Beruntung Arsen datang. Jadi, aku nggak perlu mendengar wanita itu mengorek-ngorek lagi tentang masa lalunya. Bagaimana dia bisa move on kalau hanya kenangan kebersamaan mereka yang diingat terus?
Kalau aku dan Naren pisah, aku yakin dialah orang pertama yang akan mendekati Naren.
"Kamu dari mana?" tanya Nadine begitu Arsen nongol.
"Dari bandara nganter karyawan. Udah lama apa baru datang, Nad?" Arsen mendekati Nadine yang duduk di dekat Naren.
"Lumayan sih, ada kali sekitar satu jam. Ya, kan, Kanya?"
Aku hanya mengangguk, lalu menekuri tablet yang sengaja aku bawa. Peralatan mandi nggak bawa, tapi tablet selalu aku bawa. Payah banget.
"Udah lama dong, ya." Arsen menepuk pelan puncak kepala Nadine sesaat. "Gue udah nyoba bilang ke dokter lo. Sehari lagi minimal baru boleh pulang," ujar lelaki itu kepada Naren.
"Loh kok udah mau pulang? Emang nggak apa-apa?" tanya Nadine terlihat bingung campur khawatir.
"Dia udah minta balik mulu."