Author POV
"Maria, kamu akan ikut kami untuk melihat gedung? Kalau mau ikut, kau bisa segera siap-siap karena kami akan pergi dalam lima belas menit dari sekarang." Felicia memberitahu keponakannya, Maria.
Maria yang sedang mengecek ponselnya menjadi terperangah dan mengangkat wajahnya. "Ke gedung acara? Ngai tak ikut, Nyiku. Ngai mau di sini saja," sahut Maria yang entah mengapa enggan ikut serta.
Felicia merasa heran. "Tadi nyi bilang, mau ikut kami, kenapa sekarang berubah pikiran? Lagi nunggu telepon dari pacar, ya?" sindirnya karena melihat wajah keponakannya.
"Emoi. Ngai lagi ingin di rumah. Masih capek akibat perjalanan jauh." Maria menjelaskan kepada tantenya.
"Yakin tak mau ikut? Kau tak rindu dengan Shena, eh? Dia tak tinggal di sini lagi, karena sudah ikut bersama dengan suaminya. Kami semua akan pergi, Matthew pun ikut." Felicia meyakinkan Maria.
Maria menggeleng. Gadis ini tak mau ikut serta. "Kamsia, Nyiku. Ngai tetap mau di rumah saja," tolak Maria halus.
"Oke, tapi jangan berubah pikiran, ya! Karena nyi tak ikut, maka kami akan berangkat sekarang!" ulang Felicia yang merasa tak yakin kalau Maria tetap tak mau ikut.
Maria terdiam. Felicia merasa buang-buang waktu bila menunggu terlalu lama karena dia sudah berjanji akan pergi ke sana untuk menemui anak dan menantunya. Dia pun segera beranjak dan meninggalkan sang keponakan yang masih tak memberi kepastian.
"Maria tidak ikut?" tanya Lukas ketika melihat istrinya muncul seorang diri.
Felicia menggeleng. "Tidak, dia berubah pikiran. Dia bilang tak mau ikut. Kita berangkat saja sekarang, supaya tidak terlambat," jawab Felicia kepada suaminya.
"Baiklah. Kita pergi sekarang. Matthew, ayo pergi!" ajak Lukas pada putranya yang sudah siap dan sekarang berada di antara mereka.
"Oke," ucap Matthew seraya mengangguk.
Mereka bertiga bergegas ke luar dari mansion dan naik ke mobil. Di dalam sudah ada driver yang menanti dan mobil segera bergerak meninggalkan kediaman keluarga Wijaya.
"Kenapa Maria mendadak tidak mau ikut? Sebelumnya mau, 'kan?" Lukas membuka percakapan di mobil.
"Ngai nti. Sepertinya dia memang menunggu telepon dari seseorang, paling juga dari pacarnya," jawab Felicia sebal.
"Oh, biarkan saja kalau begitu. Padahal pulang dari sana ,kita bisa jalan-jalan berkeliling kota Boston." Lukas menyayangkan tindakan keponakannya itu.
"Mama, Papa, nanti setelah cece menikah secara resmi apakah dia tak akan pernah datang ke rumah kita lagi?" Matthew mendadak bertanya sehingga membuat kedua orang tuanya terdiam.
"Tentu saja datang. Tapi kita harus menelepon lebih dulu, karena cece sudah menjadi seorang istri. Keith juga sudah berjanji pada Papa, kalau dia tak akan melarang kalau Shena berkunjung dan menginap di tempat kita," jawab Lukas.
"Kupikir Keith akan melarang. Cece sepertinya bahagia dengan pria itu. Ngai pikir dia akan membatasi bertemu dengan keluarga," sahut Matthew.
"Tidak. Dia tidak membatasi, hanya memang seorang perempuan begitu menjadi seorang istri, akan menjadi tanggung jawab suaminya, sehingga pergi ke mana pun dia pergi harus sepengetahuan pasangannya!" jelas Lukas kepada Matthew.
"Oh, jadi kalau nanti ngai menikah, istri ngai harus izin ke mana pun dia pergi?" tanya Matthew kepada papanya.
