Chereads / Story after night / Chapter 3 - Hachissakusama

Chapter 3 - Hachissakusama

Saya tersenyum dan bergegas untuk membuka pintu, tapi kemudian, saya berhenti. Seluruh tubuhku merinding. Kedengarannya seperti suara kakek, tapi entah bagaimana, itu berbeda. Saya tidak tahu apakah itu benar-benar kakek.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Kakek.

"Kamu dapat membuka pintu sekarang".

Saya melirik ke kiri dan tulang belakangku terasa sangat dingin. Garam dalam mangkuk perlahan berubah hitam. Saya mundur dari pintu. Seluruh tubuhku gemetar ketakutan. Saya jatuh berlutut didepan patung Buddha dan mencengkeram perkamen erat ditangan saya. Saya mulai putus asa berdoa meminta bantuan.

"Tolong selamatkan aku dari Hachishakusama" saya meratap.

Kemudian, saya mendengar suara diluar pintu. "Po. Po. Po. Po". Suara diluar jendela mulai lagi. Untuk mengatasi rasa takut saya berjongkok didepan patung Buddha, setengah menangis setengah-berdoa semalaman. Saya merasa ini seperti tidak akan pernah berakhir, tapi akhirnya pagi juga. Garam disemua ke-4 mangkuk itu berubah gelap gulita.

Saya melihat jam. Sudah pukul 7:30 AM. Saya pelan-pelan membuka pintu. Nenek dan K-San berdiri diluar menunggu saya. Ketika dia melihat wajahku, Nenek menangis.

"Aku sangat senang kau masih hidup" katanya. Saya turun dan terkejut melihat ayah dan ibu saya duduk didapur. Kakek datang dan berkata, "cepat! Kita harus pergi". Kami pergi kearah pintu depan dan ada mobil van hitam besar menunggu didepan jalan. Beberapa orang dari desa itu berdiri disekitar situ, menunjuk ke arahku dan berbisik "itu anak itu".

Van itu bermuatan 9 penumpang dan mereka menempatkanku ditengah, dikelilingi oleh delapan orang. K-San berada dikursi pengemudi. Pria disebelah kiri saya, menatap saya dan berkata, "Aku tahu kau mungkin khawatir, tapi tutup matamu. Kita tidak bisa melihatnya, tapi kamu bisa. Jangan membuka matamu sampai kami katakan kamu aman disini".

Mobil Kakek melaju didepan dan mobil ayahku mengikuti dibelakang. Ketika semua orang sudah siap, konvoi kecil kami mulai bergerak. Kami cukup lambat, sekitar 20 KM/Jam atau mungkin kurang.

Setelah beberapa saat, K-San mengatakan "sekarang kita mulai berada disaat yang sulit" dan mulai menggumamkan doa. Saat itulah aku mendengar suara itu. "Po. Po. Po. Po".

Saya mencengkeram perkamen yang diberikan K-San, kupegang erat ditangan. Saya terus menunduk, tapi tanpa sengaja saya mengintip keluar. Saya melihat sosok gaun putih berkibar oleh angin. Dan bergerak bersama dengan van. Itu adalah Hachishakusama (Delapan Kaki). Dia berada diluar jendela, tapi dia menjaga kecepatan agar sama dengan kami. Lalu, tiba-tiba dia membungkuk dan mengintip kedalam van.

"Tidak!" aku Terkejut. Pria sampingku berteriak "tutup matamu!" Aku segera menutup mata sekeras mungkin dan memperketat cengkeraman jimat perkamen. Kemudian ketegangan dimulai. "Tap, tap, tap, tap" suara ketukan dijendela. (Suara menjadi lebih keras).

"Po. Po. Po. Po". Ada yg mengetuk jendela disekitar mobil kita. Semua orang didalam van mulai terkejut dan gelisah, gugup bergumam kepada diri mereka sendiri. Mereka tidak bisa melihat Hachishakusama dan mereka tidak bisa mendengar suaranya, tapi mereka bisa mendengarnya mengetuk jendela. K-San mulai berdoa lebih keras dan lebih keras sampai dia hampir berteriak. Ketegangan dalam van itu tak tertahankan.

