Menurut kabar dini hari, cuaca pagi ini akan sedikit gerimis. Tiap rintik air yang jatuh mengenai dedaunan pohon. Jalanan perkotaan yang menjadi macet akibat banyaknya pegendara ber-mobil. Sepanjang pinggir jalanan juga sangat ramai manusia yang berjalan kearah tempat tujuan mereka. Dan segerombolan mahasiswa yang akan berangkat menuju sekolah.
Terlihat, Laki-laki mengenggam erat payung bening yang dibawanya, menghindari genangan air kecil di pinggir jalan. Laki-laki itu memakai seragam sekolah, rambutnya yang lurus berwarna coklat kehitaman. Sepatunya converse hitam dan tas gendong dipunggunya. Seraya berjalan pelan ke arah gedung-gedung di perkotaan. Melewati perhentian lampu merah beberapa kali.
Sudah sekitar 3 Tahun, Laki-laki bertubuh tinggi itu tinggal di sebuah Rumah Panti dekat perkotaan.
Laki-laki bertubuh tinggi dengan payung beningnya. Bernama Pranaja Laksa Auberon. Akrab dipanggil Auberon. Nama itu diberikan oleh walinya.
Auberon sangat terkenal disekolah menengah atas, karena kecerdasannya melebihi guru-guru disana. Ia juga tampan, ramah, tentu saja disukai banyak orang.
Auberon berbakat dalam bidang apa saja. Ia pun sudah berkali-kali mendapat beasiswa dari sekolahnya, Ia hidup dengan tenang dan damai. Pernah sekali, mendapat surat undangan dari Universitas terkenal di kotanya, dengan percaya diri, ia menolaknya.
"Orang seperti aku? tidak pantas sepertinya." Katanya.
Auberon memasuki gedung sekolahnya yang besar dan luas. Sudah ramai anak-anak yang memasuki tiap ruangan kelas. Laki-laki itu menutup payungnya, sedikit mengibaskan lengan bajunya. Sesekali memeriksa sepatu juga dasinya.
"YUHUUUUuuu!!" Teriak Baren dari arah depan, lalu merangkul penuh bahu Auberon.
"Udah lama," Sahut Felix kepada teman-temannya.
"Apaan?!" Tanya Tajio sedikit bingung.
"Jangan bilang, masih ingin meliburkan diri." Sahut Auberon melirik Felix.
"100 untuk Auberon!" Jawab Felix sedikit menyenggol bahu kiri Auberon.
.
.
Mereka segerombolan memasuki lobby sekolah yang lumayan luas ini, terdapat berbagai macam piala dibalik lemari berkaca, dan loker-loker siswa yang berjejer sangat rapi.
dughhH!!!
"Maaf, ruang pertemuan dimana ya?"
Ditabraknya bahu sebelah kanan Tajio sangat keras, oleh gadis asing yang tiba-tiba menyelonong diantara mereka.
"Di lantai 2 paling ujung." Jawab Tajio sambil mengarahkan tangannya.
"Terima Ka—" Ucap gadis itu terputus, hendak meninggalkan mereka.
"Minta maafnya mana?!" Potong Auberon, menarik pergelangan tangan si gadis, dengan tatapan yang sinis.
"Auberon, santai." Ucap Felix seraya menahan.
Tajio hanya diam, ia memeriksa kembali bahunya.
"Santai ron! gak lemah kali, di senggol dikit doang." Sahut Baren di sebelah mereka.
Decak Auberon kedua matanya melirik Baren.
"Kamu gak dengar?" Ucap balik gadis itu dengan arogan.
"kamu sedang— kan?"
Entah dari mana asalnya, sekilas terdengar suara samar yang menyambar pada kedua telinga Auberon. Penglihatan kedua matanya seketika menjadi kabur, tangan kanannya memegangi kening yang tiba-tiba bercucuran keringat panas dingin. Tubuhnya yang tinggi itu hampir tumbang, tetapi ia masih bisa menahannya.
"MAAF— ruang pertemuan dimana ya?" Tekan gadis itu dihadapan Auberon. Setelah itu, langsung pergi ke arah gedung pertemuan.
Auberon hanya mendengar ucapan itu dengan sekilas, ia masih merasa pusing. Selang beberapa menit Auberon sedikit lebih mendingan.
"Auberon!" Teriak kecil Felix dan dua teman lainnya. Seraya menepuk pundak Auberon.
"Ck. Santai!" Jawab cepat Auberon, membenarkan posisinya.
***
Sesampai di ruangan kelas. Ke-empat remaja itu sengaja menghela nafas bersamaan. Saling melirik sombong satu sama lain. Terlihat smirk kecil pada paras mereka. Kemudian, melihat tiap sudut-sudut kelas.
Bangku coklat kayu dan fentilasi yang terlihat bersih, hiasan-hiasan dinding yang lepas sudah di lekatkan lagi, cat tembok yang dulunya mulai rontok, ternyata sudah di cat kembali. Tetapi, jam diding di ruangan itu mati.
"Kenapa selalu aja ada yang kurang." Ucap Felix menunjuk jam dinding yang menepel di atas papan tulis hitam di ruangan itu.
Tanpa disadari reflek mereka meggoyangkan kepala dari kanan hingga kiri secara bersamaan.
Selepas itu, mereka langsung berpencar mencari tempat duduk mereka. Sudah se-bulan sejak liburan Tahun baru.
.
.
Terlihat laki-laki betubuh tinggi, si pemeran utama. Bernama Auberon. Duduk di bangku pojok kiri, paling ujung dekat jendela, badannya menghadap ke depan, tetapi, kedua matanya melirik ke seluruh ruangan. Jari telunjuknya terus menerus mengetuk pelan meja.
kriinggGGG!!!
Dering bel kelas pertama berbunyi, Seorang laki-laki yang lebih tua, mengenakan kaca mata dan membawa tas laptop yang menepel di dada-nya itu, memasuki ruangan kelas. Kedua mata laki-laki itu melotot seperti mencari mangsa, seisi ruangan sontak menjadi hening. Tetapi, berbanding balik dengan senyumannya yang membuat mulut kita tidak kuat menahan tawa. Apalagi kumis tipisnya itu.
Tunggu, laki-laki itu tidak sendirian.
-To be continued-