Saat matahari belum muncul, kedua mata Alice kini sudah mulai membuka. Kini dia merasakan ada sesuatu yang berat di perutnya. Kedua matanya mulai mengarah kebawah melihat perutnya, ternyata ada tangan yang sedang merangkulya. Ternyata tangan itu tidak lain adalah tangan Rama. Tanpa dia tahu, Rama sudah tidur dikasurnya tadi malam. Alice sempat takut tapi setelah melihat Rama yang masih berpakaian lengkap begitupula dengannya juga sama, membuatnya tenang.
Ingin rasanya dia membangunkan Rama dari tidurnya dan menjauhkan tubuh Rama darinya, tapi tidak tega karena terlihat sekali lelah terpancar dari wajah Rama. Lagipula kalau dipikir-pikir tidak seharusnya dia membiarkan Rama tidur di sofa sedangkan kasur disampingnya masih kosong. Hatinya merasa pilu dan merasa bersalah, istri macam apa membiarkan suaminya tidur di sofa sedangkan dirinya malah enakan tidur di kasur..
"Maafin Alice mas, selama ini aku masih belum melakukan kewajibanku sebagai istrimu dengan baik." Alice meteskan air matanya kemudian diusap dengan punggung tangannya.
Rama mendengar isakan tangis disela-sela tidur lelapnya. Dengan perasaan terpaksa, kedua matanya yang masih mengantuk terpaksa ia buka. Pikirannya mulai mencerna apa yang terjadi di dalam kamar itu hingga membuat Alice menangis. Kini Rama baru sadar kalau tadi malam dia sudah tidur seranjang dengan Alice tanpa bertanya dulu. Mungkin karena masalah itu jadi Alice menangis. Tapi Rama ragu kalau Alice menangis karena masalah itu.
"Kamu kenapa menangis?" Rama bangun dan duduk tepat menghadap Alice.
"Hiks … hiks."
"Kenapa, ceritalah jangan buat aku bingung."
"Ma...maafin aku mas. Aku ud...udah jadi istri yang durhaka sama mas."
"Maafin aku. Selama ini aku telah membiarkanmu tidur di sofa sedangkan aku tidur disini di kasur empuk ini. Maafin aku." lanjutnya dengan isakan tangis masih keluar dari mulut Alice. Rama mendengar ucapan Alice merasa hatinya tersentuh dan merasa terkejut. Dia merasa semakin kesini Alice mulai tersentuh akan pengorbanan yang ia lakukan dan istrinya bisa membuka hati untuknya.
Rama tidak memberikan jawaban apa-apa selain memeluk tubuh Alice. Dia berusaha menenangkan istrinya kedalam pelukannya. Tangannya kini sedang membelai kepala Alice sesekali diciuminya.
"Nggak papa."
"Terus kalau begitu apa aku mulai nanti malam boleh disini?" Tanya Rama tepat di dekat telinga ALice. ALice langsung menganggukinya. Rama puas sekali.
"Aku lega mendengarnya. Mulai nanti malam aku akan mulai tidur seranjang denganmu sampai seterusnya.Itu berarti aku nggak butuh waktu lama lagi aku bisa melakukannya denganmu. Dengan begitu kamu bisa menjadi istri sesungguhnya bagiku."Rama membatin dengan senyum puas.
Sudah cukup lama Alice membenamkan kepalanya di dada Rama, hingga dia merasa begitu nyaman sekali. Perasaannya kini mulai merasa tenang sambil merasakan belaian tangan Rama yang begitu lembut seolah memperlakukan sesuatu yang berharga agar tidak rusak sedikitpun. Tangisannya telah berhenti dan mulai menata nafasnya yang naik turun sehabis menangis.
"Suapin aku."perintah Rama sambil membuka layar handponenya. Alice terkejut dengan perintah Rama barusan. Tanpa butuh waktu lama Alice langsung menyuapi suaminya dengan pelan. Bukankah perintah suami harus dilakukannya sebagai tugas sebagai istri bukan, pikirnya.
"Sekarang gilirian kamu."perintah Rama lagi. Alice membelalakkan matanya kearah Rama setelah memasukkan sesendok nasi goreng kedalam mulut Rama. Dan kini giliran Alice harus makan sesendok bekas Rama.
"Aku bisa makan sendiri mas."jawab Alice dengan pelan.
"Nggak mau ada penolakan."ucap Rama menghentikan pandangannya kearah ponselnya dan melirik Alice dengan tajam. Terpaksa Alice menuruti perintah suaminya. Mereka makan saling menyuapi dengan sendok dan piring yang sama. Sungguh romantis tentunya.
Tidak terasa sepiring nasi goreng telah habis dimakan mereka berdua secara bergantian. Selesai sarapan Rama memasang senyum kearah Alice. Begitupula dengan Alice tersenyum kea rah Rama sambil merasa tidak percaya kalau dia telah makan sepiring berdua dengan suaminya. Baru kali ini dia makan bersama dengan Rama yang begitu romantis sekali baginya.
"Mas mau berangkat kerja."Rama bangkit dari kursinya.
"Ini tasnya mas."Alice segera mengambilkan tas kerja Rama dan memberikannya.
"Makasih."Rama menerima tas dan menarik tengkuk Alice kearahnya lalu mencium dahinya dengan manis sekali. Alice menunduk malu dengan kedua pipi merona.
Kalau ditinggal Rama ke kantor ALice pasti akan kesepian lagi. Untuk mengusir rasa kesepiannya itu, dia ingin melihat suasana sekitar rumahnya. Alice merasa ingin keluar dari sarangnya sebentar saja sekedar menghibur diri dari kejenuhan. Rama yang sudah pergi kerja dimanfaatkannya untuk bisa keluar sebentar.
Kini Alice benar-benar berani keluar rumah untuk berjalan-jalan saja sendiri. Dia tidak memperdulikan lagi perintah Rama. Didalam pikirannya dia hanya ingin pergi sebentar saja dan pulang sebelum Rama pulang kerja. Walaupun Rama sudah memberitahuinya dan memperingatkannya kalau Intan bisa saja melukainya, tapi itu tidak diindahkannya lagi.
Dia keliling-keliling kompleks rumahnya dengan jalan kaki. Di rumahnya sengaja tidak difasilitasi kendaraan seperti sepeda motor atau mobil ataupun sepeda oleh Rama agar Alice tidak bisa keluar rumah. Sungguh Rama menjelma sebagai suami yang possessive.
Perasaannya begitu terhibur sekali ketika melihat pemandangan diluar rumah dan lalu lalang orang-orang di kompleks. Setelah beberapa langkah kini langkah kakinya terhenti sambil menatap sejenak ada gerbang besar didepannya. Gerbang tersebut sebagai pembatas antara kompleks rumahnya dengan jalan raya. Memang kompleks yang ditinggalinya bersama Rama tergolong mewah jadi untuk masalah keamanannya bisa dijamin. Alice merasa bimbang, apakah dia harus menerobos gerbang tersebut atau tidak. Dia ragu,pikiriannya kini dihantui dengan perkataan Rama.
"Neng mau apa?"Pak Mamang, security kompleks rumah yang melihat Alice terlihat bingung.
"Nggak papa kok pak. Mau jalan-jalan saja."Alice menatap Pak Mamang yang ada di dalam pos penjagaan.
"Kok bingung neng?"Pak Mamang keluar dari pos penjagaan.
"Saya mau keluar sebentar pak."Alice beralasan.
"Neng orang baru ya disini?"Pak Mamang menatap Alice dengan tatapan tidak kenal.
"Iya pak."Alice tersenyum.
"Emang mau kemana sih neng?"Pak Mamang mulai penasaran.
"Saya mau cari gado-gado."lagi-lagi Alice cari alasan lagi.
"Kalau gado-gado ada sih neng. Disana, pertigaan tugu."Pak Mamang menunjuk ke arah luar gerbang. Sambil menunjukkan letak penjual gado-gado. Alice sebenarnya bingung dan tidak tahu maksud dari Pak Mamang tapi dia berpura-pura tahu saja.
"Ya sudah saya pamit dulu pak."Alice segera keluar gerbang.
Alice berjalan tidak tentu arah. Dia sebenarnya tidak tahu kakinya akan melangkah kemana. Yang ada dalam pikirannya adalah bisa keluar rumah dan jalan-jalan melihat sekitar. Untuk masalah gado-gado sebenarnya itu hanyalah alasannya saja biar Pak Mamang tidak curiga kalau dia tidak tahu lokasi daerah sini.
Sudah hampir setengah jam Alice berjalan-jalan menyusuri jalan raya tersebut. Hingga panas matahari mulai terasa di kulitnya. Dia menatap jam tangannya, ternyata sudah jam 10.00. Ditambah lagi kakinya kini mulai terasa pegal. Di pinggir jalan banyak terdapat warung makan. Akhirnya dia memutuskan untuk istirahat dulu di warung yang menjual es degan. Saat Alice sedang meminum es degan tiba-tiba ada seorang cewek yang tidak asing baginya.
Cewek tersebut masuk ke dalam warung dan langsung membeli es degan. Setelah memesan cewek tersebut melangkah masuk ke dalam untuk duduk di lesehan.
"Kamu." cewek tersebut kaget sekali saat melewati Alice yang tengah duduk di kursi warung tersebut.
"Intan." Alice baru sadar kalau cewek yang sedari tadi dia amati adalah Intan. Perasaannya mulai takut karena teringat pesan Rama kemarin untuk menjauhi Intan.
"Oh.... Ternyata kamu disini ya."Intan tersenyum bahagia dan sinis ke arah Alice. Dalam hati Intan merasa lega akhirnya orang yang selama ini dia cari telah ditemukannya. Ini merupakan kesempatan buatnya untuk memberikan perhitungan.
"Permisi."Alice langsung berdiri dari kursi duduknya dan ingin segera menjauh dari Intan. Takut Intan akan berbuat yang tidak-tidak terhadapnya. Bukannya tidak mau melawan, namun dirinya memang tidak suka membalas perbuatan buruk orang lain. Dia cenderung menjadi pasif namun dalam hatinya tidak terima tentunya.
"Eiittts. Enak aja main nylonong pergi aja."Intan langsung menarik tangan Alice dengan kasar. Langkah kaki Alice terhenti, membuat tubuhnya mundur. Intan mendekatinya dengan tatapan tajam seperti harimau ingin menerkam mangsanya. Alice semakin merasa takut.
"Aku mau pulang." Alice meronta berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Intan yang begitu kuat sekali mencengkramnya.
"Duduk." Intan memaksa sambil melototkan kedua matanya ke Alice dan tangannya masih mencengkram tangan Alice. Alice langsung menuruti duduk di kursi.
Kini Alice menuruti perkataan Intan untuk duduk di kursi agar tidak membuat Intan semakin marah. Sebenarnya dia takut sekali dengan Intan saat itu. Sedangkan Intan masih berdiri sambil menatap wajah Alice dengan tatapan menerkam. Alice masih bingung sebenarnya Intan mau apakan dirinya.
"Ini rasakan."Intan mengambil sisa es degan Alice lalu menyiramkannya di atas kepala Alice. Seketika wajah Alice langsung basah hingga pakaiannya juga terkena siraman es degan. Alice terkejut sekali dengan apa yang dilakukan oleh Intan. Banyak orang yang terkejut dan melihat mereka berdua.
"Kenapa kamu..."Alice beranjak dari kursi dan berdiri memandang Alice. Belum selesai berbicara Intan langsung menyelanya.
"Kenapa kamu bilang."Intan semakin marah bahkan sampai mendorong Alice hingga jatuh ke tanah. Alice langsung merintih kesakitan.
"Ini belum seberapa dengan perasaanku saat ini. Aku benci sama kamu. Berani sekali kamu merebut orang yang paling aku cintai!" bentak Intan mulai tidak terkontrol hingga penjual es mendengarnya dan panic melihat Intan dan Alice. Kemarahan Intan sungguh diluar kendali, hingga tega menendang-nendang kaki dan paha Alice berkali-kali.
