Chereads / (Un)forgettable / Chapter 24 - Chapter 23 - You

Chapter 24 - Chapter 23 - You

Brian memegang kotak cincin, memandangnya putus asa. Kemudian menyimpannya ke dalam laci. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi, memperjuangkan Arin begitu sulit. Ia menyukainya sejak SMA, gadis pemberani yang selalu berhasil menarik hatinya. Brian diam-diam memperhatikannya dari jauh tanpa berani menyapanya langsung. Lagipula Arin pasti akan menghindar, ia sudah dipandang jelek olehnya, mengenalnya sebagai anak nakal yang selalu membuat kerusuhan di sekolah.

Ketika sudah lulus dan melanjutkan kuliah ke luar negeri, ia selalu memantau semua media sosial Arin, tetapi hanya sekedar menyukai postingannya, tidak berani meninggalkan komentar apalagi mengiriminya pesan. Brian benar-benar tidak tahu cara mendekati cewek.

Sampai ketika takdir mempertemukan mereka kembali, cewek yang sembrono menumpahkan kopi ke bajunya. Saat itu ia seperti diberi kekuatan untuk mulai mendekatinya. Mencari cara untuk menarik perhatiannya. Kemudian sebuah ide gila terlintas, ia menemui Arin dengan cara yang tidak biasa—sukses membuat cewek bermata coklat itu kesal. Entah kenapa keberaniannya semakin bertambah. A thrilling chase.

Brian terus mendekatinya dengan berbagai cara, mulai dari memberinya buket bunga, menyimpan coklat di lokernya, duduk di sampingnya ketika cewek itu sedang membaca di perpustakaan dan hal-hal lainnya. Tapi nampaknya ia tidak suka dan selalu berusaha menghindar.

"Lo kenapa sih ngikutin gue mulu? Gue nggak suka diganggu." Arin menatapnya kesal.

Sejak saat itu ia berhenti mendekati Arin. Mungkin memandang dari kejauhan sudah cukup baginya, sepertinya Arin memang tidak menyukainya.

***

Brian mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Tak lama teleponnya diangkat.

"Joanna, she refused me. What should I do?" Brian gusar.

"Let me talk to her. She have to know about you." Kemudian sambungan telepon berakhir.

Arin yang sedang membaca buku menghentikan aktivitasnya ketika ponselnya berdering. Video call dari Joanna, ia menerimanya dan muncul wajah temannya di layar ponsel.

"Hi Arin, how's life?" Cewek bermata amber itu tersenyum.

"Hello, Jo. I'm good. How about you?"

"I'm pretty good. Well, I wanna tell you something." Joanna to the point. Arin mengangguk siap mendengarkan.

Joanna menceritakan soal Brian. Arin mengerutkan keningnya, ternyata temannya mengenal cowok itu. Brian mendekati Joanna agar bisa mengetahui segala sesuatu tentangnya. Ia kecewa karena Joanna menceritakan masa lalunya pada orang lain, bahkan menceritakan tentang perasaannya, Arin yang selama ini mencintai Renald.

"Forgive me." Arin hanya mengangguk samar.

Kemudian Joanna melanjutkan ceritanya, sebuah fakta mengejutkan. Ketika Arin sakit, Joanna selalu menjenguk dan membawakan makanan ke apartemennya, pernah dibawakan sup, buah-buahan, saat musim panas memberinya milkshake dan es krim. Joanna juga selalu memberi barang-barang yang sangat ia inginkan. Dan ternyata itu semua dari Brian, selama ini Joanna hanya sebagai kurir. Mata Arin berkaca-kaca, lidahnya kelu tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

"He loved you long ago. Please give him a chance."

"I don't know, Jo." Joanna menatapnya sendu.

"Open your heart, be happy!" Arin memalingkan wajah sedihnya, kemudian tersenyum.

"Jo, I gotta go." Joanna paham, temannya butuh waktu untuk menenangkan diri.

"Okay, bye." Joanna tersenyum.

"Bye, Jo." Video call pun berakhir.

Arin menyandarkan punggungnya di dinding. Kepalanya terasa penat, setiap hari selalu ada hal yang mengejutkannya. Rahasia apa lagi yang belum terungkap, ia menerka-nerka. Terlalu banyak hal yang orang lain sembunyikan atau memang ia yang tidak pernah peka terhadap situasi. Pikirannya melayang, ternyata Brian mencintainya sedari dulu. Ia berusaha mengingat kenangan masa SMA, dulu ia memang sering memergoki Brian yang tengah memandangnya, tapi ia pikir itu hanya kebetulan. Tapi apakah kebetulan sering terulang? Arin merutuki dirinya sendiri, benar-benar bodoh.

One last cry

Before I leave it all behind

I gotta put you out of my mind this time

Stop living a lie

I guess I'm down to my last cry

Cry

I was here

You were there

Terngiang-ngiang lagu One Last Cry dalam benaknya. Lalu ia melihat jam tangan, sudah pukul 13.00. Arin bergegas mengambil kunci mobilnya, siang ini ia akan mengunjungi panti. Anak-anak pasti sudah menunggunya. Ia keluar dari rumah dan menaiki mobilnya. Melajukan ke Panti Asuhan Pelangi. Sampai di sana anak-anak langsung keluar karena mendengar deru suara mobilnya. Memeluk Arin bersamaan, ia pun tersenyum senang. Beban di pundaknya terasa lebih ringan sekarang.

Kini mereka sedang mengisi PR, Arin membantunya. Setelah selesai, mereka membaca buku cerita yang baru Arin berikan. Kemarin ia sempat mampir ke toko buku dan membelinya. Arin pun membaca buku Sapiens A Brief History of Humankind. Lama terpekur dengan bacaan hingga halaman terakhir. Lalu ia memasukkan bukunya ke dalam tas.

Putri menghampirinya, membisikkan sesuatu. "Kak, aku mau cerita." Arin mengangguk. Ia tersenyum malu-malu, "masih inget nggak dulu aku pernah cerita ada kakak yang baik ngasih aku uang banyak." Arin tampak berpikir, kemudian menggeleng. Ia menghela napas, "pokoknya dulu aku pernah cerita ke Kak Arin. Kakak mau tahu nggak siapa orang itu?"

Arin tersenyum, "siapa?"

Putri berbisik lagi di telinganya, "Kak Brian." Arin terdiam, menyelami ucapan gadis kecil itu barusan. "Dia baik ya, Kak." Arin tersenyum, mengangguk.