai bercerita.

Pada dahulu kala, jauh dari peradaban. Sebelum aksara ada. Sejak makhluk berukuran raksasa hidup. Zaman berlakunya hukum rimba. Yang lemah akan mati, yang kuat akan bertahan. Itulah masa yang sering kita sebut dengan zaman purba, atau zaman dinosaurus. Berlangsung selama 136 juta tahun yang lalu. Saat dimana tumbuhan tumbuh minimal setinggi pohon kelapa. Makhluk bergigi tajam sebesar telapak tangan orang dewasa jika diukur. Begitu mematikan. Makhluk paling besar seperti Si leher panjang yang kalau diukur setara dua bus dua tingkat ditumpuk jadi satu. Yah kalian bisa bayangin. Belum lagi panjang lehernya. Jerapa kalah. Disebutkan dalam sejarah bahwa era zaman dinosaurus punah karena hantaman dua asteoroid. Daerah bernama Chicxulub di Meksiko diperkirakan menjadi lokasi jatuhnya dua asteroid tersebut. Namun sayang itu hanya sebuah hipotesis dan kebetulan terjawab oleh bukti-bukti yang ada. Tapi sebenarnya bukan itu penyebabnya.

Zaman Dinosaurus punah karena tumbuhnya spesies baru yakni aragami hasil dari pecahan asteoroid. membentuk suatu zat baru dan tersusun sebuah sel oracle dan selanjutnya membentuk suatu organisme. Aragami. Bentuk yang menyerupai hewan dinosaurus. Aragami memiliki nafsu makan yang luar biasa. Memakan apa saja. Aragami dan dinosaurus saling mangsa. Hingga berguguran spesies demi spesies hingga pada akhirnya punah. Saling membunuh satu sama lain. Proses pertama tumbuh aragami berukuran kecil seukuran kuda. Memangsa hewan-hewan kecil. Lalu sedang, dan kemudian muncullah aragami tipe besar seukuran gunung. Memusanahkan beragam spesies darat maupun laut. Semua musnah. Menyisakan berberapa spesies bertahan hidup yang sekarang tulang belulangnya dapat kita temukan di museum. Itu semua hanya sebagian kecil bertahan hidup. Masih ada berjuta-juta spesies tidak diketahui karena habis dimakan aragami. Hanya makhluk hidup aragami juga menghabiskan bahan non-material. Semuanya habis. Pada zaman ini. Bumi hancur berantakan bagaikan neraka dengan hadirnya aragami.

Kejadian setiap 2000 tahun sekali sejak kedatangan asteoroid pertama. Disusul hantaman asteoroid kedua, dan begitu seterusnya setiap 2000 tahun berganti. Perubahan zaman ke zaman setelah 2000 tahun datang asteoroid menghabiskan permukaan bumi hingga rata dengan tanah. Saling memangsa aragami saat tidak ada lagi yang akan dimangsa dan pada akhirnya tersisa satu aragami. Dan akhirnya mati, bumi kembali aman. Memulai sebuah peradaban yang baru. Mungkin ini adalah rencana tuhan untuk memulai peradaban baru. Seperti saat ini.

Seseorang tahu akan kebenaran adanya aragami ini. Seorang ilmuwan. Karena merasa ada suatu hal janggal tentang musnahnya zaman dinosaurus hanya karena hantaman asteoroid. ia beranggapan dari mana semua orang tahu akan musnahnya zaman dinosaurus hanya karena asteoroid ini, sedangkan pada saat itu hanya berupa hipotesis dan dikaitkan dengan bukti permukaan bumi. Semua orang mempercayainya. Tapi ia tidak. Ia justru meneliti dan menemukan berberapa bukti bahwa penyebab punahnya dinosaurus bukan karena asteoroid tapi karena ada fenomena unik. Saling memangsa dengan spesies lain yang tidak teridentifikasi sebenarnya ini makhluk apa. Yang jelas semua lenyap begitu saja. Seperti terlahap sesuatu dan ia yakin seratus persen, di dunia ini kita tidak sendirian. Ada makhluk lain yang setiap saat pasti datang pada waktunya. Seperti sebuah makanan. Mereka mendatangi makanan yang dulu ia makan bersih. Yang tersisa sekarang hanya nampan berisi makanan segar hasil menunggu. Nampan bersih yang terisi kembali.

Ia menyiapkan segala cara yang dibutuhkan umat manusia menghadapi bencana tersebut. Pengumpulan material terkuat. Pencipta teknologi paling mutakhir sepanjang sejarah manusia. Mendirikan sebuah organisasi rahasia. Hanya pemerintah dan para petinggi dunia yang tahu betapa mengerikannya bencana ini. Tersebar di seluruh penjuru dunia. Membuat pasukan khusus anti aragami mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang akan datang di masa depan. Pengembangan sel hingga menciptakan sel mirip oracle dengan bantuan teknologi ia sukses menciptakan sebuah perlawanan terakhir manusia. God eater.

Namun ia sedikit salah perhitungan. Kemunculan aragami lebih cepat yang tidak ia bayangkan sama sekali. Sebuah partikel aneh tiba-tiba muncul entah karena apa. Membentuk aragami berukuran kecil. Meski kecil dampak yang diakibatkan sangan serius bagi dunia. Kebocoran informasi tentang munculnya makhluk lain menyebar dimana-mana. Pemerintahan dunia tidak tinggal diam. Mengumumkan dengan tegas keadaan darurat. Menghapus segala sumber berita berkaitan dengan makhluk itu. pihak fenrir menjadi sasaran empuk imbas perbincangan. Dewan pemerintahan mempertanyakan usaha fenrir. tidak tinggal dia fenrir menerjunkan pasukan unit pembasmi aragami. Pada saat itu fenrir hanya ada satu. Dalam keadaan super terbatas pasukan pembasmi aragami berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, walaupun harus di bayar dengan tewasnya berberapa anggota god eater. Pengembangan fenrir masih berkembang sampai detik ini. Ilmuwan yang menggagas berdirinya fenrir adalah Gilbert Einsten.

Banya orang tidak tahu akan hal ini. Tapi ini nyata. Terbukti karena sampai saat ini fenrir adalah perlawanan terakhir umat manusia pada aragami. Rencana tuhan menghabisi umat manusia.