Penjual es degan melihat pertengkaran diantara kedua cewek itu langsung mendekatinya dan melerainya. Sekalipun penjual es degan tersebut adalah cowok tetap saja tidak bisa menghentikan keganasan Intan memarahi Alice. Intan tidak menggubris usaha penjual es degan untuk melerainya. Alice merintih kesakitan, ingin rasanya tubuh Alice berdiri tapi tidak bisa karena Intan terus menendangi kaki dan pahanya.
"Mbak berhenti."Pak Mamat(penjual es degan) langsung menghadang Intan agar berhenti menendangi Alice yang sudah tidak berdaya jatuh ke tanah. Pak Mamat merasa kasihan sekali dengan Alice saat itu.
"Bapak pergi! Jangan ikut campur."Intan menaikkan suaranya ke arah Pak Mamat. Tapi Pak Mamat tidak bergeming walaupun kaki Pak Mamat terkena tendangan Intan.
"Hiks hiks."Alice merintih kesakitan sambil menahan rasa sakit.
"Mbaknya jangan kasar kayak gitu. Kasihan mbaknya ini. Jangan main hakim sendiri, ini di warung saya, jadi saya yang berkuasa disini." tegas Pak Mamat sambil menunjuk ke arah Intan.
"Bapak nggak tahu ya masalahnya. Jadi jangan ikut campur."Intan membentak Pak Mamat.
"Ini warung saya. Jadi mbaknya harus nurut sama saya."Pak Mamat kesal sekali terhadap Intan karena berani membentaknya.
"Awas lho ya Alice. Kali ini lho bisa bebas tapi awas aja kalau aku ketemu lho lagi."Intan kalah setelah Pak Mamat mengusirnya. Dan banyak warga yang ikut mengusirnya. Intan segera masuk mobilnya.
"Dasar cewek arogan."celetuk salah satu warga.
"Jadi cewek jangan kasar-kasar amat lah neng."teriak ibu-ibu yang melihat Intan dengan sinis.
Intan tidak peduli dengan perkataan-perkataan yang dilontarkan beberapa warga kepadanya. Yang ada dalam pikirannya adalah puas bisa memberikan pelajaran kepada Alice. Walaupun ida sendiri belum puas-puas amat karena Pak Mamat telah menghentikannya.
Alice kini mendapatkan bantuan dari beberapa warga yang merasa iba terhadapnya. Membantu tubuhnya berdiri dan mengobati luka yang ada di kakinya. Alice tidak bisa menahan rasa perih di kakinya yang terluka akibat tergores dengan kerikil-keriki di tanah. Kebetulan warung es degan tersebut masih beralas tanah dan ada beberapa kerikil-kerikil kecil diatasnya.
Kini luka Alice sudah diperban Bu Ila istri dari Pak Mamat. Beberapa orang yang tadi sempat menonton Alice kini mulai pergi dari warung dan kembali dengan aktifitasnya masing-masing. Bu Ila masih menatap kasihan pada Alice yang terlihat sudah babak belur ditendangi Intan.
"Makasih ya bu udah mau ngobati luka saya."Alice berbicara sambil menangis.
"Ya mbak. Sebenarnya ada masalah apa sih mbak sama wanita tadi?"bu Ila penasaran. Sedangkan Pak Mamat hanya bisa melihat saja dua orang perempuan yang masih berbicara.
"Nggak ada apa-apa kok bu."Alice menutupi apa masalah sebenarnya.
"Ya sudah kalau nggak mau cerita mbak. Mbak ini gimana pulangnya?"Bu Ila mengalihkan pembicaraan sambil menatap kakinya yang terluka dan telah diperbannya. Sudah pasti akan susah untuk digunakannya berjalan.
"Gimana kalau suami saya yang antar mbak pulang?"Bu Ila menawarkan bantuan. Pak Mamat juga sudah bersedia membantunya. Alice langsung menrima tawaran itu karena dia juga pasti kesusahan berjalan pulangnya.
Alice mulai berjalan menuju rumahnya. Pak Mamang sebenarnya tidak tega membiarkan Alice berjalan sempoyongan tapi mau gimana lagi Alice sendiri tidak mau dibantu untuk diantarnya sampai dalam rumah. Sesampainya di dalam rumah Alice langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu.