Chereads / My Destiny from the Dream / Chapter 25 - Perkara Sosis

Chapter 25 - Perkara Sosis

Tian melepas jasnya asal dan dilemparkannya ke jok belakang mobilnya. Melonggarkan dasi yang rasanya mencekik lehernya itu sebelum akhirnya keluar dari mobilnya dan masuk kedalam area cafe.

Seperti biasa Tian langsung duduk disebuah kursi kosong diantara teman temannya yang sudah lebih dulu berkumpul disana.

"Wah si bucin sukanya dateng telat nih." Sindir Andi yang disambut gelak tawa dari yang lain.

"Baru dateng juga, malah diketawain stres nih gue."

"Ya lah stres, pasti berkas kasus lo numpuk ya dimeja gara-gara gak masuk dua hari." Timpal Jojo dan Tian mengangguk membenarkan, sedang malas membuat kegaduhan dengan Jojo.

"Nih minuman kesukaan lo, gue pesenin sekalian." Ujar Agus memberikan segelas americano kepada Tian. Memang hanya Aguslah yang paling kalem dan pengertian diantara semua temennya.

"Jadi gimana keadaan si Aya?" Tanya Verdi penasaran, jujur jika Verdi tahu ia akan melaporkan hal tersebut pada istrinya.

"Masih gak sehat, tapi maksain berangkat kerja."

"Gak sehat? Perasaan baik-baik aja deh, orang tim lagi berantakan, dia dateng, kelar masalah." Sergah Yuda tidak mempercayai perkataan bucin Tian.

"Tanya aja tuh sama si Rian, dia juga lihat gimana Aya gak bereaksi selama matanya merem." Semua menatap Rian penasaran, dengan cepat Rian menelan seluruh minuman yang tersisa di rongga mulutnya.

"Gimana ya, tes menunjukan hasil yang bagus, gak ada yang salah, cuma fisik gak ngerespon apapun selama tidur kurang lebih tiga hari."

"Putri tidur dong." Komentar Yuda.

"Lo gak apa-apain dia kan Yan? Pas dia tidur lama?" Tanya Andi penasaran.

"Emang gue apaan, anjir?"

"Ya kali aja, lo kan udah tercemar sama otak kotor si Verdi." Ujar Andi menambahkan.

"Lah, malah nyalahin gue." Verdi tak terima.

"Kalau dia putri tidur beneran gimana dong?"

"Berarti ketua tim gue princess."

"Shit, kita di negeri dongeng?!"

"Berarti lo bangunin dia pake ciuman dong."

"Oh pangeran."

"Oh princess." Semua orang tertawa terpingkal-pingkal dikala Jojo dan Rian memperagakan cinema ala pangeran dan princess itu.

"Lo semua pada kayak gak pernah ciuman aja ya!" Keadaan menjadi hening seketika, tidak ada yang berani berbicara lagi.

"Gue."

"Apa Gus?" Tanya Verdi pada Agus yang tiba-tiba berbicara tidak jelas.

"Gue bilang gue."

"Iya lo kenapa?!"

"Gue belum pernah ciuman. Puas?!" Sontak semua orang menatap Agus iba dan mulai bangkit untuk memeluknya secara berjamaah.

"Kasihan banget temen gue."

"Nanti gue kenalin cewek deh."

"Cewek yang baik-baik, biar setara sama Agus."

"Atau lo ikut kelas ta'aruf di yayasan lo sendiri Gus."

"Biar gak ngejomblo mulu."

Tian terdorong ketika hendak akan bergabung memeluk semua temannya itu.

"Pergi lo! Lo tega sama Agus." Tian memutar bola matanya malas dan kembali duduk di kursinya. Agus yang kesal dengan kicauan teman-temannya melepas paksa pelukan mereka. Semua orang akhirnya mengikuti Tian kembali duduk dikursi masing-masing.

"Tapi bener deh, gue penasaran apa yang buat Aya tidur selama itu? Sampe bikin lo rela nunda kasus-kasus lo." Jojo membuka percakapan kembali setelah beberapa saat.

"Cuma Aya yang bisa bikin Tian jadi gak profesional."

"Iya, si Rian juga gak tahu apa-apa. Padahal yang mantau Aya."

"Ini tuh..." Semua orang menunggu Tian melanjutkan perkataannya.

"Gak bisa dijelasin pakai akal dan logika." Verdi mengangguk setuju, karena memang hanya Verdi yang tahu tentang mimpi Aya, saat membantu Citra beberapa waktu lalu Tian tidak bilang yang sebenarnya kepada teman-temannya. Verdi? Tahu karena istrinya juga tahu dan tidak ada penjelasan yang masuk ke otak Verdi selain tentang mimpi Aya.

"Cuma cinta yang gak bisa dijelasin pake akal dan logika."

"Fiks! Itu pasti cinta."

"Bucin tingkat dewa."

"Ya Allah berilah ia hidayahmu agar tidak terus menerus berzina."

"Lo semua juga pasti bakal ada saatnya bucin kayak gue."

"Oh ya?"

"Masa?"

"Itu nanti, sekarang mah kita nistain lo dulu."

"Yang penting happy dulu."

Semua orang berhenti menggoda Tian dikala melihat Verdi yang tertawa sendiri sambil menatap layar hpnya. Suasana disekitar mereka berubah seperti di film horor.

"Ver tolong ngertiin kita yang jomblo ini."

"Berbahagialah dengan istrimu ditempat lain."

"Kenapa membalas pesan bisa sebahagia itu?"

Verdi terkekeh melihat nasib ngenes teman-temannya.

"Kalau mau ya coba aja, rasanya ah.. mantap." Sontak semua orang melempar Verdi dengan kentang goreng. Siapa yang tak tahu, jika Verdi akhirnya membatalkan perceraian dan memulai hidup seperti pengantin baru? Bagi mereka itu mengesalkan.

"Maaf ya, kayaknya gue bakal masuk ke tim Tian sama Verdi. Gue mungkin bakal coba nerima perjodohan yang disuruh bapak gue."

"Lo yakin Jo?"

"Masih ada perjodohan di zaman ini?"

"Gue juga dijodohin kalau lo lupa Yud."

"Gak ada salahnya dijodohin." Ujar Agus membela.

"Lo yakin mau dijodohin, alasannya apa?"

"Biasalah janji sesama ortu pas zaman baru nikah. Dia juga lumayan cantik kok."

"Apa iya?" Jojo mengangguk yakin.

"Elo dijodohin bukan karena masalah politik kan?" Jojo yang kesal menggebrak meja dan bangkit dari duduknya mengangkat kerah Tian.

"Maksud lo apa?"

"Ya kan bisa jadi ayah lo jodohin lo buat keperluan semacam itu, ya lo tahu laaah." Tidak menunggu waktu lagi, Jojo mengepal kuat tangannya dan meninju pipi Tian dengan keras. Membuat Tian terjatuh menabrak kursi tamu lain yang ada dibelakangnya.

Bukan pemandangan baru lagi jika mereka menjadi pusat perhatian jika sedang berkumpul.

Semua orangpun menjauh dari area pertengkaran Tian dan Jojo. Sedangkan teman-teman mereka bersorak riang, meneriakkan nama Tian dan Jojo bergantian. Hanya Agus yang menyingkir dari sana, memilih berpura-pura tidak mengenal mereka.

Tian berdiri dan membalas pukulan Jojo dengan cepat. Suasana cafe yang tenang berubah menjadi riuh layaknya ring tinju.

Tidak ada yang ingin mengalah antara Tian dan Jojo. Mereka saling menonjok, hampir memberantakkan separuh cafe.

Mereka baru berhenti dikala mereka sama-sama kehabisan tenaga untuk bergulat. Bodohnya mereka berdua malah tertawa terbahak-bahak dengan posisi terlentang.

*

Bau harum sosis bakar membuat siapapun yang mencium aromanya, tergugah untuk menggigit daging giling panjang nan empuk itu.

"Nih makan." Ujar Yuda yang memberikan Tian dan Jojo masing-masing satu tusuk sosis.

"Gak mau." Semua tampak menikmati sosis bakar dari pedagang kaki lima yang kebetulan bertengger di pinggir jalan raya ini, kecuali dua manusia yang memiliki beberapa luka lebam di wajahnya ini.

"Makan!" Kali ini gantian Rian yang memaksa keduanya untuk memakan sosis bakar yang lezat itu.

"Gue gak suka sosis."

"Jangan alesan." Tian dan Jojo merengek ingin memakan makanan lain selain sosis bakar, karena perut mereka sama sekali belum menerima makanan berat sedari tadi.

"Makan! Salah sendiri ribut di tempat umum. Kalau kalian gak ribut kita masih ada di cafe! Jadi jangan kebanyakan protes!" Tian dan Jojo berhenti merengek. Tangan mereka terulur untuk menerima beberapa tusuk sate yang disodorkan Rian dan Yuda.

"Kalian kenapa sih? Dinikmati aja." Ujar Verdi yang memesan sosis paling banyak diantara mereka.

"Iya kayak lagu yang ini nih.." Andi menarik nafasnya sejenak.

"Tian dan Jojo suka makan sosis bakar."

"Asli gokil tuh lagu."

"Lagu zaman bahula tuh."

"Gue bukan Sinta astagaa. Disini adanya cuma si Jojo."

"Gue gak mau sendirian, Anjir."