***

God eater pertama, Amamiya Ivan. Tahun 1630 bertugas di meksiko untuk serangan aragami tipe sedang. Saat itu masa pertama kali uji coba penanaman sel oracle pada manusia setelah melalui tahap penerapan. Kesuksesan program god eater pertama disambut langsung oleh serangan aragami di meksiko. Gilbert Einsten selaku direktur pertama fenrir yang bermarkas pusat di Antartika mengambil tindakan langsung. Tidak serta merta langsung menerjunkan God Eater, tapi mengerahkan seluruh tim pertahanan, dikirim menggunakan portal black hole ciptaan Gilbert semacam alat teleportasi ke belahan dunia. Pasukan bersenjatakan bias vektor mulai menyisiri daerah tersebut. Daerah terpencil dengan keadaan yang rusak parah akibat aragami. Pasukan pertahanan di komandani langsung Gilbert. Memerintahkan untuk membagi tim menjadi tiga, memencar mencari ke arah yang berbeda. perkiraan aragami yang diburu sekitar 8-9 tipe kecil dan 3 tipe sedang. Kelompok satu memeriksa bagian saluran perairan bawah tanah, kelompok dua bertugas menelusuri bangunan stadion, kelompok terakhir bertugas menjaga area diantara keduanya. Untuk mencegah ada aragami yang membantu. Tim pertama diserang aragami tipe kecil berjumlah 6 ekor. Baku tembak terjadi di areal perairan bawah tanah. Tim kedua juga di sambut 3 aragami tipe sedang. Baku tembak terus terjadi. Senjata yang dilengkapi bias vektor mampu berkerja pada aragami. Berberapa aragami tumbang. Tapi kelemahan senjata ini tidak menyebabkan efek memastikan bagi tipe besar, melainkan hanya menumbangkan untuk tipe kecil dan sedang seperti kongou. Beruntungnya dalam penyerangan ini disebabkan aragami tipe kecil dan sedang, bukan tipe besar.

Tim pertama mampu membasmi aragami, mengetahui hal itu tim ketiga langsung menyusul tim kedua untuk membantu menyelesaikan aragami tipe sedang di area stadion. Tim kedua sudah mengkonfirmasi datangnya bala bantuan, tugas mereka hanya menahan sampai bala bantuan datang. Melawan aragami tipe kongou bukan hal yang sulit, tapi juga bukan hal yang susah. Bias vektor berfungsi sedikit terhadap kerasnya kulit aragami ini. Memiliki bentuk seperti gorila besar dengan kulit emas menyala, kedua tangannya lebih besar ketimbang kedua kakinya. Memiliki wajah rusak dengan mulut besar bergigi tajam. Bagian punggung ada semacam kerak baja, menurut informasi. Bagian punggung keras itu bisa mengeluarkan dentuman angin kengcang. Ditambah kecerdasan menghindar setiap serangan menjadikan aragami ini begitu menjengkelkan.

Dua menit menunggu sambil bertarung. Tim tiga datang. Membantu tim dua. Melemparkan geranat kejut. Tiga kongou linglung seperti bangun tidur. Darr!! Tembak tim dua dan tiga. Ketiga kongou dihujani peluru. Mereka berlindung, melangkah mundur. Gill memerintahkan untuk menyerang dari sisi yang berbeda. kedua tim memencar membentuk serang dari dua sisi. Perlahan-lahan kulit kongou mulai tertembus peluru. Bercak darah keluar. Salah satu kongou berteriak mengaung ingin menembakkan meriam anginnya tapi digagalkan oleh lemparan geranat kejut. Kedua tim tidak memberi jeda bernapas untuk ketiga aragami ini. Tidak bisa menyerang dan hanya bisa bertahan. Ditambah lagi lemparan geranat kejut yang dibuat khusus untuk aragami. Satu kongou tumbang. Satu kongou lagi mencoba melarikan diri dengan cepat menjauh dari serangan hujan peluru. Sebagian tim dua mengejarnya. Satunya lagi sedikit demi sedikit mulai tumbang. Dan akhirnya tumbang.

Kongou yang satu lari ke arah lembah jurang. Terjun menyusuri area rawa rusak. Tim dua mengejar. Terjun ke rawah itu. mencari kongou. Tanah yang becek dan lembab. Pohon pohon yang rusak tumbang. Tim kedua mencari jejak dari pohon yang tumbang, seperti ada sesuatu melawatinya. Ditambah tanah becek ada bekas langkah. Mengarah ke goa.

Tim satu tiba di area stadion. Mengecek sekitar bagunan, menulusuri bagian-bagian kosong. Apakah ada aragami yang masih tertinggal. Gilbert menyuruh tim satu dan tiga untuk bergegas menyusul tim dua karena ia merasa ada yang tidak beres dengan area itu. tim dua melaporkan situasi mulai hujan, rintikan turun satu persatu hingga akhirnya hujan deras menggiur bumi. Tahan dan sekitar becek. Gilbert menyuruh tim dua untuk stay di depan gua, menunggu pasukan tiga dan satu datang membantu. Karena menurut sensor pusat kongou yang lari tidak terdeteksi lagi, seperti hilang dengan sendirinya. Tim dua menyutujuinya, menunggu di salah satu pohon besar untuk berteduh. Menyiapkan persenjataan, mengobati anggota yang terluka, bersiap siaga pada tanda-tanda aragami tambahan.

Lima menit menunggu. Gabungan tim telah datang. Menginformasikan pada pusat kalau semua baik-baik saja. Semua tim sudah tahu didalam gua bukanlah aragami kongou mungkin lebih tepatnya sebuah aragami yang tidak terdeteksi atau bisa saja sesuatu yang lebih mengerikan ketimbang vajra. Makhluk seperti singa raksasa seukuran gedung, dengan taring runcing, tubuh super tebal dilengkapi cakar raksasa. Yang lebih mengerikannya lagi bisa mengeluarkan petir menggelegar dalam radius berberapa meter mematikan. Gerakannya yang lumayan lincah membuat pasukan pertahanan lebih baik mundur daripada melawannya. Gilbert mulai memerintahkan seluruh tim untuk maju. Mendekati mulut gua setinggi 4 meter dengan lebar 3 meter. Menurut informasi sementara ini tidak muncul tanda-tanda aragami. Bau hujan yang khas ditambah nuansa goa yang gelap tanpa penerangan. Seluruh tim menyalakan lampu senter. Meju dengan perlahan dengan posisi siap ke segala arah. Memperhatikan sensor teropong senjata dengan seksama. Dua meter dari mulut goa. Masih tidak ada. Semua tenang. " Tidak ada tanda-tanda, lokasi perkiraan aman." Lapor ketua tim. "Jangan dipaksakan, jika tidak ada aragami segera kel-" "Tunggu!! Aku mendengar sesuatu." Salah seorang memberitahu. Mengarahkan senternya ke arah sumber bunyi. Menelusurinya. Pada jalan lurus, berbelok ke kanan dalam persimpangan. Seperti sumber bunyi ini bergerak menjauh. Tidak tetap pada satu titik. Hingga pada akhirnya di ujung jalan buntu bunyi itu menghilang. Memeriksa di segala penjuru, pas di pojok ruangan ada mayat besar berwarna kuning, dengan bercak darah dimana-mana. Kulitnya sobek seperti ada yang menerkam. Tergeletak tak berkutik, wajah rusaknya seperti habis di mutilasi. Semua terpaku pada kengerian ini. Suara itu tiba-tiba datang kembali, suara yang terdengar seperti orang yang sedang bernapas kencang, mendesis. Sontak kaget mengarahkan ke depan. Sesosok makhluk bertubuh besar, membungkuk mengacungkan sebuah pisau ungu menempel di sebelah kedua tangan. Wajahnya mengerikan dengan postur kepala menonjol ke belakang. Giginya terancung runcing di setiap selanya. Warna tubuhnya gelap seperti hantu di film horror.