Setelah beberapa saat berhenti dan suara menghilang. K-San kembali menatap kami dan berkata, "saya pikir kita aman sekarang." Semua orang disekitar saya menarik napas lega. Van menepi kesisi jalan dan orang-orang keluar. Mereka memindahkan saya kedalam mobil ayah. Ibuku memelukku erat dan air mata mengalir dipipinya.

Kakek dan ayah membungkuk kepada orang-orang dan mereka melanjutkan perjalanan mereka. K-San menengok kejendela dan memintaku untuk menunjukkan potongan perkamen yang pernah diberikannya. Ketika saya membuka tangan, saya melihat bahwa jimat itu sudah benar-benar menghitam. "Saya rasa kamu akan baik-baik saja sekarang" katanya. "Tapi hanya untuk memastikan, pegang ini untuk sementara waktu". Dia menyerahkan sepotong perkamen baru.

Setelah itu, kami melaju langsung kebandara dan kakek melihat kami aman dipesawat. Ketika kami berangkat, orang tua saya menarik napas lega. Sebelumnya. Tahun lalu, temannya juga telah disukai oleh Hachishakusama. Anak itu menghilang dan tidak pernah terlihat lagi. Ayah saya mengatakan ada orang lain yang telah disukai oleh dia dan masih hidup untuk menceritakan tentang hal itu. Mereka semua harus meninggalkan Jepang dan menetap diluar negeri. Mereka tidak pernah bisa kembali ketanah air mereka.

Dia selalu memilih anak-anak sebagai korbannya. Mereka mengatakan, itu karena anak-anak tergantung pada orang tua mereka dan anggota keluarga. Hal ini membuat mereka lebih mudah untuk ditipu apalagi ketika dia bertindak sebagai kerabat mereka.

Ayah mengatakan orang-orang didalam van adalah kerabat sedarah, dan itulah sebabnya mereka duduk disekitar kamu dan kenapa kakek mengemudi didepan dan ayah dibelakang. Itu semua dilakukan untuk mencoba membingungkan Hachishakusama. Butuh beberapa saat untuk menghubungi orang kerabat sedarah dan kita semua bersama-sama, jadi itu sebabnya aku harus dikurung dikamar sepanjang malam.

Ayah mengatakan kepada saya bahwa salah satu patung Jizo kecil (yang dimaksudkan untuk menjaga saya supaya dia terjebak) dan itu telah rusak dan entah bagaimana dia lolos. Ini membuat saya menggigil. Saya sangat senang ketika kita akhirnya kembali kerumah. Semua ini terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu. Saya sudah tidak melihat kakek dan nenek sejak saat itu. Saya belum mampu menginjakan kaki kembali kesana. Tapi saya selalu berbicara ditelepon dengan kakek dan nenek setiap minggu.

Selama bertahun-tahun, saya mencoba meyakinkan diri bahwa itu hanya sebuah legenda dan mitos belaka, bahwa segala sesuatu yang terjadi hanya beberapa lelucon yang rumit. Tapi kadang-kadang, aku tidak begitu yakin. Kakek meninggal dua tahun lalu. Ketika dia sakit, dia tidak akan mengijinkan saya untuk mengunjungi dia dan dia meninggalkan petunjuk ketat dalam wasiatnya bahwa aku tidak boleh menghadiri pemakamannya. Itu semua membuatku sangat sedih.

Nenek diceritakan beberapa hari yang lalu. Dia mengatakan bahwa dia telah didiagnosa terkena kanker. Dia merindukanku dia sangat ingin melihatku untuk terakhir kalinya sebelum dia meninggal. Pada percakapan ditelepon itu saya bertanya.

"Apakah nenek yakin?" saya bertanya. "Apakah disana aman?".

"Sudah 10 tahun," katanya. "Semua yang terjadi sudah sangat lama. Ini semua sudah dilupakan. Kamu sudah dewasa sekarang. Saya yakin tidak akan ada masalah".

"Tapi. tapi, bagaimana dengan Hachishakusama?" kataku.

Untuk sesaat, ada keheningan diujung telepon tersebut. Kemudian, tiba-tiba aku mendengar suara itu lagi dalam telepon mengatakan. "Po. Po. Po. Po".