"Bukan anakku!"
"Auberon, mengapa?! apa yang kau lakukan?!"
"Kau akan dihukum!"
"Kau sangat berdosa...."
"Maafkan aku, sudah membatalkan rencana kita yang kedua kalinya."
Malam menjelang pagi hari itu, Auberon mendapat mimpi anehnya kembali, suara yang kadang-kadang samar masuk kedalam pikirannya.
Dini hari sekitar jam 4 pagi. Suhu tubuh seorang laki-laki bertubuh tinggi itu, menjadi panas dingin, seluruh badannya menggigil. Tubuhnya tiba-tiba menggeliat seperti cacing kepanasan. Suara samar dari Laki-laki itu terdengar oleh teman sekamarnya Eric, yang akhirnya pun terbangun.
"Aku berdosa," Ucap samar Auberon, seluruh badannya menggeliat tak karuan.
"Auberon! Ron!!"
"Bangun!" Teriak Eric sedikit panik melihat keadaaan temannya itu.
Eric mencoba menggoyangkan tubuh laki-laki yang sedang tak sadarkan diri itu. Sesekali melihat kanan-kiri. Eric mulai panik.
"Ron!! parah, gak ngerti beginian aku." Katanya begitu.
Selang beberapa menit, Auberon pelan-pelan membuka kedua matanya, berusaha menyadarkan dirinya, lalu bersandar pada papan kasur. Eric dengan cepat membawakan segelas air putih hangat untuk meringankan tubuh Auberon.
"Auberon, kenapa?" Tanya Eric menepuk punggungnya pelan.
"Cuman mimpi buruk." Jawab Auberon, nafasnya sedikit terengah-engah.
-–—0o0—–-
Sang surya menyinari tiap celah-celah jendela pada ruangan itu. Laki-laki bertubuh tinggi terlihat lemas, wajahnya sedikit pucat. Auberon memasuki ruangan kelasnya. Kakinya sedikit pincang, bukan karena sakit, tetapi, ia sangat lelah. Di bahu lebarnya itu seperti di taruh batu besar yang sangat berat.
"Ron!" Panggil Baren menepuk pundak Auberon.
"Kemana energi nya? biasanya semangat kalau urusan belajar!" Ucap Tajio menghandang jalan Auberon menuju bangkunya.
"Minggir!" Katanya, menyenggol Tajio dengan bahu lebarnya itu.
"Bro?! kenapa?" Tanya Felix heran.
"Udah! gak apa." Balasnya, seraya duduk di bangku.
"Gamau di ganggu tuh." Sahut Baren.
***
Pelajaran berlangsung hingga satu jam. Selama pelajaran, Laki-laki bernama Auberon itu sama sekali tidak memperhatikan. Pikirannya memiliki tujuan berbeda, kadang ia merasa pusing. Auberon memegangi keningnya. Nafasnya mulai tak beraturan. Kedua penglihatan matanya juga mulai sedikit buram. Auberon tanpa disengaja menepuk pundak gadis disampingnya. Sontak membuat gadis di sampingnya kaget.
"Auberon, kenapa?"
Audyba menatap Auberon dengan memiringkan kepalanya ke arah kiri. Alisnya menekuk ke bawah, dan sedikit menguncupkan bibirnya.
"Kamu, gaenak badan ya?" Tanya Audyba lagi, memperhatikan tingkah laku aneh Auberon.
Laki-laki itu dari tadi hanya tertunduk kebawah, tangan kirinya yang terus menerus menumpu keningnya.
"Gak." Ucap Auberon kembali memposisikan badannya dengan tegap dan mengatur nafasnya yang berat.
.
.
"Audyba," Panggil Auberon samar-samar.
"Ya?" Jawabnya bolak-balik melirik Auberon dan papan tulis.
"Aku pinjam catatan-mu nanti." Pinta Auberon memandangi penuh wajah gadis di sampingnya itu dengan posisinya sekarang dagu berada diatas meja.
"Hmm." Dehamnya.
***
KringgGGG!!
Sepulang sekolah, bunyi bel yang dinanti-nanti anak remaja, suara kelas yang semula sunyi menjadi sangat ribut, para siswa bergerumunan berlari ke arah pintu keluar kelas, dan beberapa dari mereka melanjutkan piket kelas.
"Ron! pulang duluan nih, mau ke warnet sama felix." Ucap Tajio sambil merangkul bahu Felix.
"Ya." Jawab Auberon singkat.
"Aku juga pulang duluan!" Teriak Baren di ujung pintu kelas, mimik wajahnya terlihat seperti terburu-buru.
"L—oh." Teriak Auberon bingung.
"Nih, Catatan-ku jangan lupa kembalikan besok!" Ucap Biba, menjulurkan buku yang ia pegang di tangan kanannya.
"Makasi." Balasnya.
"Ya sudah, aku duluan." Ucap Audyba, dengan cepat-cepat meninggalkan Auberon.
"Tunggu,"
"Apa?" Tanya Audyba, membalikkan tubuhnya, sedikit bingung.
"Ck, Gak jadi." Jawab Auberon, memukul keningnya.
"Apaansi gajelas, haha." Ucap Audyba sedikit tertawa melihat Auberon memukul keningnya.
***
Jalanan beraspal hitam pekat, gang kecil yang terlihat sangat sepi. Laki-laki bertubuh tinggi itu berjalan dengan elegan layaknya model, sesekali laki-laki itu bersiul merdu. Dedaunan pada pohon tinggi dipinggirnya pun ikut menari, sayup sayup angin yang menerpa rambutnya. Laki-laki itu menuju kearah tempat tinggalnya. Kakinya berjalan mundur dan maju. Tubuhnya mulai mengikuti alunan siulannya.
Pada sepanjang jalanan di ujung, akhirnya ia berhenti tepat di depan pagar besi berwarna putih yang sudah berkarat. Ia membuka pagarnya pelan, dan menutupnya kembali.
"Sudah pulang? itu makanananya di kamar."
"Special buatan bunda!" Ucap perempuan yang lebih tua darinya. Berdiri pada pintu masuk.
"Makasi bun!!" Balas Auberon, kemudian menuju ke arah perempuan itu, memeluknya dengan erat. Layaknya anak laki-laki yang ingin mendapat perhatian lebih.
"Ssstt jangan ribut." Ucap perempuan itu, mengelus pelan rambut Auberon.
"Siap! komandan!" Jawab Auberon, melepaskan pelukannya. Seraya meninggalkan perempuan itu.
Auberon memasuki ruangan kamarnya.
Laki-laki bertubuh tinggi itu sedang duduk di meja belajarnya yang berada sudut kamar yang tertata rapi, sibuk mengotak-ngatik handphone yang di genggamnya. Sesekali melirik ke arah jendela luar kamarnya. Dering notifikasi masuk, Kedua matanya melebar, sebentar terdiam tak percaya. Auberon menekuk alisnya. Lalu, kembali memeriksa notifikasi pesan yang masuk.
***
AudyBa.
Hai ron!
Auberon
Dari mana dapat kontakku?!
AudyBa
Sibuk tidak?
Auberon
sibuk
AudyBa
Serius loh biba nanyanya.
Auberon
Kapan aku tidak serius?
***
Auberon POV
Akhir-akhir ini, mimpi itu dan suara samar yang terus saja menggangguku, muncul lagi. Bersaamaan dengan datangnya gadis aneh, gadis tak sopan, terlalu percaya diri dan tak mau di salahkan. Gadis yang sangat menyebalkan. Untuk sekarang, aku sudah memaafkannya. Karena ia meminjamkan catatan untukku.