Semuanya menembak, makhluk itu menghindar dengan gesit. Pedang yang menempel ditangannya mampu manangkis peluru yang ditambakkan. Meloncat kesana kemari, keatas kebawah. Seperti sedang menari dalam loncatan mengarah ke pasukan. CRES!! Pedang itu memotong tubuh prajurit menjadi dua. Meloncat kesamping untuk menghindari serangan, kembali berlari ke langit-langit goa. Gesit sekali. Tubuhnya tidak menjadikan lambat menghindari setiap serangan. Keadaan tidak menguntungkan untuk tim pertahanan. Ketua mengetahui hal ini, menyuruh lekas keluar dari area ini sambil tetap menembaki sasaran.

Makhluk itu melompat lagi ke arah pasukan. CRESS!! CRESS!! Dua anggota lagi terbelah menjadi dua bagian. Darah mengalir segar ke mana-mana. Geranat kejut dilemparkan. Menyebabkan seisi ruangan itu terang benderang. CRESS!! Satu lagi tumbang. Nampaknya geranat kejut tidak mengefek. Menyebalkan. Ketua tim mengumpat sambil terus menembaki. Melewati persimpangan, belokan, jalan lurus dan pada akhirnya sampai tiba di jalan awal masuk tadi. Melangkah sedikit cepat dari berberapa meter mulut goa. Empat anggota tewas. Semua anggota menggidik ngeri melihat kejamnya makhluk ini. Mendapat laporan aragami yang tidak terdeteksi tipe berapa Gilbert menyuruh seluruh tim untuk bertempur di luar goa. Dilihat dari sepesifikasi aragami satu ini mampu bergerak cepat dalam kegelapan, ditambah warna tubuh yang menyatu dengan warna goa, bergerak tanpa terdengar suara. Jalan satu-satunya ialah keluar dari goa. Tempat itu lebih menguntungkan daripada bertempur dalam goa. "Oi Gilbert. Jika kau membiarkan mereka tanpa ada God Eater, firasatku mereka takkan kembali utuh. Tapi itu terserah padamu." Sapa seseorang berambut putih mengkilap, bermata biru mengenakan hoodie biru gelap, di bawahnya dia mengenakan kemeja kuning setengah terselip dengan dasi hitam. Dia memakai sepatu bot biru dan celana kargo hitam dengan beberapa jenis rantai yang melekat padanya. Mengganggu suasana ketegangan di ruang monitor. Semua orang menoleh, termasuk Gilbert. "Aku tidak akan menugaskanmu karena proyek God Eater masih dalam percobaan, meskipun aku tahu perkembanganmu dengan God Arc sangat berkembang. Tapi tidak serta merta kau akan ditugaskan langsung. Ivan" Jawab Gilbert tegas. "Itu semua terserah padamu Gilbert, aku tidak peduli. Apapun aragaminya tidak akan musnah tanpa God Eater." Ivan berbalik memasukkan tangan ke saku hoodie. Meninggalkan ruangan itu. Gilbert berpikir, wajahnya sedikit khawatir. Menggigit bibir. Ia tahu betul kalau proyek God eater ini sangatlah penting. Karena inilah satu-satunya perlawanan terakhir umat manusia. Disisi lain ia juga resah jika membiarkan makhluk itu bergerak leluasa di luar sana akan menjadi masalah serius untuk kedepan. Pilihannya sekarang hanya satu.

"Ivan!" Kata Gilbert menghentikan langkah Ivan. Ia berhenti. "Terjun dan habisi semuanya." Perintah Gilbert. Semua orang tertegun pada ruangan itu. mempertanyakan konsekuensi kalau gagal pada akhirnya. Tapi itu tidak masalah bagi Gilbert. Ia sekarang hanya menjalankan tugasnya sebagai Komandan saat ini. Membantai aragami. Ivan tersenyum tipis. "Dasar kakek tua menyebalkan." Kata Ivan berbisik. Pergi meningglkan ruangan.

"Laporkan situasi!" kata Gilbert pada layar monitor. Pasukan masih mencoba keluar dari goa itu. bergerak mundur secepatnya sambil menghujani peluru. Makhluk ini sejak tadi tidak tergores sedikitpun, semua tembakan meleset karena kecepatan dan kelincahannya. Meloncat kedinding dan langit langit layaknya cicak yang bisa menempel. Ditambah lagi serangan super mendadaknya selalu berhasil mengarah ke prajurit, memotongnya menjadi dua. Semua tembakan hanya untuk mengulur waktu agar sampai keluar goa. Tersisa hanya tiga anggota berserta ketua Tim, menghindar setiap serangan makhluk itu bukanlah hal yang mudah. Bergerak zigzag adalah salah satu cara yang berhasil. Hingga satu meter jarak untuk keluar goa. Melemparkan geranat kejut dan tembakan untuk sedikit lagi mengulur waktu. Makhluk itu masih gesit meloncat-loncat. Mendesis kencang. Tiba-tiba dari kedua tangan makhluk itu mengalir cahaya merah. Mendesis kencang melemparkan kedua pedangnya ke arah dua prajurit. CRASSHH! Dua kepala melayang lepas dari tubuh. Darah berceceran. Berputar-putar dan kembali ketangan makhluk itu, layaknya seperti bomerang

Ini parah. Tinggal sedikit lagi akan keluar. Tinggal satu orang. Ketua itu lari secepatnya tanpa memperdulikan belakang. Terbirit-birit karena ketakutan. Makhluk itu mengejarnya. Melompat kesana kesini. Mendesis khasnya keluar bagaikan pertanda bahwa sasarannya pasti mati. Tiba dimulut goa. Ia melonpat kesamping, berguling-guling. Sedetik sebelum makhluk itu keluar persis di depan mulut goa dari atas Ivan terjun cepat dan mengayunkan God Arc ke arah makhluk itu. CRESS!! Makhluk itu terbelah menjadi dua. Layaknya slow motion telat satu detik saja akan menghabisi Ketua tim tersebut.

God Arc. Senjata berukuran lebih besar dari tinggi manusia yang menggunakannya. Kedengarannya seperti senjata super Badas yang pernah dibuat. Dibuat dari logam terkuat dibumi. Virbranium. Secara keseluruhan logam ini mampu membelah apa saja, termasuk sel oracle, aragami dengan mudah dikalahkan menggunakan senjata ini. Gilbert menggabungkan Virbranium dengan Bias vektor sebagai tiruan sel yang dapat memakan sel oracle. Ide berlian antara besi terkuat dan sel pemakan oracle. Untuk sementara ini senjata pertama yang diciptakan berbentuk pedang. Seperti yang digunakan Ivan. God Arc tipe pedang panjang agak berbentuk sabit beringgik dengan warna putih bagian depan dan belakang dilengkapi gagang pegangan besi beruas yang bisa depegang kedua tangan.

Ivan memegang God Arc-nya, mengibaskan darah yang melumuri God Arc. Hujan masih turun dengan deras, petir menggelegar saling bersahutan. Rambut putihnya basah kuyup juga seluruh badannya. Ivan melihat si Ketua Tim yang begidik tidak percaya. Trauma "Untung masih sempat. Dasar kakek tua." Sambil mengembuskan napas. "C-CC-Ca-pt" kata Ketua terbatah-batah. "Ha? Hey apa sedang kau lakukan, cepat berdiri." Ketua tim itu masih meringkuk di atas tanah, mencoba berdiri. Tubuhnya dipenuhi lumpur basah. Seluruh seragam yang ia kenakan berwarna coklat karena lumpur. Rambutnya kotor penuh lumpur. Mencoba berdiri, membersihkan tubuhnya. "Terima kasih, telah membantu. Aku pikir tadi adalah ajalku. Tapi entahlah tuhan masih ingin menyelamatkan hidupku. Aku bersyukur akan hal itu."

Ivan terdiam. Mendongak. "Sampai sekarang kau masih berdoa pada tuhan?" Ivan mengangkat God arc-nya disandarkan pada bahunya. Ukuran God Arc yang besar membuatnya terlihat seperti manusia super, bias mengangkat besi puluhan kilo. "Ya, itu adalah kewajiban kita untuk percaya pada tuhan. Semua orang tahu itu." Jawab Ketua Tim itu. Sambil terkekeh ditengah guyuran hujan Ivan merapikan rambutnya yang basah. "Melihat fenomena aragami, pemakan segalanya. Aku sekarang mengerti maksud semua ini apa. Tuhan marah pada kita. Itulah kenyataannya.���

Muka ketua tim itu sedikit terkejut. Mencoba memahami situasi, mungkin saat keadaan tertekan semua pikiran Capt Ivan sedikit tertekan.

Suasana lenggang sebentar menyisakan suara guyuran hujan.

"Di sini Ivan, korban ditemukan selamat, sekarang akan menuju tempat penjemputan, tapi mungkin akan terkendala hujan." Kata Ivan melapor menekan alat ditelinganya. "Ha. Baik segera." Ivan menutup laporan. Menoleh. "Oi. Kita berangkat ke titik penjemputan." Jelas Ivan

Ketua tim mengangguk.

Mereka mulai berjalan. Menyusuri rawa. Bau khas rawa yang menyengat ditamba rumput gajah yang tingginya melebihi tinggi manusia. Suara kodok mengongong kencang. Menggema. Predator rawa mengintip dibalik genangan air gemercak karena hujan, mata bulat hitamnya menatap kami yang tengah berjalan, mengawasi kami seakan-akan melihat suatu mangsa. Tapi tidak berani mendekat karena suatu hal yang tidak dimengerti. Tanah becek sesekali ada lubang air, tekstur licin membuat Ivan sedikit hati-hati.

Ivan menghembuskan napas. Apakah harus jalan ini akses tercepat menuju titik penjemputan? Harus melewati rawa? Sialan markas pusat. Untuk menyembunyikan identitas, harus bersembunyi melewati jalan yang tidak diketahui umum. Itu aturan pertama di fenrir menjalankan misi dengan sembunyi-sembunyi. Mengapa tidak menggunakan portal ke mana saja. Kan lebih simpel. Tapi atasan khususnya Gilbert tidak menyetujuinya. Karena portal yang digunakan memancarkan partikel-partikel baru menyebabkan terserapnya unsur tanah disekitar. Atau secara garis besar, penggunaan portal adalah hal yang merugikan bahkan bisa merusak jika digunakan terus menerus bagi lingkungan sekitar dan itu bertentangan dengan tujuan berdirinya fenrir. Menyebalkan memang tapi mau bagaimana lagi. Mau tidak mau semua orang harus mematuhi aturan ini, termasuk Ivan yang seringkali memberontak peraturan-peraturan yang ada.

Ivan melihat sekitar, berhenti sejenak.

Kapten Tim juga berhenti, seperti merasakan sesuatu dari kejauhan. Benar sekali.

Suatu getaran terasa begitu hebat. Tanah bergetar menjalar ke mana-mana. Ivan dan Kapten Tim juga merasakannya. Sesuatu yang buruk akan terjadi. Ini bukan gempa bumi, melainkan sesuatu hal lain. Jauh mengerikan. "Markas, di bawah Ivan. Terjadi getaran hebat di bawah." Ivan melapor. Tidak ada jawaban. Tidak ada respon. Muka Ivan berubah serius.

"Markas pusat tolong respon " ulang Ivan. Tidak ada balasan lagi. Hanya menyisakan bunyi error. Tidak ada koneksi. "Sialan. Sebenarnya ada apa ini. Markas pusat tidak merespon dan kita tidak tahu apa yang ada didepan sana." Gumam Ivan. Mencoba berkali-kali tidak ada jawaban. "Kita mungkin ada di area yang kurang menguntungkan. Tempat terpencil, dan ada gangguan sinyal. Atau karena getaran itu sinyal terganggu." Pikir si Kapten. Suara kodok masih nyaring terdengar. Getaran masih terasa meski tidak sehebat getaran awal. Pengap, suasana mencekam, hari mulai gelap ditambah udara mulai menusuk. Keadaan menyebalkan. "Huh. Haruskah kuperiksa? Sekarang satu-satunya hal yang bias kita lakukan hanya menuju titik penemputan. Di sana pasti aman. Kalau berdiam diri ditempat tadi kemungkinan aragami harus kita hindari. Kalau tipe kecil tidak masalah, tapi tipe besar itu bukan hal yang main-main. Ditambah lagi kalah jumlah. Oi mau ikut? Atau kau bias tunggu di sini. Mungkin tidak lama, sekitar lima sampai tujuh menit."

Suasana lenggang. Hanya terdengar getaran. Hujan mulai reda menyisakan ritikan kecil. Si Kapten menoleh, menatap Ivan.

"Aku ikut." Mukanya kelihatan serius. Ivan hanya mengangkat bahu tidak peduli. Menurunkan God Arc nya. Siap-siap. Posisi kedua tangannya ia eratkan. Melangkah meninggalkan Si Kapten, mendekati sumber getaran. Si Kapten segera menyusul gerakan Ivan, sejajar. Rumput gaja ini tiada habisnya. Berkali-kali melangkah menyingkirkan rumput ini bukannya semakin luas malah makin lebat ke arah dalam. Suara langkah menggenang di atas air. Sesekali menghembuskan napas santai. Penasaran sumber getaran ini. Suaranya semakin mendekat. Ada dibalik batu besar itu. Batu yang amat besar menghalangi jalan, ditumbuhi lumut hijau. Di atas sana seperti tebing menjulang curam. Dan akses jalan dihalangi batu raksasa ini. Ivan berhenti.

"Ada apa ini!-" "AWAS!!" Ivan melompat menyelamatkan Si Ketua Tim. Tersungkur jatuh ke genangan air.

