NAREN
Akibat keras kepalanya itu gedung yang seharusnya bisa dia operasikan untuk kelas wall climbing akhirnya dipakai Nadine. Mau bagaimana lagi? Seandainya pikirannya mau terbuka sedikit, kejadiannya nggak akan sampai di titik sesal.
Aku bisa melihatnya di sana. Di mata Kanya ada sinar penyesalan yang kentara. Untuk menghiburnya aku menjanjikan dia mencarikan sebuah tanah yang nanti akan direncanakan untuk pembuatan outdoor climbing. Salah satu cita-cita Kanya yang lainnya.
Saat kami sedang membicarakan hal itu, panggilan telepon Papa menjeda. Aku mengangkatnya sebentar.
"Ada apa?" tanya Kanya saat aku menyudahi panggilan dari papa.
"Papa menyuruhku datang ke kantor sekarang."
"Ada hal penting?" tanya dia lagi sembari menyipitkan mata.
"Aku kurang tau, Sayang. Nggak apa-apa aku pergi? Atau kamu mau ikut?" Aku beranjak berdiri. Hendak ke kamar untuk mandi dan ganti baju.
Aku yakin Kanya akan menolak. Mana mau dia bertemu papa tanpa ada mama?