Sepertinya kalau di hitung sudah sekitar 3 hari kami berteman, tetapi, rasanya masih ada kata canggung dan gengsi diantara aku dan dia. Namanya Audyba. Gadis itu minta di panggil Biba. Nama panggilanya aneh sekali aku tidak suka. Dan, terkadang aku sedikit tertawa kecil saat sifat kekanakannya muncul. Aku masih ingat saat dia menuliskan namanya di penghapus ku, ya.. sebagian itu salahku. "Biar ingat namaku" katanya. Kenapa malah membahas dia sih, tidak penting. Dan sekarang nama Audyba tercantum di kontak hp-ku. Ngeselin banget kan.
Auberon POV end
***
"Bukan anakku!"
"Kau sangat berdosa..."
"Auberon,"
Lagi-lagi suara samar itu menyambar di telinga. Laki-laki yang sedang duduk di meja belajarnya mulai merasa tak nyaman. Suara itu selalu merasukinya, mungkin semenjak mimpi buruk itu kembali muncul. Tangan kanannya yang memegang handphone seketika basah, Auberon mengambil selembar tisu diatas meja belajarnya, mulai mengelap pelan telapak tanganya, sambil memandangi jendela luar kamar. Lalu, sedikit mengatur nafasnya.
Ruangan kamar tidurnya menjadi sedikit lebih panas, padahal Ac diruangan itu menyala.
Kemudian, ia menyetel lagu lewat handphone nya yang tergeletak di atas meja belajar, dengan volume yang keras, tetapi tetap saja tidak mempan.
"Aku belum sem—"
Lagi-lagi suara itu muncul. Suara samar yang terus saja melintas di pikirannya akhir-akhir ini.
Auberon menghela nafasnya pelan.
Laki-laki itu berjalan ke arah kasurnya, lalu menjatuhkan seluruh tubuhnya ke permukaan kasur. Badannya menghadap langit-langit ruangan. Auberon sesekali memejamkan kedua matanya. Tangan kanannya memegang dada, merasakan tiap detak jantungnya yang berdebar agak kencang. Pikirannya kemana-mana.
"maaf.... Hanya satu kata di awal yang bisa ku tuliskan"
"Untuk mu,"
Laki-laki itu sedikit memiringkan kepalannya ke kanan, tangannya kembali memegangi kening.
Decaknya pelan.
Selang beberapa menit, Auberon bangkit dari kasurnya. Ia mengambil sejumlah uang, lalu pergi dari kamarnya. Auberon berjalan menyusuri gang kecil beraspal hitam, menuju toko mini market dekat Rumah Panti. Ia membeli satu kaleng minuman dingin, dengan tujuan menyegarkan seluruh pikirannya.
.
.
"Ron?!" Panggil seseorang menepuk punggung belakang Auberon dengan kencang.
Auberon terkejut, matanya membulat. Ia memberhentikan langkahnya. Lalu, Auberon membalikkan badannya. Terlihat gadis mengenakan piyama rumahan, rambut yang tersanggul acak-acakan dan kaca mata yang menacap di antara kedua mata indah itu juga tas plastik berwarna merah yang dipegangnya.
"Siapa?" Tanya Auberon pada gadis itu.
"Ternyata rumahmu dekat sini?!" Ucap gadis itu tersenyum kepada Auberon.
"Siapa?!" Tanya sekali lagi, Auberon menatap serius gadis itu mulai dari kaki hingga ujung rambut.
"Ini aku, Biba!" Ucap Audyba bersemangat.
"Audyba? sejak kapan pakai kaca mata?" Tanya Auberon masih kebingungan.
"Hehe, kadang-kadang saja." Jawab Audyba, malu. Tangan kanannnya menggaruk rambut belakang.
"Katanya sibuk!" Ucap Audyba lagi, sedikit kesal.
"Memang sibuk." Jawab singkat Auberon seraya meninggalkan Audyba.
"Sibuk apa!!" Teriak Biba.
"Sibuk mencatat!" Balas Auberon dari kejauhan.
"Oh.. catatan-ku ya?" Batin Audyba.
"Sampai ketemu di sekolah!!" Teriak Audyba lagi. seraya memasuki pintu masuk mini market.
"Cepat sekali sih ngobrolnya." Oceh Audyba.
—TO BE CONTINUED—