"terimakasih kau mau mengantarku, Dave" ucap Kiana sambil memasang sabuk pengamannya. "kukira mobilmu masih dibengkel" lanjutnya kemudian. Dave tersenyum dan mulai menginjak pedal gas dan melajukan mobil menuju rumah sakit.
"baru kemarin mobilku keluar bengkel. Ngomong-ngomong.. kau ke rumah sakit untuk apa?" jawab Dave sekaligus menanyakan tujuan Kiana ke rumah sakit. Kiana menunjukkan ponsel yang ada ditangannya. Ya.. Kiana mengantarkan ponsel ayahnya yang ketinggalan di rumah ketika berangkat kerja ke rumah sakit tadi siang. Sebenarnya Kiana mau menaiki mobilnya sendiri namun ia mendapati Dave didepan rumahnya ketika akan berangkat. Dave akan mengembalikan buku catatan Kiana dan sekalian menawarkan tumpangan. Kiana dengan senang hati menerima tawaran sahabatnya itu.
"Dave.. kau tidak lapar?" tanya Kiana sambil memegang perutnya sendiri yang berbunyi karena belum makan dari siang, sedangkan ini sudah hampir masuk jam makan malam. Dave melirikkan matanya sekilas sebelum akhirnya tersenyum dan menjawab, "sebenarnya ibuku menyuruhku untuk makan malam di rumah"
Kiana mengerucutkan bibirnya kesal karena mendapat penolakan halus dari Dave. Kiana anak tunggal, kedua orang tuanya sangat sibuk dan jarang pulang ke rumah mengingat pekerjaan mereka sebagai dokter dengan jadwal operasi tiada henti. Hampir setiap hari Kiana makan sendiri jika sedang dirumah, terkadang ia keluar ke rumah Cordie hanya sekedar ingin makan bersama.
"kau bisa ikut makan malam dirumahku kalau kau mau, Kiana" ujar Dave dan disambut senyuman bahagia dan kegirangan oleh Kiana. Dave hanya menggelengkan kepala pelan sembari tersenyum melihat tingkah Kiana disebelahnya.
Dave memarkirkan mobilnya didepan sebuah rumah sakit dan menunggu Kiana sambil bermain ponselnya. Ia mengetikkan pesan singkat kepada ibunya yang berisi 'bu, Kiana akan ikut makan malam'. Selama ini ibu Dave selalu mendesak Dave supaya berkencan dengan seseorang dan selalu mendapat penolakan halus dari Dave. Bahkan ibu Dave sampai menyarankan Dave untuk mempertimbangkan Kiana atau Cordie karena mereka berdua adalah wanita baik dan Dave juga sudah mengenal mereka dengan baik. Dave mendengus pelan jika ingat perlakuan ibunya yang selalu menjodohkannya dengan Kiana ataupun Cordie. Bahkan pernah membuat Cordie sampai tak mau ke rumah Dave karena malas didesak Ibu Dave.
"maaf aku terlalu lama, Dave" ujar Kiana sambil masuk kedalam mobil dan memasang sabuk pengamannya. Dave menggelengkan kepala seakan bermaksud mengatakan 'tak apa'. Dave pun mulai mengemudikan mobil menuju rumahnya. Dave tersenyum simpul ketika ia sesekali menoleh ke arah Kiana dan mendapati wanita itu tengah bergumam seiring dengan suara musik dimobilnya. Dave senang melihat tingkah kecil Kiana. Bagi Dave, Kiana adalah salah satu alasan yang membuatnya bisa sering tertawa.
"Dave.. Daniel bilang padaku kalau seisi kampus mengira kau adalah kekasihku dan itu yang membuatku tak pernah didekati oleh lelaki selama ini" ucap Kiana secara tiba-tiba dan sukses membuat Dave terhelak. Dave menoleh dan menatap Kiana penuh keheranan.
"Kiana.. jangan bilang selama ini kau tidak tahu tentang rumor itu?!" tanya Dave penuh selidik tapi juga tak habis pikir dengan Kiana. Rumor itu sudah menjadi bahan gosip biasa dikalangan mahasiswa. Persahabatan mereka berlima memang cukup terkenal di kampus karena wajah-wajah mereka yang tampan dan cantik. Dan gosip yang selalu hangat diperbincangkan oleh orang lain adalah rumor kencan Dave dan Kiana.
Kiana menatap Dave kebingungan, ia menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal itu. Dave pun tertawa keras melihat raut muka Kiana. Dave suka itu, ia menyukai apapun yang dilakukan Kiana, itu sangat menghiburnya.
"tunggu.. lalu kenapa rumor itu harus dengan kau? Kenapa bukan aku dengan Anson ataupun Daniel? Aku juga dekat dengan mereka!" tanya Kiana lagi masih penuh kebingungan. Memang wajar jika Kiana bingung karena memang ia merasa dekat dengan tiga lelaki berbeda tetapi kenapa rumor itu harus memilih dirinya dan Dave?.
Dave menghentikan mobil ketika melihat lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah. Dave menoleh dan menatap mata Kiana dengan serius.
"coba kau pikirkan kenapa itu harus denganku" ujar Dave tanpa mengalihkan pandangannya. Kiana menelan ludahnya pelan karena kikuk dengan Dave yang terus menatapnya lekat.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Dave, Kiana hanya terdiam setelah percakapan tadi. entah mengapa Kiana merasa sedikit kurang nyaman dengan apa yang dikatakan Dave padanya tadi. Selama ini memang Kiana paling tidak bisa kalau hanya berdua dengan Dave. Kiana merasa ia tak bisa dalam keadaan canggung dengan orang lain dan itu yang ia rasakan setiap kali hanya berdua dengan Dave. Padahal jika mereka berlima kumpul, Kiana tak pernah canggung untuk bercanda dengan Dave, tapi keadaan berbeda jika mereka hanya berdua seperti sekarang.
***
"hey heyyy.. kalian sudah dengar kabar belum?" oceh Cordie pada keempat sahabatnya setelah masuk kelas. Kiana yang duduk didepan Cordie pun membalikkan badannya dengan cepat dengan memasang wajah penasaran. Anson juga ikut mendengar dengan antusias. Sedangkan Daniel dan Dave hanya memasang raut muka seakan bertanya 'apa' didepan Cordie.
"kampus akan mengadakan pesta untuk memperingati ulang tahun kampus yang ke-18" lanjut Cordie dengan sangat antusias. Kiana yang mendengar itu langsung menunjukkan raut muka malas dan kembali berkutat pada ponselnya. Sedangkan Anson sama antusiasnya dengan Cordie. bagaimana dengan reaksi Daniel dan Dave? Tentu saja mereka hanya memberikan respon anggukan mengerti lalu kembali pada pekerjaan mereka masing-masing.
Cordie mengerucutkan bibir kesal melihat reaksi sahabatnya yang mengecewakan, padahal ia sudah menceritakan dengan antusias. Anson yang sadar dengan perubahan ekspresi Cordie langsung menepuk pelan bahu Cordie. "Cordie.. kau punya aku. Tenang saja. mereka semua memang menyebalkan" ucap Anson menenangkan sahabat cantiknya itu.
Setiap tahun memang pasti ada pesta yang diadakan kampus untuk memperingati ulang tahun, dan pasti selalu berakhir dengan pesta dansa. Ya.. bagi Kiana, Daniel dan Dave itu adalah pesta yang membosankan. Namun berbeda bagi Anson dan Cordie yang sangat senang dengan pesta itu.
"apa bagusnya pesta itu? harus datang berpasangan? Itu sangat menyebalkan!" gerutu Kiana yang langsung dibantah Cordie dengan sebuah kalimat menusuk, "Kiana.. itu karena tak ada yang mendekatimu saja, mangkanya kau malas". Kiana melirik Cordie kesal.
"Kiana, kau bisa datang dengan Dave seperti tahun-tahun lalu" tambah Cordie sambil menyenggol lengan Dave. Ya.. memang tahun-tahun lalu Kiana selalu datang dengan Dave. Cordie tinggal memilih salah satu lelaki yang mendekatinya untuk diajak karena setiap acara ini datang, pasti banyak lelaki yang mengajak Cordie berpasangan. Anson juga sangat mudah menggaet wanita untuk ia ajak. Sedangkan Daniel? Tahun-tahun lalu Daniel tak pernah datang ke pesta itu, ia lebih memilih tidur di rumahnya. Padahal banyak sekali yang wanita yang ingin mengajak Daniel mengingat ketampanan Daniel memang diakui di kampus ini.
"kali ini ada apalagi selain dansa?" tanya Dave kemudian. Cordie tersenyum lebar dan mulai menjawab "Menyanyi!!!", lebih tepatnya pertunjukkan musik. Jadi dari semua mahasiswa boleh mengajukan diri untuk tampil, bisa memainkan alat musik, menyanyi atau bahkan keduanya.
Anson menepuk pundak Daniel, "hey.. kau pandai bermain gitar. Kenapa kau tidak tampil saja daripada berdiam diri di rumah. Aku yakin banyak wanita yang menantikanmu" tawar Anson. Memang dari mereka berlima hanya Daniel saja yang mempunyai bakat di musik. Sebenarnya Kiana juga sedikit bisa piano tapi benar-benar hanya sedikit.
"sebenarnya aku punya ide. Kiana, kita tahu kau punya suara yang bagus" ujar Cordie sambil melirik Kiana. "jadi.. maksudmu?�� tanya Kiana dan dijawab dengan seringaian licik Cordie. Cordie melingkarkan tangannya pada lengan Daniel manja dan itu membuat Daniel menatap risih pada sahabatnya itu.
"apa yang kau inginkan, Cordie?" tanya Daniel paham dengan tatapan penuh harap yang sedang Cordie tunjukkan. Senyuman kemenangan menghiasi raut muka Cordie yang berhasil mengalihkan perhatian Daniel dari ponselnya.
"Daniel.. kau bisa tampil bersama Kiana. Kau main gitar dan Kiana bernyanyi" jelas Cordie masih dengan tangan melingkar di lengan Daniel. Kiana memukul pelan lengan Cordie karena merasa itu adalah ide yang buruk. Kiana tidak pernah tampil didepan orang banyak dan dia tak mau, apalagi harus menyanyi.
"Ayolahhhh Kianaaaaa. Daniel.. kau mau kan?" tanya Cordie dengan memasang wajah memelas didepan Daniel. Daniel membalas dengan senyum terpaksanya sambil berusaha melepaskan dekapan tangan Cordie di lengannya.
"baiklah aku mau. Hanya jika Kiana yang tampil denganku. Tidak dengan yang lain" tegas Daniel sambil tersenyum jahil ke arah Kiana, ia tahu Kiana pasti akan kesal dengan keputusan tak terduganya itu. dan yang benar saja. Kiana melotot dan mendaratkan pukulan keras ke lengan Daniel.
"awwh..." aduh Daniel seakan kesakitan padahal ia hanya sedang menggoda Kiana saja. Anson, Cordie, Dave dan Daniel spontan tertawa keras dengan melihat itu. mereka seakan puas bisa menggoda Kiana.
"ayolahhh Kiana.. acara itu masih sebulan lagi. Kau ada waktu untuk latihan" rayu Cordie dengan tatapan memelas yang selalu ia pakai tiap kali memohon pada sahabat-sahabatnya.
Belum sempat Kiana menjawab, suara pintu kelas terbuka dan memperlihatkan seorang pria berambut blonde dan kekar dibaliknya. Cordie menelan ludahnya kasar sembari menatap pria itu. ya.. dia Jack. Daniel, Anson dan Dave reflek menunjukkan tatapan tak suka mereka pada Jack.
"good morning.. Cordelia..." sapa Jack sambil melangkahkan kakinya mendekat ke meja Cordie. dengan sekali hentakan Daniel merangkul pelan Jack dari samping.
"hey.. kau mau kemana? Duduk di ujung sana!" ujar Daniel menunjuk kursi yang berada di ujung belakang supaya Jack tidak duduk didekat Cordie. jack mengerutkan dahinya kesal dengan perlakuan sahabat Cordie itu. jack memang tak pernah bisa mendekat sedikitpun ke Cordie karena para sahabat yang slalu mengepung Cordie dan itu membuat Jack jengkel.
"kenapa pria itu bisa sekelas dengan kita? Bukankah sebelumnya tidak?" tanya Anson pada sahabatnya yang kompak menggelengkan kepala karena tak mengerti. Daniel memegang lengan Cordie halus dan membuat Cordie duduk menghadapnya.
"Cordie.. jangan pernah kau hilang dari pandangan kami selama masih ada Jack di dekat kita" tegas Daniel pada Cordie dengan wajah serius dan itu membuat Cordie tersenyum lembut pada sahabatnya itu. cordie senang dengan semua perhatian yang sahabatnya tunjukkan dan itu semua untuk melindungi dirinya. Cordie benar-benar merasa bersyukur memiliki sahabat seperti mereka.
----------