Mendengar ada seseorang yang datang ke arah mereka berdua, Kirana langsung menyuruh Raden Sastra bersembunyi dibalik semak-semak yang tidak jauh dari mereka berdiri.
"Apa yang kau lakukan!?" protes Raden Sastra.
"Sudahlah, turuti saja apa yang aku lakukan padamu! Ada orang datang, aku khawatir mereka adalah para prajurit keji itu. Ingat, kau harus tetap diam disini dan jangan berisik sampai orang itu pergi. Paham!" ucap Kirana tegas. Setelah memastikan posisi aman, Kirana kembali berdiri tegak ke tempat semula sambil menutupi semak-semak itu.
Jantung Kirana makin berdebar kencang, matanya menatap ke arah sumber suara menantikan seseorang yang datang dengan peluh yang mulai membasahi keningnya. Sampai suara langkah kaki itu semakin dekat dan dekat... Muncullah seorang pria tua dari jalan setapak samping rumah Sekar.
"Kirana" Sapa pria tua itu.
Karena dirundung ketegangan, Kirana kaget ketika pria itu menyapanya.
"I... Iya Ki" jawab Kirana terbata.
"Sedang apa kamu disini? Apa lukamu sudah sembuh?" tanya pria itu.
"Luka?" mengerutkan kedua alisnya.
"Iya, Luka dari tombak para prajurit itu!"
"O... Oh... Sudah Aki, sudah pulih. Paman dan bibi selalu merawatku dan membantuku mengobati luka ini" jawab Kirana berbohong.
"Syukurlah kalau begitu, kami semua khawatir karena pada saat itu kamu mengeluarkan banyak darah. Saya pikir kamu sudah tidak bisa diselamatkan, tapi ternyata Dewa masih melindungimu"
Kirana terdiam menyembunyikan kekhawatirannya dengan meremat jari jemarinya, berharap Raden Sastra tetap bersembunyi dan tidak mengeluarkan suara apapun sebelum pria tua itu pergi.
"Tapi, dimana Raden yang kamu sembunyikan itu?" tanya pria itu lagi.
Bimbang... Kirana tidak tau kejadiannya dan bagaimana Sekar membawa Raden ke rumahnya. Namun, untung saja arwah Sekar langsung memberikannya peringatan dan memberi tahu kata-kata apa yang harus di ucapan Lewat bisikan batinnya.
"Jangan katakan apapun! Tidak ada seorangpun yang tau dan melihat saat aku membawa Raden Sastra pulang kecuali paman dan bibi!" (Suara bisikan batin dari Sekar)
"Raden? Raden siapa yang Aki maksud? Aku tidak menyembunyikan siapapun. Semua itu hanyalah salah paham" jawab Kirana.
Namun pria itu sepertinya masih kurang percaya dengan penjelasan Kirana, ia masih diam menatap Kirana dengan penuh tanda tanya.
"Aki, para prajurit itu sudah menggeledah rumahku setelah menusukku. Mereka juga tidak menemukan Raden yang dimaksud, aku pikir kejadian ini hanya kesalah pahaman saja" jawab Kirana sesuai apa yang dibisikkan oleh Sekar.
"Iya, kau benar. Baiklah kalau begitu jaga dirimu baik-baik, Aki mau lanjut ke hutan untuk mencari kayu bakar" ucap pria tua itu sambil tersenyum hangat, setelah itu dia pergi dan melanjutkan perjalanannya.
Kirana mengangguk dan tersenyum. Ia merasa lega karena jawabannya bisa dipercaya olehnya, Kirana tidak boleh bersikap ceroboh jika dia sampai keceplosan dan ada yang melaporkan pada salah satu prajurit maka celakalah. Bapak tua itu sepertinya sudah jauh, Kirana harus segera menyuruh Raden mesum itu untuk masuk kedalam rumah.
"Dia sudah pergi, lebih baik kau... " Kirana menghentikan ucapannya ketika melihat Raden menatap dengan tatapan yang mengerikan, seperti ada api membara yang siap membakar Kirana hidup-hidup. (Apa yang terjadi padanya, kenapa dia marah?) bisik Kirana dalam hati.
"Apa benar yang aku dengar tadi?! Prajurit itu melukaimu?" tanya Raden dengan nada yang dingin.
Kirana melangkah mundur saat Raden mendekat. "Itu... Itu... Sudahlah. Lebih baik kau masuk dan untuk sementara ini kau jangan keluar rumah sembarangan!" ucap Kirana memberikan peringatan.
Raden Sastra terdiam menatap dalam. Dari sorotan matanya seperti ingin melepaskan kemarahan, namun Raden menahannya. Tangannya terkepal erat.
"Baiklah. Setelah aku pulih dan bisa merebut istanaku kembali, aku akan menghukummu karena sudah menyanderaku!" ucap Raden berbalik lalu berjalan masuk menuju ke dalam rumah.
"Apa maksudmu! Hey, dasar tidak tau diri!" teriak Kirana kesal.
Laki-laki ini sungguh sangat menyebalkan, aku tidak mengerti kenapa Sekar atau pemilik asli tubuh ini bisa jatuh cinta padanya! Gerutu Kirana, kemudian iapun menyusul Raden masuk ke dalam rumah.
Perjalanan ini pasti akan menguji kesabaran, belum lagi menghadapi pria aneh seperti itu pasti akan sangat menyiksa emosional. Kirana harap semua ini akan segera berakhir dan ia bisa pulang ke dunianya... Dunia nyata. Dimana Dila, Mesi sahabat baiknya dirinya tinggal... Kirana sangat merindukan mereka, tapi untuk sekarang ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu dan mendapatkan jalan untuk pulang yang datangnya entah kapan.
Usai menikmati makan siang, Kirana menyiapkan obat untuk Raden. Bubuk obat yang diracik oleh Sekar sebelumnya kini sudah hampir habis, tapi setidaknya ia masih bisa menggunakannya untuk beberapa hari lagi. Kirana masuk ke dalam kamar, disana Raden sedang berdiri merenung menatap keluar dari jendela. Kirana terdiam memandangi wajah tegas yang sedang melamun itu.
"Kau sedang merindukan seseorang?" tanya Kirana lalu meletakkan obat di atas meja.
Pertanyaan Kirana membuat Raden buyar dari lamunannya, ia kemudian berbalik menatap Kirana seksama.
"Kemarilah, akan aku oleskan obat ini ke lukamu"
Raden duduk tegak di tepi tempat tidur menghadap Kirana, melihat Raden begitu, Kirana kembali merasakan jantungnya berdegup kencang. (Aku... Lebih baik mengobatinya dalam keadaan dia tidak sadarkan diri! Jika begini terus, aku sendiri yang malu nantinya) keluh Kirana dalam hati. Meskipun ia nervous, tapi Kirana berusaha untuk tetap tenang.
"Kau ini pria yang kuat ya, aku tidak menyangka kau bisa bertahan hidup dengan luka parah seperti ini. Di duniaku, jika ada orang yang koma berhari-hari tanpa peralatan medis, dia pasti sudah kehilangan nyawanya" ucap Kirana mengalihkan pikiran dan perasaannya sambil mengoleskan obat.
"Duniamu? Dan apa itu medis?" Raden Sastra tidak mengerti.
Seketika itu juga Kirana langsung menutup mulutnya rapat-rapat, ia lupa kalau dirinya kini sedang berhadapan dengan manusia yang hidupnya masih kolosal dan tidak mengerti bahasa modern.
"Ma... Maksudku. Aku salut padamu karena masih bisa bertahan dengan luka-luka ini. Lupakanlah" ucap Kirana mengalihkan pembicaraannya.
"Oh iya, aku sempat mendengar kau mengigau pada saat kau belum sadarkan diri. Kalau tidak salah, aku mendengar kau bergumam memanggil nama Den Ayu. Siapa dia? Apa dia kekasihmu?"
"Sudahlah jangan banyak bertanya, lebih baik kau obati saja lukaku!" ucap Raden.
"Ish... Aku kan cuma tanya!" ucap Kirana.
Sepertinya ia lupa kalau sekarang dirinya sedang menghadapi orang yang begitu pemarah.
"Kalau begitu diamlah, obati lukaku setelah itu aku mau tidur. Ketika aku bangun nanti, kau sudah harus menyiapkan makanan untukku" perintahnya.
Kirana kesal mengepalkan tangannya, dalam hati ingin sekali melawan pria angkuh itu. Tapi disisi lain, ia juga sadar kalau pria di hadapannya ini memanglah calon raja, wajar jika dia bersikap angkuh dan sombong seperti sekarang ini.