Getaran seketika hilang. Reda seperti ditelan bumi sedetik lalu. Sesosok makhluk besar menyerang. Cakar besarnya berhasil merobek punggung Si Ketua. Darah berceceran mewarai genangan air disekitar. Tubuh seperti macan kumbang, ke empat kakinya besar dan kuat, melihatnya seperti melihat macan yang melepuh pada bagian kaki. Aneh sekali. Kepalanya merah menyala dengan mata merah bulat, rambutnya mekar seperti duri. Cakarnya silver super besarnya tampak mengerikan. Benar saja, telat sedetik saja mungkin nyawa Si Ketua pasti hilang. Dan sekarang makhluk itu melihat ke arah Ivan.

Itu aragami.

Ivan membalas menatap. Lebih serius. Ini gawat. Kondisi menyebalkan berhadapan dengan aragami juga melindungi korban yang terluka. Aragami masih berancang-ancang menyiapkan cakarnya, sesekali mengeram layaknya macan kumbang umumnya. Ivan melirik Si Ketua. Ia pingsan. Sialan keadaan tidak menguntungkan sama sekali. Ivan menyandarkan Si Ketua ke rumput gajah agak berjauhan. Mencoba mengamankan. Aragami itu masih berdiam diri dengan eramannya, tidak menyerang. Ivan menggenggam God Arc. "Yah maaf sekali sekarang tidak ada yang menonton, cukup kita berdua saja." Kata Ivan pada aragami. Ia mengeram ganas. Sedetik langsung berlari menyerang. Cepat sekali gerakannya. Lebih cepat ketimbang yang Ivan hadapi di goa. "Maaf membuatmu menunggu. Mari berpesta!" Ivan juga ikut berlari menyerang. Gerakannya juga sama cepat, vaktor bias yang tertanam membuatnya menjadi manusia super. Bergerak di atas rata-rata, merasakan bahaya. Reflek super tanpa latihan. Ivan mengayunkan God Arc nya ke depan. Menebas hebat. BUM!! Suara letupan. Itu bukan dari tebasan Ivan. Tapi suara tembakan api oleh aragami. Untung masih sempat membuat perisai. Selain jadi pedang God Arc Ivan juga berfungsi menjadi perisai. "Cih!" umpat Ivan. Reflek bergerak kedepan menyerang balik. Seperti didorong sesuatu yang besar, dorongan sedikit saja membuat ia melesat kencang. Menebas ke kanan. Aragami itu meloncat keatas menghindar. Ivan melompat juga, berada dibelakang aragami meluruskan serangan mendadak. Tekanan yang kuat. Sedetik sebelum serangan punggung aragami mengeluarkan duri bulu banyak seperti jebakan. Ivan terkejut langsung menghindar melompat kebelakang, menggagalkan serangan. Mendarat ke air. Keduanya saling mundur. Ivan menghembuskan napas.

"Tipe yang menyebalkan. Aku benci ini. Kenapa makhluk itu harus muncul di sini." Kata Ivan memperbaiki posisi kuda-kuda. Meludah kesamping kiri. Merapikan rambutnya yang berantakan. Aragami itu bersiap-siap mulutnya terbuka ke atas. Seperti akan menembaki sesuatu. Bola api terbentuk. Bersiap menyerang!

BUMM!! Tembak aragami.

Ivan menghindar. Tembakan itu menimbulkan dentuman kencang. Air terangkat ke atas. Ivan maju menyerang. Tepat di depan aragami Ivan memutar badannya membuat God Arcnya berputar juga. Aragami melompat keatas, tepat di atas Ivan sudah menanti, menebas ke bawah. Gerakan Ivan dua kali lebih cepat ketimbang awal tadi. Seperti sudah memprediksi aragami akan bergerak menghindar ke samping kiri. Ivan sengaja menebas ke bawah dilanjut berputar lagi ke arah kanan, dan God Arc leluasa menebas ke arah kiri dengan cepat. CRASHH!! Serangan berhasil mengenai aragami. Layaknya menari di udara semua terjadi super cepat, sekilas seperti menebas God Arc biasa. Padahal kurang dari satu detik berbagai serangan dilancarkan Ivan. Aragami tersungkur jauh. Tidak berdaya. "Sedikit menyenangkan bermain denganmu sekarang waktunya pulang." Ivan sombong. Aragami itu meraung keras. "Hey hey. Untuk apa itu? Teriakan kematian?" Ivan mengacungkan God Arc. Siap menebas. "Sampai jumpa-" ada sesuatu mendekat dengan cepat. Seperti berlari. Dari suara terdengar tidak hanya satu. Dua bayangan keluar dari rerumutan gajah menyergap buas. "Apa!!" Ivan melompat menjauh. Menghindari serangan tiba-tiba itu.

Ivan menelan ludah. Keringat dingin. Menatap ke depan sesekali menggeleng tidak percaya.

"Baiklah. Mari kita main-main lagi. Tampaknya kalian tidak ingin aku bermain dengan kawan kalian. Oke tidak masalah." Ivan menggenggam God Arc, posisi kuda-kuda sedikit tegak. Tidak seperti biasanya. Bagaimana tidak. Dua kawan aragami­-nya datang. Ditambah menjengkelkan yang tergeletak satu itu tidak Ivan habisi. Sialan sekali.

Kedua aragami itu mengeram kencang. Langsung maju menyerang secara bersama. Tidak memberikan jeda sedetikpun untuk Ivan bersiap. Tepat di depan Ivan juga maju. Mendorong ke arah samping kanan. Berputar spiral sambil mengayunkan God Arc. Aragami menghindar. Muncul lagi dari arah samping kanan berusaha mencakar cepat tapi berhasil Ivan tangkis. Membalas dengan hantaman ujung God Arc. Satu aragami terlempar. Yang satu melompat menerkam dengan mulut bola api siap dilepaskan. Telat. Bola api itu pas dilepaskan dari arah belakang Ivan. Ivan membuat prisai ke arah belakang, berusaha menahan. Tapi harus terlempar ke depan karena jarak tembakan bola api yang terlalu dekat. Untung tidak terkena langsung. Hanya tersungkur. Tidak memberi jeda kedua aragami itu menyerang lagi. Melompat kesamping kiri dan kanan berusaha mencakar menyilang. Cekatan Ivan berguling ke samping, menghindari. Kedua aragami itu menginjak persis bom peledak dan bom kejut. Ivan tersenyum, "Kalian pasti tidak menyadarinya." Sinar terang benerang dari bom kejut berefek pada aragami itu. Keduanya meraung kesakitan. Terdiam sebentar tidak bergerak. Ivan melihat kesempatan itu langsung memusatkan God Arc ke punggung, seperti siap menyiapkan serangan besar. Perlahan-lahan aura ungu terpancar dari God Arc menyelimuti sedikit demi sedikit semakin tebal dan lurus besar. Seperti sebuah pedang laser warna ungu ber-aura. Menahan sebentar memusatkan sesuatu. Berkonsentrasi. "Matilah!!" teriak Ivan seraya menghempaskan God Arc ke arah dua aragami itu. BUUMM!!!

Suara ledakan terdengar menggelegar. Membelah kawasan rawa itu menjadi kering. Bekas tembakan Ivan membuat lingkungan rusak, pohon-pohon banyak yang tumbang. Tanah kering pecah-pecah. Ketiga aragami lenyap seketika. Meninggalkan bercak darah dimana-mana. Seperti habis dibelah.

Ivan meludah. Mengangkat God Arcnya menyandarkan ke punggung. "Sampai harus ku keluarkan energy blast. Benar-benar menyebalkan. Untung langsung mati." Kata Ivan. Melihat Si Kapten masih terkapar pingsan. Ivan mendekatinya. Mengangkatnya memindahkan di atas batu. Membuka bajunya, melihat luka di punggungnya. Tampak bekas cakaran besar. Disekitar kulit. Menyebabkan kulit berwarna ungu. "Racun." Kata Ivan merongoh perban putih dan dua buah bulpoint hitam. Melilitkan perban pada punggung yang terkena luka. Menekan bagian kanan dan kiri. Menusuk kedua bulpoint pada perban putih. Sedetik mengembang dengan cepat, seperti tertiup udara. Didalamnya terpancar air warna kuning dan orange melilit punggung, melekat. Seperti mengobati bagian dalam, menutupi luka.

Berberapa detik yang dibutuhkan untuk menutupi luka besar itu. Ketimbang menggunakan teknologi dunia sekarang butuh waktu lama. Menggunakan obat alami juga memerlukan waktu lama. Hanya di fenrir menggabungkan keduanya. Obat dari alam juga dipadukan dengan teknologi paling mutakhir. Salah satunya dua bulpoint dan perban ini. Cukup efektif untuk pertolongan pertama. Lebih dari cukup untuk menyumbat pendarahan kaki atau tangan yang putus. Si Ketua masih tidak sadarkan diri. Luka seluruhnya sembuh, hanya tinggal pemulihan. Ivan memeriksa sekitar, mencoba memastikan aman.

"Markas mohon respon, di sini Ivan." Ivan sekali lagi mencoba melapor.

Hanya terdengar suara koneksi buruk. Tidak beraturan. Ivan mencoba lagi. "Markas, ini kondisi darurat, mohon respon."

Nihil. Tidak ada jawaban.

"Sialan. Memang tidak ada pilihan ya." Gumam Ivan. Meludah ke samping. Bangkit mendekati pohon pinus tinggi itu. Bersandar. Semenjak pertarungan beruntut itu membuatnya kelelahan. Ditambah ketiga aragami itu memaksanya mengeluarkan energy blast yang menyebabkan berlipat-lipat tenaga ia keluarkan. Untung semua selesai dan bisa beristirahat. Tidak ada gangguan. Angin silir menghampiri, membuat rambutnya melambai-lambai. Jauh di bawah sana yang dulunya rawa-rawa berubah tandus. Ivan melihatnya tanpa rasa bersalah. Menganggap aragami yang salah karena memaksa ia mengeluarkan jurus pamungkasnya. Padahal ia tahu akan berakibat fatal, terutama dampak pada lingkungan. Tapi apa boleh buat. Ini juga demi keselamatan. Ivan meletakkan God Arc nya disamping, Hoodie yang ia kenakan menghangatkan juga menenangkannya. Untuk sekarang hanya menunggu Si Kapten sadarkan diri, bodoh amat kalau memaksakan tetap ke titik penjemputan harus menggendongnya malah membuatnya susah. Menunggu hingga situasi membaik adalah pilihan yang tepat, terutama masalah sinyal. Ini memang harus segera di atasi. Markas pusat harus mengetahuinya. Atau kalau tidak Ivan tidak diizinkan lagi terjun kelapangan. Menerima misi. Benar-benar menyebalkan.

"Aku benci menunggu." Kata Ivan memejamkan mata. Menghela napas.

Hari akan beranjak gelap. Sunset dengan indah menampakkan kibaran silaunya menembus sela-sela daun pinus menusuk hingga pelipis mata, menyilaukan nan indah. Sedikit menghangatkan, cocok untuk waktu bersantai. Menyeduh kopi yang biasa dilakukan orang-orang pada zaman dahulu duduk di kursi goyang, bergerak maju mundur sesekali menyeruput kopi hitam. Begitu menyenangkan. Membaca buku. Melihat sunset membayangkan sebuah mimpi indah yang ingin ia capai. Benar-benar membuat rindu. Mungkin itu yang dipikirkan Ivan di balik mata terpejamnya. Dibalik hembusan napasnya. Menginginkan dunia ini normal tanpa ada masalah. Menjalani hidup seperti biasa. yang harus ia lakukan saat ini sebagai God Eater hanyalah membunuh, membasmi aragami dan itu semua tidaklah mudah. Apalagi God Eater sekarang adalah dirinya sendiri. Masih belum ada God Eater lain. Melindungi dan menyelamatkan korban adalah kewajiban setiap God Eater. Itu yang ia ucapkan pertama kali datang di fenrir. Dan untuk pertama kali itu hingga seterusnya, ia berhenti berdoa pada tuhan. Memohon belas kasihnya, meminta sebuah harapan. Semua itu ia buang jauh-jauh. Hanya kita umat manusia yang menentukan nasib kita sendiri. Mati atau bertahan adalah pilihan. Tuhan tidak berhak memaksa. Biarlah tuhan mengirim program berupa aragami untuk memusnahkan umat manusia. Tugas kita hanya perlu menentang perintah tuhan.

Matahari berangsur surut. Senja mulai memudar, diganti cahaya gelap yang menyeruak menyebar menutupi cerahnya sunset. Meninggalkan bekas hampa pada hati yang melihatnya. Begitu juga Ivan, Ia mengeratkan kedua tangannya. Memasukan ke saku hoodie. Menutup kepalanya. Memejamkan mata sekali lagi.

Ivan menghembuskan napas pelan, menelan ludah. Tidur

***

"Van. Ivan!" panggil seseorang. Suaranya tidak asing, sedikit serak. Ivan membuka mata. Kesadarannya masih belum terkumpul sepenuhnya. Cahaya putih menyilaukan menembus mata. Membuat linglung berberapa kali ia kehilangan keseimbangan. Menggeleng tidak karuan. Berberapa kali tubuhnya diguncang seseorang untuk membangunkan. Ivan mendongak. Matanya masih sipit mengedip berkali-kali. Ia bertanya-tanya siapa yang berani menyodorkan senter persis didepan mukanya. Cahanya ituloh yang membuat jengkel.

"Van. Bangun!" kata orang itu. Lagi-lagi Ivan menggeleng gk karuan. Mendongak mencoba fokus. "Lu?" Tanya Ivan. Sekarang kesadarannya mulai ada. Matanya sedikit sipit. Ivan mencoba berdiri. Tubuhnya mulai mau diajak kompromi.

