Sadewa sedang berjalan menyelusuri koridor menuju ke ruang kerjanya. Di temani oleh beberapa pegawai dan juga sekertarisnya.
"Tuan Sadewa, Mr. Hans mengejar Anda." Emily, sekretaris Sadewa melaporkan hal ini pada bossnya.
"Suru dia ke ruanganku!" Sadewa menyeringai, sudah ia duga pria tua itu akan mengikutinya.
Sadewa masuk ke dalam ruang kerjanya. Meja kaca hitam membentang lebar di depannya. Tidak banyak furniture di dalam ruangan luas itu. Hanya meja, kursi kerja, dan sebuah living room set.
Sadewa melemparkan jasnya pada sandaran sofa dan duduk di sana. Ia memutar lehernya yang tampak letih.
Sadewa teringat pada gadis tadi. Ia sangat menginginkannya. Apakah gadis itu mate-nya? Aromanya terasa sangat memabukkan. Membuat Sadewa ingin memilikinya, tanpa sadar Sadewa mulai melamun.
ooooOoooo
Dini hari tadi ...
Hutan di sekitar mansion tempat tinggal pack West tampak hening, hanya terdengar suara sahutan beberapa burung gagak yang terbang karena terusik oleh sesuatu.
Darah menetes dari kuku-kuku cakar milik Sadewa. Sudah lama Sadewa tak bertarung sesengit ini. Bajunya koyak dan penuh cipratan darah. Bukan darahnya, tapi darah kaumnya yang memberontak.
Sadewa berjalan menyelusuri hamparan mayat yang tergletak tak bernyawa. Ada 10 orang werewolf yang menentangnya sebagai penerus sang Alpha. Mereka menganggap Sadewa tidak cukup layak memimpin sebuah pack terbesar dan tertua di Benua itu. Satu per satu menantang Sadewa. 5 merenggang nyawa dan 5 lainnya lari ketakutan.
Luka yang didapat Sadewa langsung sembuh begitu dia mengatur napasnya. Itulah keunikan seorang werewolf, regenerasi sel mereka sangat cepat.
"Apakah aku tidak layak, Dad?" Sadewa berbicara kepada seorang serigala tua, sang Alpha.
"Kau layak, Dewa. Kekuatan dan kepemimpinanmu."
"Tapi darahku campuran, itu yang membuat mereka tak pernah mengakuiku." Sadewa menatap ayahnya.
"Kau benar. Tapi saat kau bisa menemukan mate-mu, darah werewolfmu akan sempurna. Kau akan menjadi werewolf sejati." Mr. West menepuk pundak Sadewa.
"Bagaimana caraku menemukannya? Dunia ini sangat luas." Sadewa meninju sebuah pohon sampai tumbang. Dia merasa kesal, karena banyaknya warewolf yang memberontak dan mate-nya tak kunjung datang.
"Kau pasti menemukannya, Dewa. Kau pasti akan langsung mengenalinya. Aroma tubuhnya dan setiap gerakannya akan membangkitkan jiwamu. Percaya saja pada instingmu." Lelaki tua itu menepuk pundak Sadewa.
Ayahnya pernah berkata bahwa mate adalah belahan jiwa seorang werewolf. Mereka berbagi kekuatan bersama. Saling melindungi dan meneruskan darah werewolf pada anak-anak mereka.
Ayahnya punya seorang mate yang cantik, namanya Nera. Ayahnya masih terus mengingat tentang Nera seumur hidupnya. Serigala wanita itu sangat lembut, aromanya sangat wangi, cintanya sangat besar.
Nera mati di tangan seorang pembunuh bayaran. Ayahnya terus menyesal karena tak bisa melindunginya. Beberapa peluru perak berlapis wolfsbane menembus jantung dan perutnya.
Sepeninggalan Nera, Gin terus bersedih dan jatuh dalam pengaruh alkohol. Dia menjadi pecandu minuman, terus mabuk-mabukan, sampai akhirnya meniduri seorang wanita jalang. Dia manusia, serigala kesepian itu menghampirinya saat mabuk. Gin meniduri wanita itu, dia menjadi pet-nya.
"Aku hamil." Wanita itu kembali, dengan perutnya yang membesar.
"Apa?" Gin West terkejut. Wajahnya menegang, dia tak pernah menyangka pet-nya akan hamil dalam sekali berhubungan.
"Nikahi aku!! Bertanggung jawablah!! Setidaknya sampai anak ini lahir." Wanita itu terisak keras.
