PERTEMUAN SINGKAT ANTARA NY. MEDEENA ALBERT & LEA
Kemunculan Ny. Medeena Albert di hadapannya sudah membuat Lea bisa menebak keinginan calon nenek mertuanya itu. Lea tahu perjalanan jauh yang ditempuh Naina hanya demi menemuinya, pasti ada maksud yang tersirat. Satu hal yang pasti; semua kebebasannya akan segera terenggut.
Bagaimanapun, sejak awal Lea tahu bahwa tidak peduli dia bersama dengan siapapun, pada akhirnya tetap Zavier, laki-laki yang harus dia nikahi. Sejauh apapun langkah kakinya menapaki bumi yang luas ini, suatu hari nanti dia tetap harus kembali ke dalam dekapan Zavier.
Lea hanya tersenyum seraya membatin, "Zavier, mungkin sudah waktunya kita kembali bertemu".
Hatinya tidak menolak untuk kembali, tidak keberatan dengan semua itu. Tapi lidah masih ahli bersilat membeberkan berbagai alasan agar diizinkan tetap berkelana tanpa tujuan. Dia masih meminta perpanjangan waktu untuk menikmati kesendirian dan kebebasan.
"Sejak tadi kamu terus berdebat dengan Naina. Naina sudah mengorbankan banyak waktu dan tenaga menempuh perjalanan panjang hanya demi bertemu kamu", keluh Naina.
"Iya, Naina, iya, Lea paham", sahutnya.
"Baguslah kalau paham. Jadi, kamu harus ikut Naina pulang ke Jakarta", jelas Naina.
"Lea pasti pulang, Naina. Tapi...", sahut Lea.
"Sudah, tidak ada kata TAPI", sahut Naina.
"Naina sudah bosan dengan janji-janji kamu, belum ada yang kamu tepati", lanjutnya.
"Kali ini Lea serius, tahun ini Lea akan pulang", jawabnya.
"Apa kamu tahu, apa arti pulang?", tanya Naina lagi.
"Yes, I know", jawabnya.
"Kamu yakin, kamu benar-benar tahu?", tanya Naina lagi.
"Pulang ya pulang, apalagi coba maksud lain?", jawab Lea sambil tersenyum.
"Lea...", ucap Naina dengan nada serius.
"Ya, Naina. Lea tahu, Lea ingat", sahut Lea.
"Menikah ya menikah", lanjutnya santai.
Lea paham bahwa kepulangannya tidak sesederhana pulang ke negara asalnya. Kepulangannya juga dimaksudkan untuk mengukuhkan hubungan kedua keluarga, Albert dan Miller Family melalui pernikahannya dengan Zavier.
Sementara itu, Ny. Medeena Albert benar-benar tidak tahu apa yang terlintas di benak gadis cerdik itu. Baginya, sangat tidak mungkin, Lea menyetujui pernikahan yang selama ini dihindarinya tanpa syarat apapun.
"Kamu tidak keberatan?", tanya Naina.
"Tentu saja, Lea keberatan", jawab Lea.
"Naina, bagaimana mungkin aku bisa menikahi seseorang sebelum menguji hatinya?", jelas Lea.
"Kamu boleh meragukan semua orang, tapi tidak dengan Zavier. Naina tahu betul, Zavier hanya mencintai kamu", sahut Naina.
"Itu belum bisa dipastikan, Naina. Zavier mencintai Lea kecil yang innocent, bisa jadi dia tidak bisa menerima Lea yang sekarang", ucap Lea.
"Kamu berani bertaruh?", tanya Naina.
"Kenapa kamu terlihat ragu-ragu?", tanya Naina seraya tersenyum ketika ekspresi Lea tiba-tiba berubah.
"Apa imbalan dan konsekuensinya ?", tanya Lea.
"Kalau kamu menang, Naina tidak keberatan menunggu kamu setahun lebih lama. Kalau Naina menang, Lea harus menjadi cucu menantu Naina", jelas Ny. Medeena Albert.
"Lea setuju", jawab Lea sambil mengacungkan tangannya yang segera sambut bahagia oleh Ny. Medeena.