"Hei-hei. Bersikaplah sopan pada orang tua ini." Kata seseorang itu. Memakai jas hitam daleman mengenakan kemeja putih lengkap dasi hitam. Ivan hanya diam. Tidak percaya. Melihat sekitar. Ada berberapa orang berseragam hijau mondar-mandir. Seperti tergesa-gesa. "Sejak kapan datang? " Tanya Ivan menatap orang itu. Orang itu menghembuskan napas pelan. "Sejak koneksi markas denganmu tiba-tiba menghilang. Gilbert langsung menerjunkan timku. Yah memang kesal juga sih. Baru tiba dari misi langsung ditugasi lagi. Aku beserta timku langsung pergi kesini. Mencarimu. Awalnya kesulitan sih. Karena awal sampai kita langsung ke TKP. Goa di seberang sana. Tidak ada apa-apa. Ehh tiba-tiba ada getaran hebat. Keluar goa malah disergap aragami. Yah kami terpaksa melawan. Padahal menurut markas pusat aragami di sini sudah habis. Tapi kok masih ada aku heran. Setelah membunuh aku melanjutkan mencari. Ehh untungnya ada suara ledakan. Aku langsung yakin kalau di sana ada pertarungan. Dan di sini siapa lagi yang bias mengeluarkan ledakan energy selain petarung God Eater. " Jelas Orang berpakaian jas hitam mengenakan topi ini. Sepertinya ia pemimpinnya.

Ivan membuka penutup kepalanya. Menarik napas dalam-dalam lalu menghemuskan. " Lu ganggu banget waktu tidur gua sekarang Eric." Jawab Ivan memejamkan mata lagi. "Hoi-hoi aku di sini mencarimu. Malah lanjut tidur. Enak aja." Kata Eric. Menjitak kepala Ivan. "Sekarang jam berapa? " Eric melihat jam tangannya." Tepat tengah malam." Jawab Eric. "Nah itu waktunya tidur, bego." Jawab Ivan asal. Eric langsung menjitak kepala Ivan dua kali. "Aduh sakit." "Biar tahu rasa lu" Eric berdiri.

"Daripada ngurusin gua. Lu urus aja tuh orang." Kata Ivan menunjuk kea rah batu besar. "Lahh kok nggak ada tuh orang." Kejut Ivan. "Udah di evakuasi" jawab Eric bermuka datar. "Ohh. Syukurlah. Biar nggak tambah jadi beban tuh orang." Lagi-lgi Ivan asal bicara. Eric hanya geleng-geleng kepala mendengarkan penjelasan Ivan. "Kita pulang Van." Kata Eric menjulurkan tangannya. Ivan melihatnya, "Harus secepat inikah pulang? tidak masalah juga sih, nggak perlu repot-repot pergi ke titik penjemputan." Ivan memegang uluran tangan Eric. Berdiri, mengambil God Arcnya. Pergi ke pesawat. Di sana orang-orang sudah menunggu. Hanya tersisa Eric dan Ivan yang belum naik. Eric menyuruh pesawat untuk bersiap-siap lepas landas. Pesawat berbentuk jet tempur warna hitam dengan ukuran lebih besar. Bisa menampung banyak orang. Di samping pesawat terdapat logo naga putih milik fenrir. Yang tidak kalah menarik dari pesawat ini mempunyai teknologi kamuflase dipadukan teknologi vector bias. Bias menghilang menyerupai warna alam juga aman dari serangan aragami karena aragami cenderung lebih memilih menghindari vector bias. Atau secara garis besarnya pesawat ini disulap menjadi aragami. Tidak mungkin aragami memangsa aragami lainnya.

"Pesawat siap lepas landas!" Teriak pilot. Suara mesin terdengar. Meandering halus tanpa menimbulkan suara bising. "Terbangkan!" Perintah Eric. Pesawat mulai mengambang, sedikit lebih sedikit lebih tinggi. Hingga akhirnya pas di atas. Roket pendorong menyala melesatkan pesawat secepat kilat. Tanpa bising dan tenang meninggalkan rawa kering itu. Keadaan yang rusak masih terlihat jelas dari atas pesawat. Ivan berpura-pura tidak tahu.

Pesawat melesat di atas awan. Mengaktifkan mode kamuflase. Sedetik kemudian bintik kecil menyebar ke mana-mana berwarna menyesuaikan langit. Lengkap sudah pesawat menyatu dengan alam. Terbang melintasi samudra, hilir angina laut menyapa. Meski di atas awan kepulauan hawai masih nampak jelas. Cahaya lampu yang beragam. Bangunan cantik. Tampak tenang. Kapal-kapal yang melintas, juga pesawat penumpang lalu lalang. Semua terlihat tapi mereka tidak melihat kami. Tidak terdeteksi pada radar karena teknologi pesawat ini juga dilengkapi anti radar. Persenjataan terlengkap dengan modif jauh lebih canggi daripada yang digunakan militer dunia saat ini. Hanya petinggi dunia seperti PBB sedikit tahu tentang fenrir itu juga mereka menganggap sebuah organisasi biasa yang bergerak pada bidang sains. Cuma sebatas itu tidak lebih.

Pada awalnya. Hingga suatu hari serangan gelombang maha besar tersebut datang. Dunia pasti tahu siapa fenrir itu.

"Empat puluh detik kita akan sampai." Teriak pilot.

Pesawat mulai menurunkan kecepatan. Bersiap turun mendarat. Suhu yang terlihat dimonitor menandakan suhu Antartika. Sudah dekat. Meski cuaca diluar memburuk, badia salju super tidak membuat pesawat ini dalam bahaya. Tetap tenang dan kuat. Tombol hijau menyala. Didepan nampak gunung salju, bongkahan es. Pesahan es di laut. Beruang kutub yang berjalan ditengah badia salju. Pesawat mulai menurun. Lurus pas menuju gunung tersebut. Seperti hendak menabrak. "Selalu saja tidak membosankan." Kata Eric.

Seketika itu pesawat yang tertuju pada gunung melesat masuk seperti menembus portal berubah masuk kesuatu kota. Kota yang amat megah dan indah. Bukan sebuah hamparan salju yang tidak terkena cahaya matahari. Di sini malah nampak matahari dengan cantiknya memberikan sinar keseluruh isi kota ini. Bangunan-bangunan berwarna silver kehitaman banyak menjulang tinggi. Berbentuk persegi. Di tengah kota mengalir sungai besar. Layaknya perkotaan banyak orang lalu lalang. Tulisan tulisan hologram banyak terpampang dimana-mana. Restouran China, Rumah sakit Umum, dll sampai promo produk juga mengguankan hologram. Jalanan yang bersih dan rapi membuat kota ini menjadi kota impian. Paling ujung kota ada lambang fenrir besar berwarna putih. Di ujung barat ada taman kota, Bangunan pusat perbelanjaan. Landasan pesawat jadi satu dengan Gedung pusat fenrir. Gedung paling besar dan paling luas berada persis di bawah logo Fenrir. Gedung berkaca berwarna hitam secara keseluruhan, tempat yang banyak ditumbuhi pohon bergandengan sebelah lapangan landasan. Di sana terparkir banyak sekali pesawat tempur. Paling ujung terdapat pesawat berukuran raksasa. Tidak ada kendaraan pribadi di bawah.bahkan dilarang. Masyarakat menggunakan kereta magnet untuk berpergian. Tidak memakan waktu lama cuma satu menit langsung sampai. Menggunakan teknologi magnet tambah teknologi medan magnet yang dikembangkan adalah penemuan sangat membantu. Itu juga gratis. Semua fasilitas di sini Gilbert memerintahkan gratis.

"Aku amat menyukai pemandangan kota ini. Contohnya matahari itu." Eric menunjuk. "Nampak seperti asli tapi itu semua hanyalah teknologi. Fenrir benar-benar organisasi menakjubkan. Kalau bias disebut Negara, mungkin ini adalah Negara dengan peradaban manusia paling maju. Jepang, Korea, atau Amerika hanyalah segelintir Negara memiliki secuil teknologi di sini."

Ivan hanya menatap ke jendela tidak menggubris ocehan Eric. Sesekali menghembuskan napas. Pesawat terbang dengan kecepatan rendah mendarat mulus dilapangan landasan. Mesin mati. Seluruh orang keluar. Tenaga medis juga sudah siap menanti datangnya pesawat ini. Membawa korban kedalam. Eric dan Ivan masih harus melakukan penyesuaian. God Arc Ivan dibawa. Memasuki markas. Melwati koridor berdinding biru. Dua petugas mengawal Ivan dan Eric. Pintu kaca terbuka, di ujung sana ada sebuah alat besar berbentuk seperti meja berlapis dua, lapisan dua mengangkat di atas, ada besi pengangganya. Di bagian kanan ada lubang berbentuk cetakan jam fenrir yang hanya muat satu tangan. Sepertinya Ivan akan memasukkan tangannya ke dalam itu. "Van aku duluan ya." Kata Eric disamping. Menepuk pundak Ivan. Ivan menoleh. "Oh." Jawabnya. Ivan memasukki ruangan seluas 5x6 m berdinding baja abu-abu yang di dalamnya hanya terdapat alat itu saja. Terlalu luas untuk ruangan yang berfungsi sebagai pengecekan. Pintu kaca tertutup. Di dalam hanya ada Ivan.

"Silakan letakkan tanganmu Sersan." Terdengar suara diruangan itu. Tidak ada siapa-siapa. Mungkin ada ruang monitor dari luar yang bias melihat ruangan tertutup baja ini. Semacam kaca yang kita tidak bias lihat, tapi mereka bisa melihat kita. "Gilbert ya. Cih." Gerutu Ivan. Melangkah mendekati meja tersebut. Meletakkan satu tangannya ke lubang kanan. Seketika itu sinar hijau menembak jam tangan Ivan. Membentuk garisan, mengiris sesuatu, bergerak dengan sendirinya. Ivan tidak merasa kesakitan. Sinar hijau itu berubah warna menjadi merah. Bergerak sendiri menembak sesuatu. Seperti menambahi zat, atau sekedar memperbaiki jam tangan itu. "Aku meningkatkan vector bias yang ada didalam tubuhmu. Melihat kondisi jam fenrir kerusakan pada sel oracle aragami ada sesuatu bias yang tidak normal. Dalam data statistic itu suatu pertanda tubuhmu terkontaminasi atau lebih mudah menjelaskannya jika dibiarkan kau juga akan tertular sel oracle dan lama-kelamaan sel itu akan menggeroggoti tubuhmu, mengambil alih. Dan menjadi aragami." Jelas Gilbert.

"Jadi. Sel ini semacam virus yang bias membuatku menjadi zombie seperti di film World War Z yang dulu kutonton saat usia dua belas tahun?" Tanya Ivan. "Aku tidak peduli akan hal itu, tugasku menjadi God Eater hanyalah membunuh aragami. Hanya itu saja. Tidak lebih. Walaupun tubuhku menjadi aragami." Suasana hening.

"Memang benar oracle adalah virus. Tapi di sinilah yang unik. Dia virus yang berbentuk sel. Aku menghargai ke-loyal an mu terhadap fenrir. Tapi untuk saat ini teknologi masih dalam pengembangan lebih lanjut. Tidak akan kubiarkan sel oracle berkembang. Hanya vector bias harapan satu-satunya. Dan cara yang kutemukan untuk saat ini adalah dengan cara menambah dosis vector bias yang ada di tubuhmu, semacam kekebalan tubuh. Hanya saja kelemahan penambahan dosis akan menyebabkan kau semakin kelelahan, jantungmu akan semakin dipompa. Tubuhmu akan bertindak melebihi batas normal. Aku menyarankan agar kau tidak memaksakan bertarung saat keadaan kelelahan." Kata Gilbert.

Ivan menunduk. Rambutnya teruntai kebawah.

"Aku benci aturan. Dan kau sudah tahu itu." Kata Ivan tegas.

"Terserah padamu. Yang perlu kau tahu. Proyek God Eater adalah satu-satunya perlawanan umat manusia terakhir. Jika ga-" "AKU MELAKUKAN APA YANG KU MAU!" potong Ivan. Wajahnya terangkat. Suaranya menggema di seluruh ruangan itu. Sausana seperti berhenti sepersekian detik. Tidak ada respon. Tidak ada tanggapan. Hening. Tembakan sinar itu berhenti bergerak. Sudah selesai. "Baiklah. Aku mengerti." Jawab Gilbert. Ivan menarik tangannya. Pintu kaca dibelakang terbuka. "Kau bias pergi sekarang." Kata Gilbert. Ivan tidak membantah. Menyingkap hoodie nya. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Tidak meperdulikan. Keluar ruangan besar itu. Lampu ruangan itu juga otomatis mati sendiri. Ivan melewati lorong sepi. Mukanya masih cuek atas peringatan Gilbert tadi. Belenggu ketakutan. Begitu menyebalkan hingga membuatnya terus murung. Mata birunya menyala. Mengkerutkan pandangan. Seketika tubuh Ivan mendadak linglung. Pandangan buram dan tidak. Tanpak tidak jelas. Memejamkan mata berusaha mengontrol tubuhnya. Menyandarkan tubuhnya ke dinding. Tangannya masih memegang kedua matanya. Aneh. Ketika matanya menyala terlihat pandangan yang tidak lazim. Ia merasakan getaran dalam tubuhnya. Darah yang mengalir. Saraf-saraf otak yang kian berdenyut. Detupan jantung. Saluran pencernaan. Semua terasa begitu nyata. Seperti melihat anatomi tubuh kita sendiri. Napasnya yang tidak beraturan membuatnya semakin tidak terkendali. Ia mengambil napas panjang. Menghembuskan napas pelan-pelan. Sedikit tenang. Kedua tangannya masih bergetar. Ia bisa melihatnya. "Sialan apa ini." Gerutu Ivan. Lorong sepi ini tidak menyenangkan. Seakan mereka menertawakan Ivan. Hawa yang tidak bersahabat. Ada mesin minuman dengan kursi di sampingnya. Ivan mencoba berdiri. Ia merasa kakinya mati rasa. Bergetar. Ia tidak memaksakan. Duduk menunggu sambil mengatur napas. Matanya masih mengkerut. Pandangannya masih rabun.

"Sialan."

***