Kini Bulan tengah duduk di di atas gedung kosong dekat apartemennya, Bulan memutuskan tinggal di apartemen saja ketimbang harus merasakan sakit hati terus menerus.
Bulan menatap langit bertanya-tanya dalam hatinya, apa salahnya hidup? kenapa orang tuanya membenci dirinya. "Bulan capek, Bulan bingung. Bulan pengen pulang aja ke tuhan, Bulan lebih nyaman di samping tuhan. Ayah sama ibu juga udah bahagia tanpa Bulan.
Bulan berdiri di pinggir bangunan, Bulan menatap ke bawah dan terus berfikir apa pilihan dia udah benar? mungkin ini yang terbaik. "Ayah, Ibu, Mentari Bulan pamit," gumam Bulan lalu menutup matanya dan melompat dari atas gedung.
"Lo gila Lan!" teriak Reza saat melihatnya tengah berusaha mengakhiri hidupnya, Reza menarik tangan Bulan yang kini sudah berada di tepi gedung.
"lepasin gue Za," ucap gila dari Bulan.
Reza menggelengkan kepalanya."Gue gak bakal lepas tangan lo, kalau hidup lo gak berguna untuk orang lain setidaknya hidup lo berguna untuk diri lo sendiri Lan."
"lepas gue!" Bulan mulai berontak dengan sekuat tenaganya.
Reza menarik Bulan dengan sangat kuat hingga Bulan berhasil di selamatkan. Reza memeluk Bulan sangat erat."Gue mohon Lo jangan gila Lan, cukup gue kehilangan satu sahabat lo jangan," Reza memeluk erat Bulan membuat Bulan menangis di pelukan Reza.
"Gue capek Za, gue mau pulang aja ke tuhan." perkataan Bulan lagi-lagi mendapatkan gelengan dari Reza.
"ini ujian hidup lo Lan, tuhan tau kalau lo itu kuat. Sekarang jangan pernah berusaha bunuh diri ok?"
Bulan mengganggu lalu memeluk erat Reza, "gue janji."
Bulan dan Reza saling berpelukan, lagi-lagi Bulan tak bisa marah dengan Reza. Perasaan itu juga ikut tumbuh kembali Bulan lelah membunuh perasaan ini yang kian hari makin tumbuh .
Kini Bulan dan Reza tengah duduk di taman, Bulan terus melamun memikirkan apakah saat ini dirinya saja yang mengungkapkan perasaannya terhadap Reza. Bulan terus berfikir dan berusaha menyingkirkan gengsinya sejenak.
"Za." "Lan."
Mereka bersamaan memanggil, Bulan hendak memberikan Reza yang duluan bicara.
"Lo aja yang ngomong duluan." Tunjuk Bulan.
"Ya udah, ada yang pengen gue omongin." Reza menghela nafasnya, mungkin ini saatnya dia menyatakan perasaannya dan melupakan Rizka karena dia tak bisa terus-terusan terikat dengan masa lalunya. Reza harus belajar melupakannya, mungkin dengan dia bersama dengan Bulan, Reza bisa melupakan Rizka.
"Lan, pacaran yuk," Reza mengajak Bulan pacaran entah ada keberanian dari mana, sedangkan Bulan kaget setengah mati.
"yuk," Bulan refleks mengatakan itu karena dia bingung harus jawab apa.
"semangat banget lo, oke detik ini, menit ini,jam ini, hari ini kita pacaran,"
Bulan tersenyum dan tidak tau harus berkata apa, perasaan Bulan saat ini sangat senang dirinya seperti terbang ke langit ke7.
"Boleh peluk?" pertanyaan Reza langsung di setujui oleh Bulan. Reza memeluk Bulan seperti tidak ingin kehilangan Bulan, hanya Bulan yang bisa membuat Reza berasa sedang di samping Rizka.
"Semoga gue enggak nyakitin lo Lan." Reza mengecup pipi Bulan serta menggenggam tangan Bulan erat.
"Gue harap lo gak pergi nyakitin gue," Bulan memeluk Reza berharap dirinya tak sakit hati lagi. Sedangkan Reza hanya mengangguk.
_
_
_
"Gue cinta sama lo Vin, kenapa lo harus suka sama kakak gue," Mentari memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan terhadap Kelvin, kini mereka tengah berada di sebuah taman sepi dekat rumah Kelvin.
"Sampai kapanpun gue enggak bakal suka sama cewek kayak lo, cukup lo rebut semuanya dari dia biarkan gue bahagiakan kakak Lo," Kelvin berusaha menjelaskan kepada Mentari.
"Gue mohon Vin, gue sayang sama lo gue emang salah selalu pengen rebut milik kakak gue, tapi gue mohon ini terakhir." Mentari memeluk kaki Kelvin seperti seorang pengemis.
"enggak!" Kelvin begitu saja pergi meninggalkan Mentari tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Seorang wanita mendekati Mentari hendak mempengaruhi Mentari." Udah gue bilang bunuh secepatnya kakak lo, dan lo bakal mendapatkan semuanya tanpa harus ngemis kayak gini." Lalu wanita itu pergi meninggalkan Mentari.
"Seharunya dari lama gue ngelakuin itu," Mentari pergi meninggalkan taman itu serta pergi ke sebuah cafe untuk mempersiapkan rencana.
-
-
-
Bulan dan Reza kini tengah berada di mobil Reza, saat ingin Turun Reza mengecup pipi Bulan membuat Bulan salting setengah mati.
"Dasar jalang kecil"
Bagai disambar petir, bulan menegang mendengar ucapan seorang laki-laki berumur sekitar 40. Dia adalah ayah bulan yang bulan rindukan.
"Ayah kenapa kesini?" Ucap bulan girang dan memeluk ayahnya, namun bulan didorong oleh ayahnya.
"Plak "
Dasar anak tidak tahu malu! Seperti ini yang saja ajarkan ahh! Dasar jalang! Seenaknya kamu membawa laki-laki masuk ke apartemen saya, dan tadi saya melihat kamu pulang dengan seorang laki-laki
Bulan merasakan sesak di dadanya, karena ucapan ayahnya begitu menohok hatinya. Baru saja bulan merasa bahagia dan sekarang harus merasa pahit dihatinya dia seperti dimainkan oleh takdir karena tidak membiarkan dia bahagia.
" Sekarang kamu pergi dari apartemen saya dan kamu bukan lagi anak saya !" Bentak ayah bulan lalu mengambil barang - barang bulan dan Devan membuang keluar apartemen.
Devan hanya diam dan tidak mau ikut campur karena dia sudah geram dengan kelakuan orang tua bulan, Devan berniat mengajak bulan tinggal bersama keluarganya . Dan sekarang Devan menarik lengan bulan lembut, membawa dia pergi dari apartemen .
" Ayah inget ucapan aku.
Aku tidak pernah benci dengan keluarga aku, tapi aku hanya mengingatkan ayah jika suatu saat ayah membutuhkan bantuan ku jangan sungkan datang ke aku" ucap bulan sambil meneteskan air mata.
" Saya tidak Sudi meminta bantuan dari anak seperti kamu " ucap ayah bulan lalu masuk ke apartemen.
Selama perjalanan menuju rumah Devan, bulan hanya melamun ucapan ayahnya terngiang-ngiang ditelinga bulan. Anak mana yang tidak sakit hati mendengar ucapan jalang dari ayahnya sendiri tanpa bulan sadari air matanya keluar kembali .
" Udah dong lan jangan nangis kan nanti jelek lagi " ucap Devan yang masih fokus menyetir.
Bulan hanya tersenyum dan memejamkan matanya, berdoa agar hari esok lebih baik dari sekarang .
Kini Bulan sudah berada di rumah Devano, kakak angkatan. Kini Bulan tengah berada di sebuah kamar bernuansa putih."Bulan mulai hari ini panggil Tante dengan sebutan mama ya," Ucap Tante Ratih, mama dari Devano. Sebenarnya keluarga Devano sangat menginginkan anak perempuan oleh sebab itu mereka sangat menyayangi Bulan.
"Iya Tan, ehh mah," Ucap Bulan gugup.
"kalau gitu Bulan tidur ya, mama peluk boleh?" anggukan dari Bulan membuat mama Devano tersenyum. Lalu memeluk Bulan erat, saat itu juga air mata Bulan jatuh. Perasan sakit hati akibat ibunya bermunculan, dirinya tak pernah di peluk ibunya lagi sejak dirinya berumur 6 tahun. Begini ya rasanya di peluk sosok ibu. Bulan tertidur pulas di pelukan mama Devano.