Chereads / AKHIRNYA CINTA / Chapter 26 - Part 26

Chapter 26 - Part 26

"Mas aku sudah selesai." Alice keluar dari kamar menghampiri Rama yang duduk di sofa memainkan ponsel. Sembari menunggu tidak ada salahnya bermain ponsel bukan.

Rama menoleh, seketika tercengang dengan apa yang dilihatnya. Gadis cantik memakai dress selutut berwarna merah marron tanpa lengan kontras dengan warba kulit, dengan rambut di ikat satu memperlihatkan leher jenjang putih mulusnya.

Sejenak kedua pandangan mereka terkunci namun yang berbeda tatapan Rama seolah diam terpaku tak bisa mengalihkan pandangan sedikitpun layaknya orang terkena hipnotis. Ya, penampilan Alice yang memukau mampu mengipnotis Rama.

Cantik tapi tak seseksi barisan mantanku dulu, pikir Rama.

"Mas?" Alice mengibaskan tangan di depan wajah Rama yang tak berkedip sama sekali menatapnya.

Rama tersentak kaget, kesadarannya kembali. "Mas kenapa? Aku tidak cocok …"

Rama mendekat dan memegang kedua bahu Alice,"Kamu cantik. Tapi aku tidak mau kamu jadi pusat perhatian nanti." Alice bingung mencerna apa yang diucapkan Rama, memang siapa yang akan menjadi pusat perhatian. Dia saja memakai pakaian yang tidak terlalu mencolok, masih dibilang wajar tidak terlalu terbuka. Apalagi riasan make up, terkesan natural hanya terkena sentuhan lipstick dan bedak selebihnya tidak ada lagi. Mengingat Alice tidak suka dandan yang berlebihan sesuai karakternya yang simple.

"Kecantikanmu ini hanya aku yang boleh lihat," lanjutnya membelai kepala Alice dengan sayang.. Jujur ada perasaan tidak rela melihat Alice pergi dengan dress yang sedikit mempertontonkan kemulusan kulit putih wanita itu yang bisa menjadi santapan mata lapar laki-laki hidung belang diluaran sana nanti. Tapi dia tidak mungkin juga melarang Alice memakai dress tersebut hanya karena ketidakterimaannya tadi. Dia tidak mau dianggap posesiv dan berlebihan. Lagipula dia juga mengakui suka melihat Alice memakai pakaian seperti itu bukan, maka dari itu dia harus mencari cara lain untuk menghindarkan Alice dari tatapan lapar laki-laki bermata keranjang.

Alice bersemu merah, malu. Jujur hari ini dia hanya berdandan seperti biasa layaknya sedang berpergian. Selama ini yang memuji dirinya hanya orangtua dan kekasihnya, Panji saja. Tapi sekarang bertambah Rama, rasanya aneh saja, laki-laki yang dulu pernah menjadi teman kecil dan telah berpisah bertahun-tahun kini kembali bertemu dengan status berbeda. Padahal dia sudah menganggap Rama layaknya seorang kakak sendiri.

"Kapan kita berangkat Mas?" Alice mengalihkan pembicaraan, canggung sendiri karena ditatap Rama terus dan tidak jadi pergi sesuai yang diminta Rama tadi. Ya tadi sore tepatnya sepulang kerja, Rama mengajaknya makan di luar. Ini kali pertamanya untuk dia dan Rama makan diluar rumah sebagai pasangan suami istri. Rasanya aneh dan belum nyaman bagi Alice, namun dia harus membiasakannya bukan.

Rama mengangguk kemudian melepas jaketnya, dipasangkan pada kedua bahu Alice tanpa mengancingkannya. Alice heran,"Kenapa, Mas?"

"Nurut. Nanti dilepas ketika sudah sampai tempatnya." Rama menggandeng posesif tangan Alice menuju mobil.

Alice lebih banyak diam sembari menikmati pemandangan di luar kaca jendela mobil, meski begitu Rama kadang mengajaknya berbicara. Keheningan menyelimuti suasana di dalam mobil itu.

Tak terasa mobil fortuner hitam telah sampai di sebuah restaurant yang jaraknya dekat dengan pantai. Alice tak menyangka Rama akan mengajaknya makan malam di dekat pantai. Netra Alice memperhatikan suasana di luar mobil yang nampak sedikit ramai. Tanpa disadarinya Rama telah keluar terlebih dulu sembari memutari mobil, membukakan pintu mobil untuk Alice.

"Ayo."

"Eh ya." Alice meraih uluran tangan Rama hendak membantunya turun dari mobil. Jujur dia merasa apa yang dilakukan Rama itu berlebihan, dia bisa turun sendiri bukan. Namun lagi dan lagi dia memaklumi dan menghargai saja apapun yang dilakukan suaminya.

Alice berjalan berdampingan dengan Rama disebelahnya yang tak berhenti menggenggam tangannya. Tidak lupa juga jaket hitam milik Rama masih menyampir di kedua bahu Alice menutupi dress tanpa lengannya.

Rama terus menuntun Alice menuju tempat yang sudah dibokingnya tanpa Alice ketahui tentunya. Alice menurut saja sembari menikmati semilir angin menerpa kulit dan wajahnya, menerbangkan helaian rambutnya menambah auranya semakin terpancar.

"Ram!"

Langkah Rama dan Alice terhenti kala suara lantang nan keras menghampirinya. Mereka menoleh kearah sumber suara.

"Reza?"

"Posesiv amat, Bro. Sampai nggak lihatin ada aku disini." Reza menaik turunkan alisnya sembari menatap genggaman erat Rama pada tangan Alice seperti tidak mau Alice lepas sedikitpun dari jangkaun Rama.

Rama berdecak sebal, serasa dunia ini sempit. Tidak di kantor sekarang waktunya berduaan dengan Alice di tempat yang menurutnya privat itu bisa bertemu Reza."Kenapa?"

"Buset. Galak amat. Biasanya juga mampirnya ke club …" lirih Reza di akhir kalimatnya kala melihat Rama menajamkan mata elangnya kearahnya seolah memberikan peringatan.

Alice hanya diam saja sembari menunggu kelanjutan ucapan Reza.

"Eh maaf. Sebelumnya kita belum kenalan, bukan. Kenalin aku, Reza. Teman akrab sekaligus rekan kerja suami tampanmu ini." Reza mengulurkan tangannya kearah Alice sembari mengalihkan perhatian Alice yang pastinya menunggu ucapannya yang terhenti di tengah jalan tadi.

Alice sudah tahu Reza ketika bertandang ke rumahnya namun belum sempat berkenalan karena saat ituada insiden kecil. Belum sempat menerima uluran tangan Reza, tiba-tiba Rama menyerobot berdiri di depan Alice.

"Jangan mengambil kesempatan. Kamu sudah kenal ISTRIKU, Alice namanya," ucap Rama dengan posesifnya.

Reza terkekeh melihat sikap amatir dan ketidakrelaan Rama,"Ya, tapi kita belum kenalan bro. Omong-omong, cantik juga, istrimu. Walau tidak seseksi mantan-mantanmu," ujar Reza dengan pelan sembari menelisik netranya kearah penampilan Alice, sekilas.

Alice merasa tidak nyaman dengan tatapan Reza yang menurutnya tidak mengenakkan, menatapnya dari atas sampai bawah. Untungnya tubuh menjulang dan gagah Rama menghalaunya.

"Jangan macam-macam!" tekan Rama dengan suara penuh penekanan dipenuhi amarah.

"Sorry Bro, bercanda."

Reza senang melihat sahabatnya, Rama sudah bahagia dengan wanita pilihannya sendiri. Selama ini Reza telah tahu bagaimana perjalanan asmara Rama yang penuh lika liku yang tidak semulus karir dan pesonanya. Baginya, Rama adalah playboy tingkat dewa yang memiliki segudang masa lalu dengan banyak wanita cantik dan seksi mengelilinginya.

"Alice, aku Reza. Teman gilanya, suami kamu ini." sapa Reza berusaha mencairkan suasana yang sempat tegang karenanya. Alice yang tadinya sedikit tertekan mulai luluh.

"Sayang, kamu ngapain disini?" seorang wanita cantik bak model dengan lekuk tubuh gitar spanyol menghampiri Reza dengan manja.

Reza merengkuh pinggang sang kekasih,"Ini nyapa temanku."

"Oh kamu Ram. Siapa kamu, oh pacar barumu?" sapa wanita seksi berparas cantik Rama beralih kearah Alice.

Alice menatap tidak berkedip pada seorang perempuan cantik dan seksi dengan pakaian terbukanya menghampiri Reza. Menurutnya wanita itu jauh lebih cantik ketimbang darinya, mungkin bisa dibilang sepadan bersanding dengan Intan yang juga cantik dan seksi.

"Aku penasaran dengan masa lalu Mas Rama sebelum menikahiku. Melihat mereka dan ucapan Reza tadi yang tertunda membuatku berpikir aneh." Batin Alice curiga namun entah bisikan darimana ada pemikiran kearah kenakalan di otaknya mengenai kehidupan suaminya selama ini. Dilihat dari hubungan Reza dan wanita itu.

Alice malah fokus pada penampilan dan gaya kebersamaan wanita itu dengan Reza yang menurutnya terlalu berlebihan. "Dia istriku."

"What!" pekik wanita itu tidak percaya dengan barusan yang didengar. Reflek kedua matanya menatap Alice dengan intens. Namun tersirat sinis disana.

"Udah ayo." Rama menarik tangan Alice meninggalkan Reza dan wanita asing tadi berharap rahasia masa lalunya tidak diketahui Alice.

.

Alice terdiam mematung di tempat, netranya tak berhenti menatap sebuah pemandangan yang menurutnya indah. Sebuah jamuan romantis hanya untuk dua orang saja dengan latar belakang laut, jangan lupakan deburan ombak menggulung menciptakan suasana riuh disertai semilir angin dingin.

