Chereads / TWIN’S PET / Chapter 28 - GILANG

Chapter 28 - GILANG

Keesokkan harinya.

UOS.

Liffi berjalan santai menuju ke kampusnya. Padahal baru sehari berlalu, tapi rasanya seperti sudah sangat lama Liffi tak berkuliah. Liffi terlihat menenteng backpak berisikan laptop dan juga tabung gambar.

"Liffi."

Deg... jantung Liffi berdetak cepat.

Sebuah suara yang begitu dikenalnya terdengar.

Liffi mempercepat langkahnya, ia tak ingin menjumpai pria itu lagi saat ini. Liffi sudah move on dan menerima Sadewa sebagai kekasihnya. Sudah tak ada ruang di hatinya untuk pria brengsek itu.

"Liffi!! Tunggu!!" Tangan Gilang meraih siku lengan Liffi, menahan laju langkah Liffi untuk kembali melangkah maju.

"Lepasin!! Kita sudah putus!!" Liffi berteriak pada Gilang dengan bahasa Indonesia.

"Setidaknya dengerin dulu alasanku, Liffi." ucap Gilang tak kalah keras.

Semua mata memandang ke arah mereka. Membuat Liffi menjadi malu.

"Oke kita ngobrol di sana." Liffi menunjuk ke arah bangku taman.

Liffi memahan diri. Sudah tak ada alasan untuk Liffi marah pada Gilang, toh semuanya sudah berlalu. Liffi juga sudah mendapatkan Sadewa sebagai pengganti Gilang. Mendengar alasan Gilang pun tak akan membuatnya rugi.

Liffi duduk sedikit jauh, menjaga jarak dengan Gilang. Pria itu tak berkedip, ia masih terus memandang Liffi dengan matanya yang sedikit sipit namun tajam.

"Mau bicara apa? Aku ada kelas sebentar lagi." Liffi masih berbicara dengan bahasa Indonesia pada Gilang.

"Aku sakit, " ucap Gilang.

Lagi-lagi jantung Liffi berloncatan. Sakit? Gilang selama ini sakit apa?

"Setelah pindah kemari aku terkena Lupus. Aku menjalani hidupku dengan pengobatan dan terapi." Gilang mengutarakan alasannya selama ini menghilang dari kehidupan Liffi. Ia bahkan tak bisa berkuliah dengan baik.

"Saat itu aku kehilangan semangat hidup, Liffi. Aku muak, aku jenuh, dan aku merasa kau tak lagi mencintaiku. Kau tak pernah menghubungiku, tak pernah menanyakan kabarku. Kau-lah yang telah meninggalkanku pertama kali." Gilang berbicara panjang lebar.

Liffi tersentak, hatinya bergetar, jadi selama ini Gilang mengalami hal yang menyesakkan. Dan dia dengan pemikirannya sendiri merasa bahwa Gilanglah yang meninggalkannya. Liffi baru menyadari kebodohannya, rasa mindernya dulu membuat Liffi tak berani menghubungi Gilang, takut dianggap sebagai pacar yang posesif.

"Gilang, aku ... aku bukan tak mau menghubungimu dulu. Aku takut kau akan membenciku, mengira aku posesif padamu." Liffi terlihat begitu sedih dan merasa bersalah.

"Ya, Liffi , aku juga sama bodohnya denganmu. Memandang semuanya dari sudut pandangku sendiri." Gilang membuka tasnya, memberikan cincin silver yang dulu pernah diberikannya pada Liffi.

"Gadis itu adalah pendonor ginjal-ku Liffi. Aku berhutang budi padanya. Kami bukan kekasih, hanya teman dekat." Gilang membuka telapak tangan Liffi dan memberikan cincin itu kembali.

"Hiks, maafkan aku." Liffi menangis, rasa bersalah menghantuinya.

"Maukah kau menerimaku kembali?" tanya Gilang.

"Maaf, Gilang. Aku sudah mencintai pria lain." Liffi mengembalikan cincin itu lagi.

"Aku tahu, Liffi. Aku tahu dan aku masih berharap kau menerimaku." Gilang berkaca-kaca.

"Gilang, aku sungguh meminta maaf padamu." Liffi terisak.

"Sssttt... berhentilah menangis, Liffi. Aku tak menyalahkanmu, kita berdua sama-sama bodoh." Gilang memeluk dan menenangkan Liffi, menghapus air matanya.

"Aku akan menunggumu, sampai kau kembali padaku." Gilang menutup telapak tangan Liffi agar Liffi menggenggam cincinnya.

"Tolong jangan begini."

"Tolong, Liffi, terimalah. Setidaknya aku tidak akan menyesal semisal suatu saat aku mati." Gilang mengelus lembut lengan Liffi.

Liffi masih terus menundukan wajah, air matanya menetes begitu deras. Membuat punggung tangannya basah.

ooooOoooo

Liffi berjalan gontai di jalanan panjang tengah kota. Malam hari yang dingin menyambut langkah kakinya. Hatinya masih sedih dan matanya terlihat begitu sembab.

"Aku kira aku sudah move on darinya. Ternyata rasanya masih sangat sakit." Liffi menghela napas panjang, tangannya masih menggenggam erat kedua tali backpak yang tersandang pada kedua bahunya.

"Yo, Girl!! Kenapa kau bersedih?!" Tiba-tiba Nakula muncul dan mengagetkannya.

"Naku??!! Kenapa sih kau suka banget bikin aku kaget?!" Cubit Liffi gemas.

"Aduh!!" pekik Nakula.

"Selalu muncul tiba-tiba dan tak bersuara." Liffi menendang tulang kering Nakula.

"Aduh, jangan kasar-kasar donk." Protes Nakula.

"Pergilah, Naku!! Aku capek." Liffi berjalan maju menuju arah apartemennya.

"Hei, Girl. Kenapa kau tak lagi takut padaku sekarang?" Nakula heran.

"Tak ada alasan untuk takut padamu."

Liffi ingin mengatakan kalau dia telah bertemu dengan serigala lainnya. Bahkan bercinta dengan seorang werewolf. Tapi Liffi mengurungkan niatnya, kalau Nakula juga merasa sebagai Mate Liffi, bisa-bisa ia akan bertengkar dengan Sadewa. Liffi tak ingin Sadewa mau pun Nakula terluka karena dirinya.

"Oke. Aku antar sampai ke rumah. Setelah itu aku akan pulang. Tidak baikkan gadis cantik sepertimu keluar malam-malam sendirian."

"Di sini bukan Indonesia, Naku." Kikih Liffi.

"Tetap saja." Nakula meringis.

"Naku, kau pernah bilang kalau aku mate- mu? Apa kau yakin?"

"Tentu saja, yakin seratus sepuluh persen."

"Bagaimana kau bisa seyakin itu, Naku?"

"Aku merasakannya, di sini...." Nakula kembali menaruh tangan Liffi pada dada bidangnya.

"Tak bisakah kau sedikit kreatif saat merayuku?" Liffi menarik tangannya dan tertawa. Tubuh dan hatinya kembali bergetar. Liffi merasakan hal yang sama saat ia bersama dengan Sadewa. Benarkah Nakula juga mate-nya?

"Mau makan sesuatu?" tawar Nakula.

"Boleh, aku ingin sekali makan makanan pedas agar hatiku tak lagi sesak!!!" Liffi memejamkan mata membayangkan masakan pedas meledak memenuhi mulutnya.

"Oke." Nakula berjalan di samping Liffi.

Mereka berdua berjalan menuju ke sebuah resto korea yang menyediakan sup kimci, ayam goreng, mi pedas, ceker pedas, dll.

"Wah ini sangat enak ...!" Liffi masih mengunyah makanannya saat memasukkan lagi sesuap nasi, membuat pipinya terlihat menggembung seperti ikan buntal.

"Hahaha..." Naku tertawa melihat kelakuan Liffi.

"Makan pelan-pelan kenapa?"

"Habis aku lapar sekali, aku banyak menangis hari ini."

"Kenapa?"

"Putus sama pacar." Liffi mencibirkan bibirnya.

"Kau punya pacar?" Nakula keheranan.

"Punyalah."

"Tapi sudah putuskan?" tanya Nakula penasaran.

"Masih ada satu yang belum putus." Senyum Liffi, ia menyuapkan lagi satu sendok penuh nasi ke dalam mulutnya.

"Memangnya kau punya berapa orang pacar?"

"Rahasia." Senyum Liffi.

"Ternyata kau playgirl juga, ya. Tapi aku malah suka yang sedikit nakal." Nakula malah balik menggoda Liffi.

Ah kenapa dia tersenyum dengan wajah semirip itu dengan Sadewa?! Pikir Liffi sebal, pesona ketampanan mereka berdua memang membuat hati Liffi selalu berdegup kencang.

"Aku tak keberatan hlo menjadi yang kedua." Senyum Nakula nakal.

Wajah Liffi langsung memanas, tatapan mata Nakula yang sayu dan menghanyutkan membuatnya ingin menyerahkan dirinya juga. Masuk ke dalam perangkap dan hasutan Nakula. Mata coklat hazel itu bersinar saat terkena cahaya lampu, membuatnya sedikit berkilau keemasan.

oooooOooooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana