Chereads / TWIN’S PET / Chapter 53 - SICK

Chapter 53 - SICK

Aroma daun tyme dan juga lada hitam merebak bersama dengan asap daging yang baru saja di bakar. Grey membuka tutup grill stove, tampak beberapa potong tomahawk steak yang mulai matang. Grey menaburkan garam dan juga lada, lantas membalik daging itu beserta dengan sayur mayurnya.

"Wah enak nih." Red terlihat tidak sabar menanti hidangan itu matang.

"Duduklah, Red! Sudah hampir matang." Grey menyuruh sahabatnya duduk.

Red menurut, ia bergegas duduk pada kursinya. Di area makan outdoor itu, Jane terlihat asyik sedang mengikis kuku-kuku jarinya. Sesekali wanita itu meniup agar debu kikisannya menghilang. Kukunya terlihat cantik dengan kutek berwarna kuning keemasan.

"Kau tidak ada pemotretan hari ini?" tanya Red, di antara mereka hanya Jane yang masih menekuni dunia entertaimen dan modeling selama BLINK vakum.

"Aku menggeser semua jadwalku sampai Minggu depan," jawab Jane.

Mereka bertiga sedang berkumpul di rumah Grey malam ini, makan malam outdoor, Grey memburu sendiri seekor rusa dan menyajikannya dalam wujud makanan. Di panggang dengan bumbu sederhana garam dan lada hitam, juga beberapa rempah daun dan kayu cedar sebagai menguat aroma asapnya.

Suasana di taman belakang rumah Grey cukup hangat dengan lampu-lampu taman yang berpendar lembut. Meja makan kayu dihiasi beberapa lilin beraroma lavender dan vas berisi buket bunga rustic. Empat kursi mengelilingi meja itu, satu kursi masih kosong. Black tak menghadiri pertemuan dengan kawan-kawannya.

"Matang!" Grey menaruh satu selusur daging yang masih menempel pada tulang rusuk ke atas piring. Satu untuk Jane satu untuk Red, dan satu untuknya.

"Aku memburunya sendiri sore ini, makanlah!" Grey bergabung, melepaskan celemek dan ikut makan.

"Baunya enak!!" Jane langsung mengiris daging itu, lembut sekali, dengan tingkat kematangan medium well daging terlihat masih kemerahan dan berair, sungguh nikmat bila di padukan dengan cocolan saus barbeque atau black pepper.

"Ayo kita cheers, for Blink's comeback!" Red mengangkat botol birnya.

"For Blink!!" seru ketiganya sambil mengangkat botol mereka, menimbulkan dentingan saat permukaannya saling beradu.

"Sayang sekali Black tak bisa datang." Red menatap kursi kosong di sampingnya.

"Dia sibuk bercinta dengan matenya." Grey terkikih. Tapi benar saja, Black memang tak mengijinkan Liffi pergi darinya selama dua hari ini, menghabiskan weekend di penthousenya.

"Mate apa? Dia hanyalah manusia. Aku tak menyangka Black akan menganggap Pet nya sebagai mate. Apa dia bodoh?" Jane memutar bola mata, malas dan sebal mengingat keberadaan Liffi.

"Gara-gara manusia hina itu, Black jadi menjauh." Jane mengiris daging dengan kasar, lalu melahapnya.

"Memangnya kita pernah dekat dengan Black?" tawa Grey, Red mengangguk membenarkan ucapan sahabatnya itu, Black memang selalu menyendiri. Ia adalah wujud serigala kesepiaan yang sebenarnya.

"Kau berjanji akan membantuku menyingkirkan manusia itu kan, Grey!" Jane menunjuk wajah Grey dengan pisaunya, ujung tajam itu hampir mengenai pucuk hidung Grey.

"Singkirkan pisaumu sekarang juga, Jane! Atau aku akan mengajakmu bertarung." Grey sewot, wanita ini semakin tak sabaran saja bila menyangkut tentang Black.

Jane menurunkan pisaunya, tak lagi mengancam Grey. Pria itu satu-satunya harapan Jane untuk menyingkirkan Liffi dari hidup Black.

"Lebih baik kau urungkan niatmu, Jane. Kau tak takut Black membunuhmu? Lagi pula kalian sudah dewasa, sebentar lagi pasti kalian akan bertemu dengan mate masing-masing." Red memperingatkan Jane.

"Kalian tak mengerti, aku ... aku ..., ah sudahlah. Percuma menjelaskan perasaan pada pria-pria kaku seperti kalian." Jane mendengus sebal, ia kembali berkutat dengan makan malamnya.

"Aku akan membantumu besok, Jane. Cukup menjebaknya bukan?" Grey menatap iba pada Jane.

"Benar, cukup  menjebaknya. Kalau memang mate, pasti perasaan keduanya kuat, kalau bukan mereka pasti akan berpisah." Jane tersenyum.

"Dasar." Red bergeleng pelan, lalu kembali menenggak bir. "Daging dan bir adalah kombinasi terbaik."

oooooOooooo

Semuanya kembali seperti biasa, Liffi dengan kuliahnya, Nakula dengan latihan beratnya, dan Sadewa dengan pekerjaannya yang menumpuk. Sudah tiga hari Liffi mengacuhkan Sadewa, kini giliran Liffi meluangkan waktunya untuk pria itu. Liffi harus meminta maaf dan menjelaskan semuanya. Nakula dan Sadewa punya arti yang sama besar dalam hidup Liffi. Mereka punya bobot yang sama.

Bagaimana aku harus memulainya? Mengirimkan text atau telefon? pikir Liffi, menimbang-nimbang cara menghubungi Sadewa terlebih dahulu.

Liffi mengoleskan selai kacang pada roti lapis, menu sarapannya pagi ini. Tak lupa segelas susu coklat. Berkat Sadewa Liffi tak harus bekerja dengan keras. Kartu pemberian Sadewa bisa menutup semua keperluan hidupnya hanya dengan satu kali gesek.

"Aku membeli semua ini dengan uang Sadewa dan aku membentaknya kemarin. Argh !!! Aku sungguh tak tahu malu," gumam Liffi, ia menggaruk kepalanya gusar.

Belum sampai kegusaran dalam hatinya reda, Liffi merasa ada yang aneh dengan perutnya. Tiba-tiba saja ada dorongan rasa mual yang tajam. Cepat-cepat Liffi menuju ke kamar mandi, gadis itu memuntahkan isi perutnya.

"Hoek ... hoek ...!"                  

Liffi melemas, ia duduk dengan kepayahan di depan closet. Seluruh isi perutnya keluar, dan rasa mualnya tak kunjung menghilang.

"Apa aku sakit? Masuk angin?" keluh Liffi.

Liffi mencoba bangkit, dengan perlahan ia berjalan menuju ke atas ranjang untuk berbaring. Ia mengoleskan minyak angin dan mencoba untuk beristirahat. Mungkin setelah kondisinya membaik baru ia akan menghubungi Sadewa.

"Ada apa denganku?"

Gadis itu belum menyadari perubahan kecil yang punya pengaruh besar sedang terjadi di dalam tubuhnya.

ooooOoooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana