Chereads / Sang Raden / Chapter 1 - Prolog

Sang Raden

🇺🇸Nimas_3462
  • 369
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 71.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

Kirana, seorang gadis yang bekerja di salah satu PT swasta di suatu kota. Memang PT tempat kerjanya berada agak jauh dari keramaian, kawasannya luas dan masih banyak pepohonan di area PT itu. Jarak 50 meter dari PT masih terdapat hutan yang asri. Meskipun tempat itu agak jauh dari jalan besar, ia tidak khawatir karena setiap hari bisa berangkat bekerja dengan mobil antar jemput yang disediakan oleh PT tersebut.

Kirana baru 1 bulan bekerja disana, meskipun karyawan baru tapi karena karakternya yang kalem dan supel tidak sulit baginya untuk mendapatkan teman akrab, masih banyak tempat yang belum ia ketahui disekitar area PT. Tapi sekilas ia pernah mendengar desas desus tentang lahan yang dibangun PT itu, tiga orang yang bekerja dibagian packing barang pernah berbincang-bincang tentang mitos yang dipercaya warga kota J.

Katanya disana ada sebuah makam keramat yang letaknya tepat di tengah hutan yang berada di belakang PT, banyak orang datang kesana untuk meminta petunjuk atau menguji keilmuan tapi mereka malah tidak bisa kembali atau malah kehilangan akal sehat, berubah jadi gila. Suatu hal gila yang masih saja dilakukan dijaman modern seperti ini ya.

Makam tanpa nama, banyak yang mempercayai bahwa makam tersebut adalah milik seorang Raden Pangeran yang memimpin kerajaan pada masa kerajaan 1000 tahun yang lalu. Apakah ini masuk akal? Mungkin makam itu adalah makam biasa tapi karena letaknya yang berada di tengah hutan jadi dikeramatkan. Dan cerita mitos itu bisa saja dibuat supaya tidak ada orang yang berani memasuki hutan dan merusak hutan.

Kirana memang orang yang suka mendengarkan cerita tentang mitos atau cerita yang terjadi pada jaman dahulu, sejarah tepatnya. Tapi ia juga memiliki penilaian dan rangkuman sendiri juga bersifat netral, antara percaya dan tidak percaya. Kirana menganggap cerita seperti itu memiliki keunikan sendiri dan memang menarik untuk didengar. Ia akan percaya jika memang melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Sore itu, hujan sangat deras. Kirana dan teman-teman satu kerjaan menunggu hujan reda. Mobil jemputan juga agak ngeri jika harus menerobos hujan karena jalanan yang menjadi licin dan jalan yang tergenang air.

"Duh, Bisa-bisa kita pulang malam kalau hujannya kaya gini" Ucap Dila.

"Ga papa lah, daripada ada apa-apa di jalan" ucap Mesi.

"Oh iya, katanya di hutan dibelakang PT ini ada makam keramat dan katanya juga dah banyak orang yang mencari keilmuan disana tapi ga kuat terus gila" ucap Dila sedikit berbisik.

"Ya menurut aku sih, salah orang itu sendiri. Lagian ngapain macem-macem" jawab Kirana agak cuek.

"Iya juga sih, tapi kira-kira berpengaruh ga ya sama tempat kerja kita ini. Takutnya jadi angker dan banyak hantu" Dila mencengkram lengan Kirana ketakutan.

"Ah, kamu jangan mikir yang enggak-enggak! Nanti kalau kejadian beneran gimana!"

"Hah Kirana! Iiihhhh" Dila merengek sambil menghentakkan kakinya. Memang dia ini sangat penakut, tikus lewat aja dikira hantu.

"Hehe. Enggak... Enggak, aku cuma bercanda kok. Eh aku ke toilet dulu lah kebelet nih"

"Toilet kan ada dibelakang, kamu ga takut Na?" ucap Dila khawatir.

"Niatku kan pipis ga niat ganggu, jadi aku yakin mereka juga ga akan ganggu aku. Mesi, aku pinjam payungnya ya"

"Nih, hati-hati ya, hari dah mau gelap. Apa mau kita antar?"

"Ga usah Mes, aku berani sendiri" ucapnya meyakinkan.

Kirana berjalan menuju belakang, karena letak toilet masih terpisah dari PT. Hujan sudah tidak terlalu deras, mungkin setelah ini mereka bisa pulang.

Usai dari toilet Kirana berjalan menuju pintu belakang PT, tapi samar-samar ia melihat seorang kakek memakai jubah putih berjalan di jalan setapak yang menuju ke arah hutan. Kirana berhenti, mengamati si kakek.

"Ah, mungkin dia warga sekitar sini. Tapi apa yang dia lakukan? Itukan arah hutan. Gimana kalau dia kakek pikun mo pulang ke rumah tapi malah nyasar???" Kirana bergelut dengan pertanyaan-pertanyaannya sendiri, sambil sedikit berlari ia mengejar kakek itu.

"Kakek... Keekk, kamu salah jalan. Itu adalah jalan menuju hutan!" teriaknya sambil menyusul si kakek.

"Tapi aku mau pulang kerumah" jawabnya kakek menatap bingung.

"Iya kek, tapi jalan menuju desa jalan sebelah Utara. Ini jalan selatan menuju hutan kek, nanti kakek nyasar"

"Saya tidak nyasar Nak, rumah saya ada didekat sini dan ini adalah jalan yang biasa saya lewati" ucap si kakek meyakinkan.

Apa benar dia tinggal di arah sini? Tapi sepertinya kakek ini terluka. Bisik batin Kirana melirik ke luka di lutut si kakek, kain yang ia kenakan terlihat berdarah.

"Kek, apa kakinya sakit?"

"Iya, saya baru dari kota dan tadi sempat terpeleset di jalan, agak sakit jika berjalan" ucapnya. Kirana merasa kasihan terhadap kakek ini, basah kuyup, kakinya terluka, mungkin dia memang tinggal disekitar sini. Pikirnya.

"Apa rumahnya masih jauh kakek? Mari saya bantu" ucap Kirana menawarkan diri.

"Tapi hari sudah mau gelap, bagaimana kamu pulangnya nanti?"

"Ini saya bawa senter kek, kalau udah nganterin kakek saya cepat kembali"

"Kamu gadis yang baik, kalau begitu terimakasih." Kakek itu tersenyum senang, tapi kenapa tersirat kesedihan dimatanya. Apa mungkin kakek ini sebatang kara? Bisik Kirana dalam hati. Mereka berjalan beriringan di jalan setapak sambil berbincang-bincang.

"Kek. Apa kakek tinggal sendirian?"

"Tidak Nak, kakek tinggal bersama cucu kesayangan kakek. Dia laki-laki yang kuat dan gagah"

Oh iya? Cucu gagah dan kuat seperti apa tega membiarkan kakeknya sampai terluka dan bepergian sendirian seperti ini! gerutu Kirana dalam hati.

"Apa? dalam keadaan seperti ini kakek masih memuji cucu kakek yang tidak bertanggung jawab itu!"

"Tidak bertanggung jawab?"

"Iya tidak bertanggung jawab, mana ada laki-laki kuat dan gagah tapi dia tega membiarkan kakeknya bepergian sendiri dan terluka seperti ini!" umpatnya kesal, tidak peduli kakek itu tersinggung atau tidak yang jelas Kirana hanya ingin mengeluarkan unek-uneknya.

"Dia sedang terluka" Ucap kakek lirih.

"Apa? Terluka?"

"Lihat kantong yang saya bawa? Inii adalah obat untuk cucuku" Raut wajah kakek tertunduk sedih.

"Kakek maaf, aku udah berkata seperti itu terhadap cucu kakek" malu rasanya, sudah memaki seseorang tanpa tau keadaannya yang sebenarnya.

"Tidak apa-apa, kamu gadis yang baik. Siapa namamu?"

"Kirana kek, apa rumah kakek masih jauh?"

"Itu didepan rumah kakek"

Samar-samar Kirana melihat rumah kayu namun masih belum jelas karena rintik hujan. Tapi ia penasaran kenapa cucu kakek ini bisa terluka? Apakah parah lukanya dan butuh ambulans untuk dibawa ke rumah sakit?. "Kakek, em.... "

"Tut tut..." suara SMS masuk

"Kirana, sudah 30 menit kamu ke toilet, jangan bilang kamu ketiduran di sana! Mobil jemputan sudah datang ayo kita pulang" pesan dari Dila.

"Dila tunggu aku, aku sedang mengantar seorang kakek pulang kerumahnya. Kasihan dia terluka" Balas Kirana.

Dila: "Kakek? Kakek siapa yang kamu maksud dan kemana kamu mengantarnya?"

Kirana: "Iya. Ada seorang kakek dia pulang ke jalan setapak arah selatan, sekarang kami sudah dekat rumahnya, setelah itu aku langsung balik"

Dila: "Kirana kamu bercanda?! Di jalan setapak Tidak ada satupun rumah, disana hanya ada hutan dan makam keramat!"

Balasan SMS Dila ini membuat Kirana tersadar, jika memang tidak ada rumah disini lalu rumah kayu yang ada di depannya.

MAKAM TERTUTUP SEMAK BELUKAR...

"Kakek, bukankah itu tadi adalah rumah..." terputus kata-kata.

Glegeeerrrrrr... Cahaya kilat diiringi suara guntur membuat lututnya terasa lemas. Jantung berdetak kencang, tubuh gemetar. Ketika tau kakek di sampingnya sudah menghilang.

"Ngak... gak mungkin, aku... Aku..."

Kirana melangkah mundur sambil melihat sekeliling, dan mencari sosok kakek yang ia papah tadi, tapi tidak ada siapapun disana.

Lemas, gemetar takut. Kirana berusaha berlari sekuat tenaga supaya bisa pergi dari hutan itu, tapi berkali-kali ia hanya berputar di area makam itu, tenaganya terasa semakin melemah seperti tersedot sesuatu.

"Tidak, aku tidak boleh kehilangan kesadaran. Aku harus keluar dari hutan ini, Tapi apa aku bisa?"

BRUUUKKK pingsan

"Apakah ada orang yang bisa menolongku?" Bisik harapan dalam hati. Mata Kirana sulit terbuka, tubuhnya sama sekali tidak bisa digerakkan. Sayup-sayup ia mendengar orang-orang memanggil namanya dari kejauhan, semakin dekat dan dekat. Tapi Kirana tidak bisa menjawab mereka.

Dila, Mesi, Pak Retno atasannya. Kirana mendengar mereka memanggil.

"Tolong... Tolong aku, aku ada disebelah kalian"

Hanya itu yang bisa di ucapkan sekuat tenaganya, namun matanya semakin ingin terpejam, ia tidak bisa menggerakkan tubuh dan mengeluarkan suaranya lebih keras lagi. Sampai akhirnya wajah teman-teman teman dan atasannya hilang dari pandangan yang berubah hitam.