"Gimana, suka?" Rama melepas jaket di bahu Alice. Kemudian menuntun gadis itu mendekat kearah meja makan kecil yang diatasnya terdapat lilin dan hiasan.

Alice menoleh menatap Rama penuh tanda tanya, walau tersirat juga perasaan bahagia disana. "Duduklah." Rama mendudukkan Alice di kursi. Kemudian disusulnya di kursi lain. Mereka duduk berhadapan ditengah cahaya temaram lampu restaurant.

"Aku suka. Makasih." Alice menatap Rama yang dibalas tatapan lekat tentunya.

Rama menarik tangan Alice yang ada di atas meja makan kemudian dikecupnya dengan sayang. Alice terkejut merasakan desiran menjalar di aliran darahnya.

"Aku bahagia melihatmu tersenyum. Sadar, waktu begitu cepat mengubah status kita menjadi sekarang. Mungkin berat untukmu, aku memakluminya. Tapi tolong, izinkah dan terimalah kehadiranku di hidupmu." Rama menatap Alice dengan serius namun sendu.

"Mas?"

"Aku suamimu, kamu istriku, sekarang. Mari kita bersama-sama membuka lembaran kehidupan baru." sela Rama.

Alice terdiam meresapi kata demi kata keluar dari mulut Rama, tak butuh waktu lama hatinya menangkap artinya.

Berat dan susah, itulah isi hatinya namun ia pendam seorang diri tak ingin diberitahukan pada Rama. Namun sadar akan posisinya yang sudah menjadi seorang istri, dan janjinya kemarin untuk berusaha menerima kehadiran Rama walau harus ia paksa juga. Mengingat mereka telah menikah yang sakral hanya sekali di hidupnya. Jujur untuk sekarang memang belum ada tempat untuk Rama di hatinya. Hatinya masih tertaut pada Panji.

Alice mengangguk pelan penuh yakin, "Ya mas. Kita telah menikah, bagiku pernikahan sakral, sekali seumur hidup. Tapi aku mohon, beri aku waktu untuk menyesuaikan semuanya. Tidak ada alasan untukku tidak menerimamu sebagai suami."

Rama bangkit, kemudian beranjak memeluk erat Alice. Tubuh Alice menegang mendapat dekapan erat Rama.

"Aku mencintaimu, Alice." bisik Rama tepat di telinga Alice.

Mulut Alice masih terkunci tidak tahu harus merespon seperti apa. Tubuhnya bergidik tegang, hatinya tetap belum tersentuh akan pernyataan Rama. Dia berharap Rama memakluminya.

Rama mencium pucuk kepala Alice."Nggak papa. Kita jalani pelan-pelan. Namun ingat kamu milikku, istriku." tekan Rama melepas pelukannya.

Alice mengangguk paham dengan susah payah menelan salivanya. Nada penuh penekanan Rama mengisyaratkan tidak boleh ada laki-laki lain yang merebut hatinya selain, Rama sekalipun Panji.

"Kamu tahu hubunganku dengan kekasihku belum berakhir …"

Darah Rama terasa mendidih mendengarnya. Sadar, dirinya menjadi pengganggu sekaligus alasan berakhirnya hubungan Alice dengan sang kekasih tapi dia tidak merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukannya. Baginya dia rela melakukan apapun demi mendapatkan apa yang diinginkan dan dibutuhkannya."Ya aku tahu. Cepat selesaikanlah bila bertemu nanti." Ucap Rama datar.

Alice terkejut mendapati mimik bicara Rama yang terkesan dingin namun menakutkan berbeda dengan ketika bebicara dengannya sehari-hari. Entah kenapa Alice mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda dan belum ia ketahui dari karakter Rama.

Ditengah suasana yang romantis namun berkabut tegang tiba-tiba datanglah beberapa pelayan membawakan aneka makanan. Kemudian diletakkan di atas meja.

"Makasih," ucap Alice.

"Sama-sama. Kami permisi." Pamit pelayan-pelayan tersebut berlalu pergi meninggalkan sepasang suami istri itu.

"Makan malam ini akan menjadi awal dari hubungan kita yang serius. Aku tak pernah main-main dalam menjalin hubungan denganmu, Alice. Aku siap berhadapan dengan kekasihmu itu."

"Mas ayo dimakan. Enak ini lho." Alice membuka pembicaraan dahulu sembari mencairkan suasana yang sempat menegang karena pembahasan Panji.

Rama menghela nafas,"Ayo. Tapi suapi aku."

Tidak mau suasana makan malam yang telah disiapkan Rama terganggu dan sebagai perasaan timbal baliknya untuk menghargai, Alice menuruti permintaan Rama. Akhirnya mereka berdua makan bersama dengan Alice menyuapi Rama. Tentunya Rama senang, mood nya yang sempat jelek kini kembali bagus lagi.