Gin menikahi wanita Indonesia itu. Namanya Regina Wiharjo. Kecantikannya membuat semua orang iri, tapi dia malah harus hidup bersama seorang werewolf. Hidupnya hancur karena satu-satunya pria yang dicintainya tak pernah memberikannya cinta sedikit pun. Cinta Gin hanya untuk Nera.
"Namanya Nakula dan Sadewa." Regina memberikan nama pada kedua putra kembarnya saat mereka lahir. Setelah lahir Gin mengusirnya dari pack. Regina membawa Nakula, dan Gin membawa Sadewa.
ooooOoooo
Tok ... tok ... tok ...!
Bunyi ketukan pintu membuyarkan lamunan Sadewa. Ia bangkit dan duduk pada kursi kerjanya. Menekan tombol hijau pada interkom. Pintu yang terbuat dari kayu cendana dengan ukuran yang sangat besar terbuka secara otomatis. Mr. Hans masuk ke dalam. Wajahnya terlihat sangat pucat.
"Tolong pertimbangkan design kami." Ibanya
"Designmu sangat buruk, Paman. Penyusunan anggaranmu terlalu besar dan pengerjaannya terlalu lama. Apa kau mau mencurangiku?" tuduh Sadewa.
"Tidak, mana mungkin aku berani." Keringat dingin keluar dari pelipisnya.
"Aku tahu perusahaanmu sedang diambang kehancuran. Kau mengalami kerugian besar dan berharap proyekku bisa membantumu menutup semua hutangmu kan?" Sadewa bangkit dari tempat duduknya.
"Tolonglah, Mr. West. Tolong berikan saya kesempatan." Mr. Hans hampir berlutut di depan Sadewa.
"Tak perlu berlutut. Aku akan membantumu. Tapi dengan satu syarat." Sadewa menahan tubuh Mr. Hans.
"Apa itu?" Mr. Hans tampak sumringah.
"Gadis kecil yang bersamamu, berikan dia padaku malam ini. Aku akan berikan tendernya padamu." Sadewa menepuk pundak Mr. Hans.
"Anak magang itu?" Mr. Hans bingung. Selera Sadewa cukup aneh. Liffi memang cantik, tapi dia hanya anak polos dan kampungan. Tidak ada daya tarik dari caranya berpakaian atau pun merias wajah.
"Kalau Anda ingin wanita saya bisa mencarikan yang lebih cantik dan lebih sexy darinya," tawar Mr. Hans, dia tidak tahu kalau Sadewa tak pernah menginginkan seorang wanita selama hidupnya.
"Berikan anak magang itu malam ini, atau tendernya hilang." Sadewa melirik tajam, membuat bulu kuduk Mr. Hans berdiri.
"Ba—baik, akan saya kirim dia malam ini ke tempat anda."
"Good, aku tak sabar menunggunya." Sadewa tersenyum dan meninggalkan kantornya.
"Garry, Emily, ayo kita pergi!" Sadewa mengajak para asisten pribadinya pulang.
Garry dan Emily juga bangsa werewolf, satu pack dengan Sadewa. Selama ini Garry dan Emily adalah beta ayahnya yang paling setia.
"Kau yakin dia mate-mu, Tuan?" Emily mendekat.
"Tubuhnya sangat wangi, aku bahkan berdesir saat melihatnya. Aku sangat kesusahan mengendalikan kekuatanku. Hampir saja aku menunjukan cakarku di ruang rapat." Senyum Sadewa.
"Makanya kau menghentikan presentasinya?" Garry ikutan berbicara.
"Yup," jawab Sadewa.
Sadewa kembali melintasi ruang rapat. Gadis itu masih di sana, dia membereskan semuanya. Sadewa berdecak sebal. Mate-nya diperlakukan seperti seorang pembantu.
"Namanya juga anak magang, Tuan." Emily mencoba menahan emosi Sadewa.
"Kau tahu, Bos, aku rasa kau salah. Dia bukan mate-mu, dia manusia." Garry menunjuk Liffi, ia meringis kesakitan karena teriris kertas. Lukanya tidak segera menutup, darahnya keluar dan menetes ke lantai.
Sadewa tertegun, Gadis itu bukan werewolf, dia manusia. Manusia tidak bisa menjadi mate-nya, tapi kenapa? Kenapa aroma gadis itu sangat menarik perhatiannya?!
"Sialan." Sadewa akan memukul dinding, tapi Garry menghalanginya.
"Temboknya bisa roboh, Bos." sergah Garry.
"Shit!!" Sadewa kembali berjalan meninggalkan perusahaan.
ooooOoooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana