Chereads / Mencintai Setengah Hati / Chapter 6 - Pepet terus tanpa cela.

Chapter 6 - Pepet terus tanpa cela.

Seminggu berlalu dari kejadian malam itu, Bang Tono masih berusaha mendekati Melodi, memberi perhatian extra dari biasanya. Namun Melodi memilih menghindar dan bicara seperlunya.

Tampak kawanan para serigala sering meraung mendapati Bang Tono dengan gigih mendekati Melodi. Bahkan tak sungkan nyinyir di depan Melodi. Melodi memilih diam dan menahan kekesalan. Tak ingin mencari keributan atau membela diri.

"Mel... Tuh satu kresek dari Bang Tono. Tadi titip pas kamu ke belakang!" Mbak Citra menunjuk satu kresek putih berlogo ind*maret.

"Enak Melodi ya, dimana-mana ada pengagum rahasia. Cair terus..... " Sahut Mbak Sayu dari balik monitor mejanya.

"Ah! Biasa aja Mbak. Bang Tono mah baik sama siapa aja." Kata Melodi dengan megulas senyum yang dibuat biasa saja.

"Isinya apa'an Mbak? Buka dong!" Pinta Leli yang seketika meraih kresek yang tak jauh dari tangannya.

"Makan aja, namanya juga rejeki." Jawab Melodi tanpa memalingkan wajahnya dari monitor.

"Aku minta juga dong!" Seketika Mbak Sayu menghampiri berdiri di belakang kursi Leli.

Melodi tertawa dalam hati. Tak habis fikir dengan kawanan serigala ini. Setelah menghujat, tak segan untuk mendekat. Lantas membuatku semakin muak.

"Mel...." Sapa Mbak Denny yang melintas dan berdiri di depan meja Melodi.

"Ya... Gimana Mbak?" Melodi berdiri di balik meja tinggi Frontliner.

"Eh besok jalan-jalan ya? Pagi, jam enam udah stay kantor! Kalian semua ya?" Mbak Denny menunjuk masing-masih orang.

"Emang mau kemana Mbak, kok pagi banget?" Tanya Melodi menatap bengong Mbak Denny.

"Ke Watu Dodol. Tuh diajakin Bang Tono, bawa mobilnya sendiri." Mbak Denny menunjuk pria yang baru saja berjalan.

"Aku ikut ya!" Kata Leli semangat.

"Aku juga!" Mbak Sayu dan Mbak Citra serempak.

Melodi hanya menanggapi malas.

"Mel, enggak ikut?" Tanya Mbak Citra menatap Melodi heran.

"Enggak tau nih Mbak." Melodi kembali duduk dan melanjutkan tugas laporan.

"Melodi wajib ikut lah!" Mbak Denny berbicara dengan tegas lalu berbalik pergi ke Bank bersama Bang Tono.

🌺🌺🌺

Tok..

Tok..

Tok..

Mel...

Assalamualaikum,

Mel...

Brok...

Brok..

Mel...

Pagi itu Bang Tono mondar mandir di teras rumah Melodi. Berusaha membangunkan yang empunya rumah.

'Nih cewek kok susah banget dibangunin. Kalau misal ada kebakaran atau banjir, bisa jadi korban pertama.' Gumamnya

Melodi tetap tenang dalam tidurnya, masih anteng dengan posisi memeluk guling. Tak tahu bahwa ada seorang yang menunggunya di luar pintu.

"Nyari siapa, Mas?" Tanya seorang wanita berusia tiga puluh lima tahun, tetangga depan rumah Melodi.

"Melodi, Bu." Jawabnya sambil tersenyum.

Wanita itu berjalan mendekat,

Tok...

Tok...

Mel...

Teriak Wanita itu membantu usaha Bang Tono.

"Melodi itu kalau udah tidur susah banget di bangunin. Kaya' orang mati." Ujar Wanita itu sambil menggelengkan kepala.

"Emangnya udah janjian?"

"Sudah nggeh, ini temen-temen juga nungguin."

Ceklek...!

Hoaaam... Rame banget sih.

Melodi mengusap wajahnya yang masih kucel.

"Bang, kok pagi banget? Katanya jam enam?" Tanya Melodi saat membuka pintu.

"Ini udah jam enam, Mel." Bang Tono nampak kesal. Sudah hampir sejam ia menunggu.

"Eh.. Mel, mbok kalau molor setengah hidup gitu. Temenmu dari tadi nungguin." Kata Tante Yuning ketus.

"Hehe...." Melodi hanya tersenyum. "Masuk dulu Bang, aku mau mandi dulu ya?"

"Enggak usah mandi. Keburu siang nih!"

"Hah.. ih jorok ah!"

"Udah cuci muka aja, terus berangkat."

Terpaksa Melodi menuruti Bang Tono. Ia hanya cuci muka, gosok gigi, ganti baju, tak lupa menguncrit rambutnya ekor kuda tanpa makeup. Ia memilih kaos hitam dan celana jeans 3/4. Tak lupa jaket hoddie putihnya. Cukup.

"Ayo Bang.." Melodi mengunci pintu dan masuk ke Mobil Opel merah, Bang Tono berada di bagian kemudi.

"Mel... Ngapain duduk di tengah? Sini, pindah depan aja!"

"Ah! Sini aja. Nanti yang di depan biar Mbak Denny, Bang."

"Ish..ish... Kamu pikir aku sopir?"

"Lah kan emang, Bang Tono jadi sopir. Gimana sih?" Melodi semakin tak mengerti. Ia menghindar memilih duduk di bangku tengah.

"Kalau kamu duduk di tengah situ, keliatan kaya' majikan. Huft." Bang Tono membuang nafas kasar nampak kesal. Sebenarnya bukan itu maksutnya, ia hanya ingin Melodi berada di sampingnya.

"Haha.. Oo.. gitu ya, oke pindah!" Melodi turun dari mobil dan masuk lagi duduk di samping kemudi.

Bang Tono melajukan mobilnya ke kantor, dimana Sayu, Citra, Leli dan Mbak Denny menunggu.

"Lama banget!" Kata Mbak Citra menatap Melodi yang baru saja turun dari mobil.

"Abis bangunin mayat hidup!" Seru Bang Tono. "Ayo buruan!" Bang Tono melambai menyuruh mereka bergegas naik ke mobil.

"Lo, Mel didepan aja." Perintah Mbak Denny.

"Tapi....," Melodi enggan melanjutkan kalimatnya, setelah melihat sorot mata Mbak Denny yang penuh penekanan.

Sepanjang perjalanan, kawanan serigala mulai meraung. Membicarakan banyak hal. Sedang Melodi menatap kosong luar jendela. Fikirannya menerawang jauh. Ia menyesal ikut pergi, lebih baik melanjutkan mimpi.

"Mel... Kok diem aja sih," Bang Tono membuka pembicaraan, sedari tadi ia memperhatikan Melodi yang mulai bosan.

Melodi menggeleng.

Setelah empat puluh menit perjalanan, akhirnya sampai di kawasan wisata Pantai Watu Dodol daerah utara Kota.

Hembusan angin begitu deras menerpa wajah. Rambutnya bahkan tak rapi seperti awal mula.

Mereka memilih berjalan-jalan ke bibir pantai.

"Bang, fotoin ya?" Pinta Mbak Denny

Cekrek

Cekrek

Cekrek.

Banyak pose yang di abadikan, untuk sebuah kenangan.

Pandangan Bang Tono tak pernah beralih dari Melodi. Terpaan sinar mentari seperti cahaya yang menerangi wajah putih Melodi. Wajahnya bersih tanpa bedak, mulus bagai bayi.

Melodi memandang jauh hamparan laut biru. Di tempat ini, ia memiliki kenangan bersama Mas Wildan. Kota ini memiliki sejuta kenangan bersama Mas Wildan.

"Ayo pulang Mel...!" Ajak Mbak Denny yang berjalan menuju parkiran mobil.

Melodi mengangguk, alarm perutnya sudah berbunyi. Ia mengekori Mbak Denny.

"Mbak Denny mau makan nasi kuning?" Tanya Bang Tono di sela-sela mengemudi.

"Iya deh Bang."

"Melodi juga mau?" Bang Tono menatap sekilas ke Melodi lalu beralih ke depan lagi.

Melodi membalas dengan anggukan. Tubuhnya mulai gerah karena belum mandi. Kepalanya mulai pening ingin melanjutkan mimpi.

🌺🌺🌺

"Bang, makasih ya udah diajak jalan-jalan. Yerus ditraktir makan." Leli tersenyum dan berlalu ke asrama.

"Iya makasih banyak ya Bang Tono, semoga rejekinya lancar terus." Ucap Mbak Denny lalu mengekori leli.

"Amin."

"Suwun (makasih) ya Bang." Ucap Mbak Sayu dan Citra serempak.

"Sama-sama."

"Ayo, Mel!" Tangan Bang Tono menarik Melodi bergegas pergi.

Hoam...

"Masih ngantuk, Mel?"

"Iya Bang... Nanti nyampek rumah mau langsung mandi terus lanjut tidur lagi."

"Oh...." Bang Tono merasa kecewa, maksud hati ingin menghabiskan waktu bersama ternyata Melodi malah memilih tidur lagi.

Melodi tinggal di rumah tantenya di daerah perumahan batas Kota. Keluarga Tantenya tinggal di Luar Kota. Maka Melodi lah yang menjaga dan merawat rumah Tantenya ini.

Rumah type 36 yang mulai padat.

"Makasih ya, Bang." Melodi menutup pintu mobil. Alangkah terkejutnya ia mendapati Bang Tono ikut turun dari mobil.

"Loh Bang, nggak pulang?" Tanya Melodi setelah berbalik menghadap Bang Tono. Kini mereka saling berhadapan. Bang Tono tersipu malu.

Nyengir aja deh... Pepet teruuuussss...

"Ehm... Aku mampir dulu, boleh ya?" Tangannya menggaruk kepala yang sebenarnya nggak gatal. Belum mendapat persetujuan, Bang Tono melangkah masuk.

"Eh.. eh... Ya udah duduk aja, aku mau mandi dulu." Melodi berlalu ke kamar, mengambil baju dan handuk.

Bang Tono tersenyum puas, setidaknya usahanya tidak sia-sia. Memperjuangkan cinta dengan semangat empat lima.

Lelah menunggu Melodi, Bang Tono terlelap di sofa.

"Loh... Nih orang malah molor."