"Ya. Seorang anak akan mandiri, ketika dia telah menikah. Mau itu anak laki-laki atau perempuan. Sebagai orang tua, tugas dan tanggung jawab kami telah selesai, ketika kalian sudah membangun keluarga sendiri. Kenapa harus menikah? Karena kami tak akan ada setiap saat dan bisa meninggal sewaktu-waktu. Apabila terjadi sesuatu dengan kalian, siapa yang akan menolong? Kalau sudah menikah, pasangan kalian yang akan membantu setiap saat, sehingga tidak terlantar." Lukas menjelaskan panjang lebar untuk anaknya.
"Oh, jadi itu alasannya Papa menjodohkan cece dengan Keith?" Matthew bertanya lebih lanjut.
"Ya. Papa terpikir kalau nanti meninggal sebelum kalian menikah, rasanya tugas sebagai orang tua belum selesai dan menjadi beban untuk diri sendiri. Kami hanya memiliki dua orang anak jadi Papa memastikan kalian semua hidup dengan baik, kebutuhan terpenuhi, sekolah di tempat yang layak, dan bisa berdikari." Lukas menjawab pertanyaan Matthew.
"Kenapa Papa memilih Keith untuk menjadi suami cece?" Felicia menyambung pertanyaan karena dia merasa tertarik.
"Begini, pada saat Papa mengadakan meeting dengan Keith, dia memang tak mengatakan apa-apa, tapi saat selesai, dia bertanya: 'Lukas, yang barusan ke luar ruangan adalah anakmu? Boleh kau kenalkan dia padaku? Aku tengah mencari calon istri dan sejujurnya aku menyukai anak gadismu!' Jujur belum pernah ada pria seberani dan sejujur dia yang meminta dikenalkan dengan tujuan mencari istri. Papa tergerak untuk menjodohkan karena ucapan dan tindakannya. Dia juga mapan dan lebih dewasa jadi bisa lebih mencintai, menyayangi dan membimbing anak kita." Lukas menjawab pertanyaan istrinya dengan sejujurnya.
Felicia terdiam mendengar penjelasan dari sang suami. Dia tak menyangka bahwa pria yang dibencinya itu memiliki niat baik dan tulus kepada anak perempuan satu-satunya. Dia teringat saat melihat Keith menangis tanpa henti dan selalu setia menemani saat putrinya koma di rumah sakit.
Ketika Felicia mengajukan kepada Keith, bahwa dia harus menikahi anaknya secara adat baru menikah di gereja, pria itu menyanggupi tanpa berpikir. Laki-laki itu tak mundur sedikitpun bahkan semakin intim dengan putrinya. Sebagai seorang ibu, dia akhirnya luluh, apalagi cucu yang berada dalam rahim anaknya bukannya gugur malah tumbuh semakin sehat dan kuat.
Tida ada seorang pun yang berbicara di dalam mobil sehingga perjalanan yang dilalui menjadi sunyi sepi.
Mobil akhirnya masuk ke KAJ Building. Driver segera parkir di vallet, lalu Lukas, Felicia, dan Matthew turun. Matthew melihat mobil Keith sudah terparkir di sana dan benar saja, dia melihat kakak dan abang iparnya berdiri di lobi menunggu mereka.
Matthew berjalan terlebih dahulu, dia melihat ada tiga orang berdiri di lobi dan dia mendekatinya.
"Cece!" seru Matthew yang langsung menghampiri kakaknya dan memeluknya erat.
"Matthew, Cece kangen!" bisik Shena di telinga kiri adiknya.
"Ngai juga kangen, Cece." Matthew meluahkan perasaan yang terdalam.
Setelah hampir empat bulan mereka tidak bertemu, Matthew merindukan kakaknya. Dia sangat marah dan shock ketika melihat cece tercinta tertembak demi melindungi kekasihnya.
Keith hanya diam melihat istrinya dipeluk erat oleh Matthew. Dia tidak merasa cemburu, karena mengetahui dengan pasti bahwa yang memeluk adalah adik ipar sendiri.
X tidak berkomentar, karena memang tidak mau ikut campur urusan keluarga adiknya. Dia tidak pernah melihat pemandangan seakrab ini, karena biasanya perempuan yang mendekati, tak pernah menunjukkan ketulusan sama sekali, sehingga dia tak berpikir akan mengenalkan salah satu dari mereka kepada keluarga.
