Chereads / TWIN’S PET / Chapter 31 - FIGHTER

Chapter 31 - FIGHTER

Jalanan nampak sepi, baik Nakula maupun kedua shewolf dari pack Laka itu tetap diam tak bergeming. Saling memandang dan mengukur kekuatan lawan mereka masing-masing.

Lina dengan tubuh tegap dan sexy, ia punya rambut hitam dan panjang. Wajahnya terlihat cantik dengan make up gaya smokey. Tongkat baja tergeletak di pundaknya. Lena, tubuhnya lebih kecil dan pendek dari Lina, rambutnya hitam sebahu, memakai kaca mata tebal dan berwajah pucat.

"Hei, apa salah pack West? Kenapa kalian hendak menantang mereka?" tanya Nakula, walaupun ia bukan bagian dari pack itu lagi, namun Ayah dan Kakaknya adalah pemimpin mereka. Jadi tak mungkin Nakula menutup matanya begitu saja.

"Mereka membunuh teman kami."

"Siapa?"

"Aska dan Dominic."

"Ah... apa maksud kalian paman gendut dan paman kurus?" Nakula mengangguk mengerti, mereka salah mengira bahwa Sadewa yang membunuh kedua serigala tua itu. Padahal keduanya dibunuh oleh Nakula.

"Bagaimana kau tahu?"

"Karena aku yang membunuh mereka, bukan Sadewa." seringai Nakula. Ia mulai memamerkan deretan giginya yang meruncing.

"Apa????" Lena dan Lina saling memandang.

"Bagaimana kalau kita cari tempat kosong untuk bertarung?" ajak Nakula, ia berusaha menghindari pertarungan yang akan menyeret Liffi masuk, gadis itu manusia biasa, ia bisa terluka.

"Kau mau melindungi gadis itukan?" Lena membetulkan letak kaca matanya.

"Apa hubunganmu dengan manusia itu, half wolf? Kau terlihat sangat mencintai pet-mu?" Lina ikut mencibir Nakula, bagi bangsa werewolf nyawa manusia tak pernah ada harganya. Jadi mencintai seorang manusia adalah sebuah kesalahan.

"Ah sayang sekali, padahal aku mulai tertarik pada pesonamu." Lena melesat maju, melemparkan belati tajam berbentuk cakram ke arah Nakula.

Nakula menghindar, sebuah sisi belati menggores wajah tampannya. Darah Nakula menetes namun tertutup dalam sekejap.

PLAAANGGG!!!!

Tongkat baja yang penuh dengan gerigi di ayunkan ke arah Nakula.

"Shit!!!" Nakula menangkis pukulan tongkat baja itu dengan tangannya.

"Gggrrrr...!!!!" Lina menanbah beban kekuatan pada tongkatnya, namun tenaga Nakula masih lebih kuat darinya.

CRRAANG!!!

Bunyi gemrincing rantai terdengar, Lena mengayunkan rantai dengan beberapa belati cakram pada ujungnya. Ia berusaha menyerang perut Nakula yang terbuka tanpa pertahanan.

"Sialan!!" Nakula melompat.

Menghadapi dua orang lincah sekaligus membuat Nakula harus ekstra hati-hati. Apalagi Nakula tidak tahu kemampuan apa yang dimiliki oleh keduanya.

"Kalian pakai senjata? Mana harga diri kalian sebagai bangsa werewolf?" sindir Nakula. Bangsa werewolf selalu bangga dengan bakatnya, mereka selalu mengandalkan kekuatan kuku dan kecepatannya.

"Kau naif sekali."

"Dan juga bodoh."

"Benar."

"Berhenti menyebutku bodoh." Nakula sebal.

"Asal kau mau bersamaku, aku akan memanggilmu tampan." Kikih Lena, sepertinya ia menyukai sikap dan pembawaan Nakula yang serampangan.

"Hei Nenek, kau terlalu tua untukku!!" Seruan Nakula, membuat Lena naik pitam.

"Siapa yang kau panggil nenek?" Lena melompat, mengayunkan rantainya lagi.

Nakula ikut melompat, ia memang sengaja menunggu Lena mengayunkan rantainya. Nakula menangkap ujung rantai Lena dan mengikatnya di telapak tangan. Nakula tak peduli pada belati yang menggoresnya. Ia hanya ingin menarik rantai itu agar shewolf mungil ini ikut tertarik.

BUAK!!!!

Nakula memukul wajah pucat Lena.

Nakula hendak memberikan satu lagi pukulan pada Lena, namun Lina menangkisnya dengan tongkat baja. Mereka berdua saling beradu pukulan mematikan.

"Brengsek!!!" Nakula mengaduh, kepalan tangannya terasa sangat menyakitkan.

"Sialan, halfwolf berengsek!!" Lena mengumpat, ia membuang kaca matanya yang pecah. Wajahnya yang lebam berangsur-angsur pulih.

"Berhenti main-main, Lena. Dia kuat." Lina mengayunkan tongkatnya lagi.

"Kau benar. Dia membunuh Aska dan Dom."

"Kalian sudah mulai serius?" tanya Nakula.

"Iya, kami akan menghadapimu dengan serius."

"Kalau begitu aku juga akan serius." Nakula melepaskan pakaiannya, menampakkan otot-ototnya yang kekar dan terbentuk lebih kencang dari sisa latihannya belakangan ini. Nakula tak pernah berhenti melatih dirinya semenjak kekalahannya dari Aska. Bagi Nakula, pertarungan adalah nafas hidupnya, dan kekalahan adalah aib baginya. Jiwanya seorang petarung yang hidup untuk bertarung.

"Wow." Lena memandang Nakula sampai tak berkedip.

"Berhentilah terpesona, Lena!! Dia musuh kita." Lina berdecak sebal.

"Apa kau tak melihat tubuhnya yang sempurna itu?" Lena menggigit bibir bawahnya gemas.

"Bagiku semua laki-laki sama saja." Senyum Lina.

"Bekas lukanya membuatnya lebih jantan. Aku suka." Kikih Lena.

"Jangan bodoh." Lina ikut tersenyum, ia membenarkan ucapan Lena.

"Hei, kid. Bisa sekalian kau buka celanamu?" teriak Lena.

"Kau mesum sekali, Nenek!!" Teriakan Nakula tak kalah kencang.

"Kalau kau tak mau, aku akan melepaskannya sendiri." Lena menjulurkan lidahnya, ia begitu tergiur pada pesona Nakula.

ooooOoooo

Liffi berlari menuruni anak tangga menuju ke lantai dasar. Napasnya terengah-engah karena berlari menuruni dua-tiga anak tangga sekaligus. Peluh menetes membasahi pakaiannya, dan wajah Liffi pucat. Ia benar-benar mengkhawatirkan keadaan Nakula.

"Naku??!!!!" Liffi menggedor pintu masuk utama. Terkunci.

Kegelapan menyelimuti area hall utama apartement kosong itu. Apartemen itu sudah tua dan tak berpenghuni. Kebanyakan jendela dan pintunya telah rusak. Penerangannya hanya berasal dari sinar bulan dan lampu jalan yang menembus sela-sela lubang jendela.

"Naku!!! Ya Tuhan, Naku." Liffi mencari cara untuk mengintip ke luar, ia harus melihat keadaan Nakula saat ini.

Hatinya tak tenang, bagaimana kalau kedua wanita itu juga menyakiti Nakula? Hati Liffi pasti akan terasa sangat sakit melihatnya. Kalau memang Liffi juga mate Nakula, berarti jiwanya juga diperlukan untuk meningkatkan kekuatan Nakula. Dalam benaknya Liffi berpikir, bahwa ia harus berada di sampingnya, menemani Nakula.

Liffi mengangkat kursi kayu yang telah tertutup debu, ia berusaha memecahkan kaca jendela dengan kursi itu.

PYAR!!

PYAR!!!

Satu demi satu kaca jendela pecah, Liffi mencari-cari handle dan gerendel besi yang mengunci jendela itu.

"Ketemu!" pekik Liffi, ia langsung menarik jendela itu sampai terbuka.

Liffi melompat, ia tak peduli dengan goresan-goresan yang mengeluarkan darah pada siku tangannya. Liffi harus segera bersama dengan Nakula. Berbagi jiwa dan kekuatan.

ooooOoooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana