Chereads / Story after night / Chapter 2 - Hachissakusama

Chapter 2 - Hachissakusama

Kakek serta nenek saya tinggal di Jepang. Di setiap musim panas, orang tua saya selalu membawa saya kerumah kakek dan nenek setiap hari libur untuk sekedar silaturahmi, dan melepas rindu.

Kakek serta nenek tinggal disebuah desa terpencil yang jauh dari kota dan mereka memiliki halaman dibelakang rumah yang sangat luas. Setiap saya berkunjung, saya sangat senang bermain dibelakang halaman rumah selama musim panas. Ketika kami tiba, kakek dan nenek saya selalu menyambut saya dengan senyuman, dan pelukan. Karena hanya saya seorang saja cucu mereka, sehingga saya merasa sangat dimanjakan oleh keduanya.

Saat terakhir kali saya melihat mereka, dimusim panas, ketika itu saya menginjak umur 8 tahun. Seperti biasa, orang tua saya memesan penerbangan ke Jepang dan kami berangkat dari bandara menuju rumah kakek dan nenek. Mereka senang melihat saya dan mereka memiliki banyak hadiah kecil untuk dberikan kepada saya. Orang tua saya saat itu sedang ada urusan, sehingga setelah beberapa hari, mereka melakukan perjalanan menuju daerah lain di Jepang, meninggalkan saya sendirian bersama dengan nenek dan kakek.

Suatu hari, saya sedang bermain dihalaman belakang rumah. Kakek dan nenek saat itu sedang berada didalam rumah. Di saat itu adalah hari musim panas dan saya berbaring dirumput untuk beristirahat. Saya menatap awan dan menikmati sinar lembut matahari dan angin yang sejuk. Ketika saya hendak bangun, saya mendengar suara aneh. "Po. Po. Po. Po". Saya tidak tahu apa itu dan sulit untuk dicari tahu suara itu berasal dari mana.

Kedengarannya hampir seperti seseorang yang sedang membuat kebisingan. Seolah-olah suara yang keluar dari mulutnya hanya mengucapkan "Po. Po. Po. Po" berulang-ulang. Saya melihat sekeliling, mencari sumber suara, tiba-tiba aku melihat sesuatu diatas pagar tinggi yang menutup halaman belakang, itu seperti topi jerami. Dari situlah suara itu berasal. "Po. Po. Po. Po". Kemudian, topi itu mulai bergerak, seolah-olah seseorang sedang memakainya.

Topi jerami itu berhenti disebuah celah kecil dipagar tanaman dan saya bisa melihat ada sesosok wajah sedang mengintip melalui celah itu. Itu seorang wanita setinggi pagar yang hampir 8 kaki tingginya. Saya terkejut melihat seberapa tinggi wanita itu. Saya bertanya-tanya apakah dia memakai sepatu bertumit tinggi? Sedetik kemudian, dia berjalan pergi dan suara aneh itu menghilang bersamaan dengannya yang memudar dari kejauhan.

Bingung, aku berjalan kembali kedalam rumah. Kakek dan nenek saya berada didapur sedang minum teh. Saya duduk dimeja dan setelah beberapa saat, saya mengatakan kepada kakek dan nenek tentang apa yang saya lihat. Mereka tidak benar-benar memperhatikan saya, sampai saya menyebutkan bahwa ada suara khas. "Po. Po. Po. Po". Begitu saya mengatakan itu, keduanya tiba-tiba terdiam. Mata nenek melebar dan dia menutupi mulutnya dengan tangannya. Wajah Kakek menjadi sangat serius dan dia meraih lenganku.

"Ini sangat penting," katanya, dengan suara yang serius.

"Kamu harus memberitahu kami persis seperti apa. Berapa tinggi dia kira-kira?".

"Setinggi pagar taman," jawab saya yang mulai merasa takut.

Saya dibombardir kakek dengan pertanyaan.

"Di mana dia berdiri? Ketika kejadian tadi terjadi, apa yang kamu lakukan? Apakah dia melihatmu?".

Saya mencoba untuk menjawab semua pertanyaan itu sebaik mungkin. Tiba-tiba dia bergegas keluar kelorong dan menelepon seseorang. Aku tidak bisa mendengar apa yang dia katakan. Aku memandang nenek dan dia gemetar. Kakek datang menerobos kembali kedalam ruangan dan berbicara dengan nenek saya.

"Aku harus pergi keluar untuk sementara waktu" katanya.

"Nenek tinggal disini".

"Apa yang terjadi, Kakek?" teriak saya.

Dia menatapku dengan ekspresi sedih dimatanya dan berkata, "kau sudah disukai oleh Hachishakusama".

Setelah itu, dia bergegas keluar, masuk kedalam truk dan melaju pergi. Aku berbalik kearah nenek dan dengan hati-hati bertanya. "Siapa Hachishakusama?".

"Jangan khawatir," jawabnya dengan suara gemetar.

"Kakek akan melakukan sesuatu. Tidak perlu khawatir".

Ketika kami duduk gelisah didapur menunggu kakek datang kembali, dia menjelaskan apa yang terjadi. Dia mengatakan kepada saya ada hal yang berbahaya yang menghantui daerah kita. Mereka menyebutnya "Hachishakusama" karena tingginya. Dalam bahasa Jepang, "Hachishakusama" berarti "Delapan Kaki".

Terakhir kali dia muncul pada 15 tahun yang lalu. Nenek mengatakan bahwa siapa pun yang melihat Hachishakusama ditakdirkan untuk mati dalam beberapa hari. Semuanya terdengar begitu tidak masuk akal, saya tidak yakin apa yang telah saya alami. Ketika Kakek kembali, ada seorang wanita tua bersamanya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai "K-San" dan menyerahkan sepotong perkamen kecil "sejenis jimat", dia mengatakan "ini, ambil ini dan tahan". Lalu, dia dan kakek pergi kelantai atas untuk melakukan sesuatu. Saya ditinggalkan sendirian lagi didapur dengan nenek.

Saya harus pergi ketoilet. Nenek mengikuti saya kekamar mandi dan tidak akan membiarkan saya menutup pintu. Saya mulai benar-benar takut dengan semua ini. Setelah beberapa saat, Kakek dan K-San membawa saya keatas dan membawa saya kedalam kamar. Jendela tertutup oleh surat kabar dan banyak mantra kuno telah ditulis. Ada mangkuk kecil garam dikeempat sudut ruangan dan tokoh Budha kecil yang ditempatkan ditengah ruang diatas kotak kayu. Ada juga ember warna biru.

"Ember untuk apa?" saya bertanya.

"Itu untuk buang air kecil dan besar" jawab kakek.

K-San menyuruhku duduk ditempat tidur dan berkata, "segera, matahari akan terbenam, dengarkan dengan saksama. Kamu harus tinggal diruangan ini sampai besok pagi. Kamu tidak boleh keluar dalam keadaan apapun sampai jam 07:00 besok pagi. Nenek dan kakek kamu tidak akan berbicara dengan kamu atau menghubungi kamu sampai saat itu. Ingat, jangan meninggalkan ruang ini untuk alasan apapun sampai jam 07:00 besok pagi. Saya akan memberitahu orang tua kamu tentang apa yang sedang terjadi" dia berbicara dengan nada serius, yang bisa saya lakukan hanya diam mengangguk.

"Kamu harus mengikuti instruksi K-San" Kakek bilang.

"Dan jika terjadi sesuatu, berdoa kepada Budha. Dan pastikan kamu mengunci pintu ini ketika kita pergi nanti".

Mereka berjalan kedalam lorong dan setelah mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, saya menutup pintu kamar dan menguncinya. Saya menyalakan televisi dan mencoba untuk menonton, tapi saya begitu gugup, saya merasa mual. Nenek sudah meninggalkan beberapa makanan ringan dan nasi untuk saya, tapi saya tidak bisa makan. Saya merasa seperti berada didalam penjara, saya merasa sangat tertekan dan takut. Saya berbaring diatas tempat tidur dan menunggu, sampai akhirnya saya tertidur.

Ketika saya terbangun, jam menunjukkan pkul 01:00 malam. Tiba-tiba, saya menyadari bahwa ada sesuatu yang mengetuk jendela. "Tap, tap, tap". Aku merasakan darah mengalir dari wajah dan jantungku berdetak kencang. Aku berusaha keras untuk menenangkan diri, mengatakan pada diri sendiri itu hanya angin yang meniup cabang-cabang pohon. Aku keraskan volume televisi untuk meredam kebisingan itu. Tapi suara itu tetap tidak berhenti sama sekali. Saat itulah saya mendengar kakek memanggil saya.

"Apakah kamu baik-baik saja disana?" tanyanya.

"Jika kamu takut kamu tidak harus tinggal disana sendirian. Kakek bisa datang dan menemanimu".