Chereads / Mencintai Setengah Hati / Chapter 5 - Kesialan sepanjang hari

Chapter 5 - Kesialan sepanjang hari

Sunyi, suntuk, berasa seperti dihimpit dalam ruang kosong. Beginilah nasib jomblo setiap malam minggu. Nggak ada yang ngapeli, nggak ada yang ngajak jalan, hua... Bener-bener sepi.

Berharap langit bersahabat, menurunkan hujan petir yang cetar. Biar tuh yang pada kencan langsung ambyar. Haha.. jahat banget sih!

Kesialan berteman sepanjang hari ini, pagi tadi kaki kesleo alhasil sekarang sedikit bengkak, terus laporan yang selisih, lalu nggak jadi pulang kampung, bukankah cukup lengkap menjadi list derita?

Mel.. Melodi, nggak malu apa nih cuman nangkring di ranjang? Jingkrak-jingkrak kaki nggak jelas hanya karena nasib percintaan gak mulus semulus pipi bayi? Anggap saja ini masa kebebasan sebelum kamu berperang, perang batin maksutnya. Buat kesiapan mental, kisah cinta kamu selanjutnya.

Melodi menatap langit kamar yang mulai usang dan menguning, akibat asap obat nyamuk bakar. Serta juntaian benang dari rajutan laba-laba mengisi siku-siku plafonnya. Ia memikirkan kebaikan pria itu, hingga Melodi mendapat nyinyiran dari beberapa orang di Kantor. Siapa lagi kalau bukan mereka--si biang iri dengki kawanan serigala betina.

Arght....!

Kesel banget....!

Melodi menggerutu menanggapi berbagai fikiran dalam benaknya. Tiba-tiba ponselnya berdering.

'Bang Tono'

"Baru juga sedetik yang lalu, aku mikirin dia. Eh sekarang telfon." Desah Melodi, tangannya menimang-nimang ponsel yang masih berdering. Enggan untuk menerima panggilan. Ia taruh kembali di bawah bantal, melanjutkan ke gabutan dalam benaknya.

Sudah tiga kali nada deringnya mengalun. Tiga kali pula tak ia hiraukan. Memilih untuk menutupi tubuhnya dengan bedcover.

Tok...

Tok...

Tok...

Mel... Mel... Assalamualaikum,

Hah! Kok malah ada suaranya sih. Please ya... gak perlu sampek ngehalu gini. Melodi masih memejamkan matanya, tapi indera pendengarannya semakin menajam. Terdengar jelas suara pria itu dibalik pintu.

Dengan berat hati Melodi beranjak dari ranjang. Memastikan apa yang ia dengar itu kenyataan.

Ia singkap korden ruang tamu, dan mengintip melalui celahnya. Benar saja, pria itu memunggunginya. Kali ini Bang Tono menggunakan kemeja biru donker bermotif garis dengan celana jeans warna senada.

Deg.. Deg.. Deg

Suara jantung memompa dengan irama tak beraturan. Terngiang kalimat Mbak Denny kala itu.

'Tono itu pemuda yang baik Mel, dia itu suka sama kamu!'

Suka... Kata suka... Berputar-putar di benakku. Bingung bagaimana harus menghadapinya, ingin biasa saja, tapi aku canggung setelah terungkap fakta.

Melodi mengatur nafasnya, buang hirup, buang lagi, hirup lagi agar rasa gugupnya mereda.

Bismillah, tangannya mengelus dada. Sampai lupa kalau Melodi masih mamakai babydoll satin agak terbuka. Orang yang melihatnya bisa terperangah.

Ceklek...!

Kepala Melodi nongol di balik pintu, ia hanya membuka sedikit celah.

"Ada apa ya Bang?" Tanyanya to the point.

"Nggak boleh masuk nih?"

"Eh... He'eh.. monggo!" Melodi menarik pintunya hingga terbuka semua.

Bang Tono melangkah masuk, tapi terhenti saat menatap Melodi yang nampak sexy.

"Eit... Eit.. Bentar Bang! Jangan lihat!" Melodi berteriak dan setengah berlari ke kamar tanpa peduli kakinya yang cidera, hendak mengganti bajunya dengan yang lebih sopan.