"Kali ini kemenangan milik Naina. Kalaupun Naina kalah, untuk apa kamu mempersulit diri sendiri dengan memilih jalan rumit, pada akhirnya pernikahan kamu dan Zavier hanya tentang waktu?", jelas Ny. Medeena.
"Tentu, beda. Setahun itu waktu yang panjang dan Lea bisa melakukan banyak hal selama itu", jawabnya.
"Sepertinya kamu masih ingin beradu argumen dengan Naina", balas Naina.
"Tidak, bukan itu itu maksud Lea", jawabnya.
"Baiklah, Naina tunggu kabar baik dari kamu", ucap Ny. Medeena Albert.
Lea kembali tersenyum. Dalam hatinya, dia membenarkan semua ucapan Naina. Pernikahannya dengan Zavier hanya masalah waktu, jika mereka memang dua orang yang ditakdirkan bersama, sekeras apapun menjauh dan menolak, takdir akan tetap mengikat mereka satu sama lain untuk tetap bersama.
Selama ini dia hanya berpura-pura lupa dan bersikap masa bodoh, dan sesekali diam-diam berharap tunangan kecilnya bisa merelakannya. Tapi, Zavier sama sekali tidak melakukan itu.
Adakalanya, dia merasa Zavier benar-benar keras kepala. Dia tidak habis pikir bagaimana Zavier bisa menerima semua pengkhianatan demi pengkhianatan yang dilakukannya secara sengaja dan sepenuhnya sadar.
"Hatimu sungguh lapang", lirih Lea sesekali kala memergoki pengintai yang dikirim Zavier diam-diam memotret aktivitasnya.
Lea hanya membiarkan secret agents itu mengikutinya 24/7, baginya melihat mereka seperti melihat Zavier. Selain itu, diapun tahu beberapa aktivitas Zavier karena Jihan, Aunty Zaara, atau Naina akan mengirim foto untuknya atau sekedar mengeluhkan kelakuan Zavier padanya. Sesekali Leo juga mengabarinya jika Zavier bertindak sembrono di kampus.
Sesekali, dia spontan tersenyum membayangkan kekesalan Zavier setelah menerima foto-fotonya.
"Dia benar-benar membuatku tidak bisa benar-benar mengkhianatinya", Lea membatin.
Adakalanya, Lea tersentuh dengan penantian panjang Zavier yang sangat sabar. Dia tersentuh dengan cara Zavier mencintainya. Dia tersentuh dengan cara Zavier bicara untuknya di hadapan semua orang. Dia tersentuh dengan cara Zavier membelanya, bahkan sebelum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Adakalanya, dia berpikir bahwa tidak ada laki-laki lain yang bisa mencintainya lebih baik dari Zavier.
Hal-hal kecil seperti itu meniadakan semua kata "keberatan" untuk menikahi laki-laki itu. Lea hanya bertele-tele, menikmati tarik-ulur, memperpanjang waktu dengan dalih menginginkan kebebasan, padahal sejak lama hatinya telah terikat pada Zavier. Dia hanya tidak ingin mengakuinya dengan mudah.
Meskipun, Zavier selalu berpikir bahwa Lea tidak pernah memberinya kesempatan. Kenyataannya, Zavier tidak membutuhkan itu karena sejak awal Lea tahu hatinya telah memilih laki-laki keras kepala itu. Hanya saja, dia hanya ingin melihat bagaimana Zavier berjuang untuknya ketika seolah-olah sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk memperjuangkan.
Setelah menyaksikan semua kegigihan laki-laki itu selama ini, bagaimana mungkin dia bisa merelakannya untuk orang lain. Bagaimana mungkin dia memilih orang lain dibandingkan dengan Zavier. Sejak awal, hatinya telah memilih Zavier.
Meskipun sebenarnya sama sekali tidak keraguan di hatinya pada Zavier, dia sama sekali tidak meragukan cinta laki-laki itu padanya, tapi dia hanya ingin menguji apakah Zavier masih tetap mencintainya jika dia telah kehilangan segalanya.
🍁🍁🍁