Dilman naik maticnya meluncur di jalan yang sepi dan gelap, jam di pergelangan tangannya menunjukan pukul 01:00, Dilman baru saja pulang dari tempatnya bekerja, kondisi jalan saat itu hujan rintik- rintik membuat aspal basah dan licin. Dilman harus memacu maticnya dengan kecepatan tinggi karena Baim yang mengunakan motor satria FU sudah jauh berada di depan. Lampu-lampu jalan yang memancarkan cahaya kekuningan tampak seperti berjalan cepat kearah belakang ketika Dilman semakin mempercepat laju kendaraannya, jalan aspal yang licin itu membuat ngeri Dilman saat memacu motornya dengan kecepatan tinggi tapi ia tidak punya pilihan ia harus mengejar Baim yang sudah jauh di depan. Angin dingin malam yang sepi itu tampak membelai wajah Dilman yang semakin mempercepat laju maticnya. Seluruh tubuh Dilman yang tadi terasa pegal-pegal dan letih kini menjadi lebih tegang lagi karena ia harus memacu motornya dengan kecepatan tinggi di jalan aspal yang licin dan beresiko. Perjalanan itu bukan tanpa resiko, keadaan aspal yang basah dan licin dan motor matic Dilman yang melaju sangat cepat, sedikit saja kesalahan yang dilakukan Dilman di jalan basah itu ia bisa berakhir dengan mematahkan tulang lehernya atau mati.
"Sial Baim, apa sengaja mau membunuh orang naik motor kaya setan" gumam Dilman pelan, selanjutnya tanpa sadar Dilman mulai berbicara dengan dirinya sendiri :
"Jalan ini sepi banget."
"Gak ada satupun pengendara motor yang lain."
"Bahaya?"
"Dimana?"
"Bahaya, jalan ini sangat sepi, bahaya bisa datang kapan saja."
Dan tiba-tiba Dilman melihat kejadian lima tahun lalu saat ia masih bekerja sebagai teknisi komputer di PalMerah. Pekerjaannya saat itu mewajibkannya pulang sampai larut malam pukul 01:00 seperti sekarang ini, saat itu Dilman sedang berjalan di tepi jalan setelah turun dari bis ia harus berjalan sekitar lima ratus meter menuju ke rumah, tiba-tiba saat itu seorang pengendara motor berboncengan menepi ke arahnya. Wajah mereka berdua tampak gelap karena membelakangi cahaya dari lampu jalan.
"Kamu mabuk ya?" tanya si pengedara motor, Dilman langsung tahu kalau mereka berdua penjahat jalanan yang mencari mangsa malam-malam dan Dilman adalah korbanya, pertanyaan itu hanyalah modus operandi mereka untuk merampas dompet, modus itu sudah sangat populer diantara penjahat jalanan, Dilman rajin membaca koran khususnya kolum kriminal.
"Gak." jawab Dilman singkat.
"Coba lihat KTP" katanya lagi.
"Buat apa?"
"Cepet!" kata si pengendara yang mencabut pistol.
Dilman tidak berani melawan walaupun ia ragu pistol itu asli tapi ia kalah jumlah dan kedua pengendara motor itu berbadan tegap dan berambut cepak. Dilman menyerahkan dompetnya, si pengendara mengambil uang dari dompet Dilman.
"Sisain buat ongkos bang." kata Dilman lemah. Saat si pengendara motor itu telah mengembalikan dompet Dilman, hanya tersisa sedikit uang dari dompet Dilman, pengendara motor itu terus melaju kencang.
Bayangan dari kejadian mengenaskan pada masa lalu itu segera hilang saat Dilman menambah kecepatan motornya.
"Fokus Dilman." kata Dilman pada dirinya sendiri.
"Aku fokus, ingatan itu datang sendiri bukan aku yang mau."
"Hati-hati menekan rem."
"Motormu bisa jatuh terbalik jika kau menekan rem terlalu dalam."
Motor Baim di depan terlihat menikung, di depan ada tikungan tajam yang jaraknya semakin dekat dengan Dilman.
"Awas tikungan tajam, hati-hati."
"Tenang .."
"Tenang bagaimana, pokoknya hati-hati."
Cittttt !!!! ... Dilman menekan remnya dalam-dalam, ban motornya bergeser akibat aspal yang basah dan licin, motor matic Dilman yang melaju sangat cepat itu miring sesaat dan ...