Huft!

Kan... Ceroboh sekali! Desah Bang Tono menatap kepergian Melodi.

'Liat dikit eh udah ada yang belingsatan di dalam!' gumam Bang Tono, nampak gelisah.

Derap langkah tergesa, Melodi langsung duduk di sofa. Menatap bimbang kedatangan Bang Tono yang tiba-tiba.

"Ehm.. Ngapain ke sini Bang?"

"Ish.. Emang nggak boleh main ke sini?" Bang Tono malah balik bertanya. Ia mengalihkan pandangan di sekitar ruangan.

"Kok sepi Mel, Orang tuamu kemana?" Tanyanya heran.

"Aku sendirian! Orang tua ku tinggal di Selatan."

"Oo.."

"O itu bulat, Bang! Haha.... "

"Bisa aja.. eh nggak malmingan?" Bang Tono semakin menyandarkan punggungnya di sofa.

"Nggak... Bang, mau minum apa?" Melodi berdiri hendak melangkah ke arah dapur.

"Hmm.. Apa aja boleh deh."

Melodi masih berdiri memikirkan sesuatu. Ia lupa kalau gula, teh bahkan kopi tak pernah menjadi penghuni di dapur.

"Hehe... Eh.. anu Bang.." Melodi tersenyum malu-malu.

"Kenapa sih, nyengir-nyengir gitu?"

"Nggak ada apa-apa di dapur!" jawabnya jujur.

"Terus ngapain pakek acara nawarin, Mel?" Bang Tono tertawa melihat tingkah konyol Melodi. Semakin lama mengenal Melodi, Bang Tono semakin mengerti tentang Melodi. Gadis ceroboh, periang, ramah, pemarah, tapi juga mudah terluka.

"Kan.. Kan aku basa-basi! haha..." Melodi tergelak tawa, pipinya merona merah.

"Ya udah.. Beli di luar sambil jalan-jalan, gimana?"

"Kakiku...!" Melodi menunduk ke bawah ke arah kakinya yang cidera. Sedikit merah karena bengkak mulai terasa. Bagaimana ia bisa jalan-jalan dengan kaki yang sedikit pincang, karena tadi setengah berlari membuat ia meringis jumpalitan.

"Ya naik motor maksutku Mel. Buruan ambil jaket sama helm."

"Ealaah... Haha.. ya.. ya.. sek."

🌺🌺🌺

Bang Tono melajukan motor Vario pinknya ke arah Kota. Dengan kecepatan minimum 30km/jam menurutku memang cukup untuk menikmati jalanan yang mulai padat merayap.

Ini sih wakuncar-- waktu kunjung pacar. Ya elah namanya juga malem minggu. Beda kali sama malem jumat. Kan kalau malem minggu, kalangan muda mudi berlalu lalang. Nah kalau malem jumat diisi Bapak-bapak shalat Hajat.

Tring...

Pesan masuk 'Mas Wildan'

[Dimana Dek? ]

Eh nongol nih. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Gini deh takdir ngajak bercandaan. Kalau lagi lupa, suka diingetin. Eh kalau lagi inget, malah di lupain. Kan nyesek nih dadaku!

Tapi....Ngapain nih orang tumben ngirim pesan.

Di atas motor, Melodi sibuk membalas pesan Mas Wildan. Tanpa sadar menarik perhatian Bang Tono dari kaca spion.

[Di Banyuwangi, Mas. Kenapa?]

Terkirim.

Bang Tono menepi.

"Eh kok berhenti Bang?"

"Kamu yang di depan gih, gantian!" Bang Tono mulai turun dari motor, menyuruh Melodi bergeser maju.

"No..No.. daripada berabe masuk Rumah Sakit entar." Tangan Melodi mengibas beberapa kali tanda tak setuju.

"Apa hubungannya sama Rumah Sakit, Mel?"

"Ehm... Sebenernya. A-aku nggak bisa nyetir motor matic Bang." Melodi menjawab dengan terbata dan malu, ia menundukkan kepala.

"Haha.. haha.. haha.. kamu nggak bisa nyetir ini? Kok bisa sih?" Bang Tono tertawa terbahak akan penuturan Melodi yang polos.

"Iya bisalah! Aku kan manusia biasa, ada hal-hal yang nggak bisa aku kerjain!" Melodi mendengkus kesal.

"Iya udah, nggak usah ngambek gitu. Aku ajarin deh. Biar gak malu-maluin. Masak jaman sekarang nggak bisa naik motor matic! Apa kata Dunia? Haha.." Bang Tono masih tergelak tawa, bahkan menjahili Melodi yang mulai mengrucutkan bibirnya.

"Kalau nabrak, terus jatuh gimana?" Tanya Melodi memelas.

"Aku kan dibelakang, aku pegangin! Tenang aja!" Kali ini Bang Tono mulai membimbing Melodi, memberi arahan yang mulai di mengerti Melodi.

Pesan masuk 'Mas Wildan'

[Aku di Rumah Sakit Umum Dek.]

Sebelum melajukan motor, Melodi membuka pesan dari Mas Wildan dan membalasnya dengan singkat, padat dan jelas tanpa pikir panjang.

[OTW.]

Terkirim

Melodi melajukan motor dengan hati-hati. Karena ia tak mau mengambil resiko bila terjadi sesuatu. Motor bukan miliknya, terlebih ia takut terluka dan berdarah.

Tiba-tiba tanpa adanya salam pembuka, tangan melingkar di pinggangnya. Tangan siapa lagi, kalau bukan tangan pria di belakangnya. Dengan santai tanpa permisi dan tak merasa bersalah. Ya sudahlah.

Melodi sedikit merasa risih, saat beberapa pasang mata melihat ke arahnya, lebih tepatnya pada tangan yang melingkar di pinggangnya. Aneh. Benar! mana ada pria waras boncengan seperti balita yang takut jatuh dari boncengan emaknya.

Pria itu dengan santai bersenandung ria, tanpa memikirkan wanita yang memboncengnya dengan hati yang berkecamuk. Jangan di tiru wahai pemuda!

Engap! Satu rasa yang bisa menggambarkan situasi terkini yang di alami Melodi. Berbanding terbalik dengan perasaan pria itu yang berbunga-bunga.

Melodi berbelok ke pelataran Rumah Sakit Umum, dan berhenti di parkiran motor. Dengan hati-hati ia melepas tangan Bang Tono.

"Loh kok belok sini , Mel?" Bang Tono menatap heran, mengedarkan pandangan parkiran motor Rumah Sakit yang tampak ramai.

"Sebentar Bang, mau ketemu temenku dulu." Jawab Melodi datar. Ia turun dan menyusuri koridor Rumah Sakit. Bang Tono mengekori dengan jarak beberapa meter. Ingin tau siapa yang Melodi temui di tengah malam.

Setelah berbelok di persimpangan, Bang Tono mengedarkan pandangan tepat pada sosok Pria yang menyapa Melodi.

Melodi meremas tangannya yang mulai berkeringat, padahal udara malam ini dingin. Hatinya bergejolak saat pria yang ia rindukan berdiri di hadapannya. Pria itu masih sama, dengan senyum sumringah, tampak tak pernah terjadi apa-apa dua tahun yang lalu.

"Siapa yang sakit, Mas?" Tanya Melodi membuka pembicaraan. Seakan kekuatan Malficent mengalir dalam tubuhnya.

"Mbak Dona melahirkan." Jawabnya masih dengan menyunggingkan senyum yang menampakkan gigi-giginya.

Hening

Melodi membuang pandangan ke arah lain.

"Sama siapa?" Tanya Mas Wildan, yang mendapati seorang pria seakan menunggu Melodi di persimpangan, menatap tajam ke arahnya. Tak bisa di pungkiri kalau Rasa yang pernah singgah memang masih singgah. Ada rasa cemburu dan ingin tau yang tak seharusnya berada.

"Oo.. itu sama temen. Temen kantor." Melodi menoleh ke belakang, melihat Bang Tono yang mulai berlalu pergi.

'Seharusnya tak perlu menjelaskan status Bang Tono. Bukankah itu tidak penting bagi Mas Wildan.' Batin Melodi.

"Temen apa demen?" Kalimat yang mampu membuat hati tersayat untuk Mas Wildan.

"Iiiih... Temen kok, cuma temen." Nada Melodi penuh penekanan.

"Mas, aku pamit ya. Kasian temenku tadi nungguin. Salam sama Mbak Dona ya?" Melodi berbalik dan pergi dengan langkah gontai. Tak ingin menoleh ke belakang untuk melihat Mas Wildan sekali. Ingin hatinya segera bangkit dari kenangan yang membelenggunya selama ini. Cukup baginya untuk tau Mas Wildan sehat dan bahagia.

"Bang, ayo jalan." Kata Melodi setelah sampai di area parkir

"Aku bonceng, apa kamu yang di depan?"

"Bonceng aja Bang, mataku sepet." Seraya memakai helm ink hitam yang lusuh selusuh wajahnya.

"Oke."

Hening sepanjang perjalanan. Melodi memupuk pikiran dan hatinya yang berkecamuk. Rindu yang selama ini mampu ia tahan harus meluap saat bertemu Mas Wildan meski hanya hitungan menit.

"Ke angkringan ya, aku lapar." Bang Tono mengamati perubahan sikap Melodi. Ia bertanya-tanya tentang pria tadi. Apakah pria itu yang membuat Melodi menangis kapan hari? Angkringan hanya sebuah alasan.

Jalanan tampak lengang, Bang Tono berinisiatif mencari angkringan yang terbuka. Agar ia leluasa memandangi wajah Melodi tanpa harus terganggu lampu temaram.

Bang Tono menepi di sebuah angkringan depan Grapari yang sudah tutup. Masih beberapa anak muda seusianya nongkrong di lesehan terbuka.

"Mas pesen joshua 1, millo hangat 1." Bang Tono melihat Melodi sudah lebih dulu duduk di lesehan bagian pojok.

Wajahnya lelah, kakinya masih memerah. Melodi meratapi kebodohannya kali ini. Ia menggerutu kesal akan sikapnya yang mudah terpancing Mas Wildan.

"Tadi itu siapa?" Tanya Bang Tono memcah keheningan.

"Owh.... Mantanku. Mas Wildan." Jawab Melodi datar.

"Kok putus?"

"Ia soalnya dia punya pacar lagi."

"Terus ngapain cowok kayak dia ditemui lagi? Kan makan ati!" Kata Bang Tono kesal, karena yang ia lihat Melodi masih menyimpan rasa untuknya.

"Dia punya pacar lagi, soalnya dulu aku sering selingkuh." Jawabnya dengan mimik bersalah. "Padahal, aku udah taubat. Eh dia malah ninggalin. Terus aku jomblo."

Ah! Rasa bersalah ini..

"Iya udah cari yang lain, masih banyak laki-laki di dunia ini." Bang Tono berusaha menghibur.

"Iya tapi gak ada yang sebaik dia Bang. Dia tau segalanya tentang aku, keluargaku." Aku tau mudah bagi orang lain untuk berbicara, tapi menjalaninya yang sulit. Apalagi tentang hati yang terpaut nyaman. Dan di cinta pertamaku, Bang. Itu sulit.

"Maksudnya udah tau gimana?" Tanya Bang Tono hati-hati, karena ia enggan punya hubungan dengan wanita yang tak suci.

"Keluargaku broken home, selama ini dia yang menjagaku. Bukan yang aneh-aneh." Aku tau arah pembicaraanmu Bang, jangan berfikir aku wanita murahan.

"Ehm... Mel... Enggak usah jauh-jauh. Laki-laki di depanmu ini bersedia jadi pacarmu, yang akan jagain kamu." Dengan percaya dirinya Bang Tono menawarkan diri.

"Hahaha... Sampean Bang......" Kata Melodi sembari tertawa menggoda. Nggak tau harus menjawab apa, atau bersikap bagaimana. Ini yang ia takutkan dari saat dia mulai tau tentang fakta perasaan Bang Tono padanya. Semacam sahabat jadi cinta, temen jadi demen, atau kualat dengan takdir?