Lukas dan Felicia masuk ke dalam lobi dan melihat Matthew memeluk anak sulungnya. Lukas memaklumi, bahwa kedua anaknya telah lama tak bersua, sehingga memerlukan waktu untuk melepas rindu.
Shena melepaskan pelukan mereka dan dia menatap Matthew. "Menginaplah di apartemen. Kau boleh datang menengok kami. Jangan sungkan dan ragu! Sekarang cece belum bisa ke rumah, jadi kau bisa datang ke tempat kami kapan saja," ucap Shena lembut lalu dia menatap suaminya meminta persetujuan.
Keith yang mengerti langsung mengangguk. "Benar, datanglah ke apartemen. Menginap juga tidak dilarang. Kakakmu harus banyak istirahat oleh dokter jadi tidak bisa sering-sering berpergian. Kau adalah keluarga jadi pintu rumah kami terbuka untuk kalian." Keith membenarkan pernyataan istrinya.
"Apa kabar Keith?" sapa Lukas seraya mengulurkan tangan kanannya.
"Kabar baik, Dad. Dad dan Mom apa kabar?" Keith menjawab sapaan sekaligus menjabat tangan papa mertuanya, Lukas.
"Kami baik-baik saja. Cece apa kabar?" Lukas menyapa putrinya lalu melepaskan jabatan tangannya dengan Keith.
"Ngai baik-baik saja, Papa." Shena menjawab pertanyaan papanya.
"Dad, Mom, perkenalkan, ini saudara angkatku namanya Xander atau X." Keith memperkenalkan Xander yang ada di sebelahnya.
"Halo Paman Lukas, nama saya Xander, panggil saja X," sapa X seraya mengulurkan tangannya.
"Halo Xander, saya Lukas, Papanya Shena," balas Lukas ramah dan menjabat tangan X.
Mereka berdua berjabat tangan sebentar lalu saling melepaskan. Felicia mengamati X dan dia tahu siapa sebenarnya pria yang dikatakan oleh Keith, tapi demi menjaga sopan santun, wanita itu hanya diam saja.
X menatap Felicia. Dia menahan smirk-nya karena di depannya adalah rival klannya. "Halo Bibi, perkenalkan saya Xander, biasa dipanggil X." X memperkenalkan dirinya pada Felicia dan dia kembali mengulurkan tangan.
"Ya, saya Felicia, Mamanya Shena." Felicia melakukan perkenalan formal demi menjaga nama baik keluarga.
Mereka dengan cepat melepaskan jabatan tangan dan tak saling berbicara. Keith yang mengamati, langsung berinisiatif untuk mengajak mereka masuk ke dalam ballroom yang akan dipakai.
"Mom, Dad, Matthew, ayo kita masuk ke dalam ballroom tempat acara nanti!" ajak Keith, seraya menggandeng tangan kanan istrinya.
Mereka segera meninggalkan lobi dan berbelok ke arah kanan lalu berjalan lurus terus sehingga tampaklah ballroom yang megah dan luas. Di dalamnya, terdapat dekorasi yang cantik dan nampaklah Jorge di sana sedang mengawasi penataan dekorasi di kursi, backdrop dan lain sebagainya.
Ketika rombongan itu masuk, Jorge menoleh dan dia langsung menghampiri Keith. "Tuan, persiapan sudah sembilan puluh persen selesai. Apakah ada hal lain yang ingin tambahkan?" tanya Jorge sekaligus memberi laporan.
"Dari daftar yang kukirimkan padamu, apakah itu semua sudah datang?" Keith memastikan semua sudah sesuai dengan keinginannya.
"Malam ini akan datang, Tuan. Mereka akan membawa semua yang masih kurang dari list." Jorge menjelaskan kepada bosnya.
Keith mengangguk. "Pastikan semuanya sesuai dan bila tidak katakan padaku supaya kita bisa gunakan yang lain. Apa ada tambahan yang lain?" Keith bertanya kembali pada asistennya.
"Tidak ada, Tuan," jawab Jorge sambil tetap menanti instruksi selanjutnya.
"Baik, lanjutkan pekerjaan. Aku ke sini membawa serta keluarga untuk melihat-lihat." Keith memberi izin Jorge untuk melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
"Baik Tuan. Saya permisi." Jorge berpamitan pada Keith dan dia kembali mengawasi para pekerja yang ada.
Keith mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dia melihat apa yang dia kehendaki hampir terlaksana, namun masih ada kekurangan di sana sini. Pria ini ingin yang terbaik di hari bahagia dengan pasangannya.
"Menurutmu bagaimana, Wifey? Apa ada yang kurang?" Keith bertanya pada istrinya.
"Bunganya belum semua, ya?" Shena berucap, karena melihat bunga-bungaan yang ia mau belum ada di sana.
"Belum, Sayang. Nanti malam baru akan datang semua. Aku juga sudah meminta Jorge memantau. Jangan khawatir," jawab Keith sambil mengusap perut permaisuri hatinya.
"Ya sudah kalau begitu. Sudah jam berapa sekarang? Kalau sudah masuk jam makan siang, lebih baik kita semua pergi untuk makan." Shena mengingatkan suaminya.
"Sebentar," ucap Keith. Dia melihat arloji di tangan kanannya yang sekarang menunjukkan pukul 11:35. "Sebentar lagi waktu makan, Wifey. Kita ke restoran tempat kita kencan pertama kali, bagaimana?"
"Boleh. Kau sudah bilang dengan Manager di sana, 'kan?" Shena bertanya kembali kepada Keith.
"Sudah, Sayang. Kita pakai Private room yang waktu itu, kau ingat, 'kan?" bisiknya mesra.
Shena tersenyum. "Tentu aku ingat. Ya sudah, kita sekarang ke sana, sudah lapar!" sahutnya sambil mengusap perutnya yang mulai membuncit.
Keith dan Shena berbalik menghadap keluarga mereka. Lukas, Felicia, Matthew dan X sedang menatap orang-orang yang bekerja di ballroom. Mereka tampak mengawasi setiap pekerja yang lalu lalang dalam mendekorasi ruangan supaya tampak mewah, elegan dan cantik.
"Papa, Mama, Matthew dan X, sudah hampir jam 12:000, mari kita makan siang di restoran milik Keith namanya "La Voyague". Jaraknya tidak jauh, kok. Mau, ya?" bujuk Shena kepada mereka semua.
Shena merindukan kebersamaan dengan keluarganya meskipun dia sudah menjadi seorang istri dan sedang mengandung buah cinta dengan sang suami, dia tetap anak dari orang tuanya yang melahirkan, membesarkan, dan mendidiknya sejak kecil hingga dewasa.
Dia sudah lama tak menghabiskan waktu dengan keluarga tercinta, sehingga dia ingin di momen seperti ini, bisa bersama-sama kembali merasakan kehangatan mereka.
Lukas mengangguk. "Papa tahu restoran itu. Ayo kita ke sana, untuk makan siang bersama!" Dia menyetujui ide anaknya.
"Baik, Dad. Kita bertemu langsung di sana. Katakan kepada Manager di sana, namanya Tony, bahwa kalian adalah mertuaku, dia akan langsung mengantarkan ke Private room." Keith menjelaskan kepada Lukas.
"Baik, kita bertemu di sana saja. Terima kasih, Keith." Lukas bersyukur menantunya mengakuinya sebagai mertua walau dia dan Shena menikah secara adat dan belum diresmikan di kedutaan.
"Sama-sama," sahut Keith. Tangannya tak lepas menggenggam jemari istrinya.
"X, kita langsung ketemu di sana, supaya mempersingkat waktu," ucap Keith pada X.
"Oke. Aku tahu di mana itu dan Tony juga mengenalku." X menimpali ucapan Keith.
Mereka berenam berjalan bersama hingga ke lobi. Di luar, mereka berpisah karena menggunakan mobil masing-masing untuk bertemu lagi di restoran yang telah disepakati bersama.
***
1. Ngai = Saya
2. Nyiku = Bibi kedua
3. Kamsia = Terima kasih
4. Emoi = Tidak mau
5. Ngai nti = Saya tidak tahu
6. Cece = Kakak perempuan