Chereads / The Prince of Curse / Chapter 29 - Suasana Baru di Kalangan Orang Kaya : Bagian 1

Chapter 29 - Suasana Baru di Kalangan Orang Kaya : Bagian 1

Sunset? Uh dasar penipu, aku kira masih senja tadinya. Kenapa wanita itu tidak menyingkirkan sunset hayalan itu dari hadapanku, bikin kaget saja.

Hmm, sekarang aku harus apa? Mungkin menemui Jojo dan meminta beberapa pakaian yang bisa aku pakai. Eh.. dasar tidak sopan! Huh, jadi aku harus bagaimana? Sudahlah temui saja dia.

Sreeeet.. (membuka pintu)

"Aaa..." teriak Jojo. Pasti dia sudah berdiri lama di depan pintu.

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku.

Jojo terlihat bingung dan memberiku beberapa pakaian sebelum aku meminta padanya. Apa dia mengkawatirkanku?

"Ah, baiklah!" ucapku mengambil baju itu.

"Eum, setelah kau mandi turunlah untuk makan, Bibi menyhidang banyak makanan untukmu," ucapnya

"Untukku?"

"Tentu saja, kau sudah menjadi anggota baru keluarga ini, dan Bibi bilang kita harus merayakannya!" seru Jojo.

"Ba.. baiklah!" jawabku nurut, walau masih bingung. Tapi.. "Terima kasih!" sambungku.

Lagi-lagi Jojo menatapku dengan mata berkaca-kaca. Dasar wanita ini membuatku canggung saja. Aku mendorong kepalanya dan masuk kembali ke kamar.

"Huh!" desahku.

Selesai mandi dan memakai pakaian yang di berikan Jojo, tampaknya pakaian ini tidak cocok untukku, yah sayangnya aku bukan lagi pangeran, jadi... pakai saja!

Saat aku keluar dari pintu kamar rumah Jojo, aku baru sadar ruangan rumahnya begitu luas dan tinggi, mewah dan mengesankan. Tapi kenapa rata-rata dinding rumahnya tembus pandang?

Untuk memastikan, aku berjalan menuju benda aneh apa yang kulihat? Apa bisa di sentuh?

Huah... waw! Menakjubkan, aku bisa melihat semuanya dari sini, bagian luar yang terlihat kecil dan semua benda tampak jelas. Selain itu, aku juga bisa melihat langit lebih dekat dan semua gedung-gedung di luar itu tampak setara denganku, sungguh ini pemandangan yang paling menakjubkan.

"Hoi, apa yang kau lakukan di situ?" tanya Jojo tiba-tiba mengagetkanku.

"Ah, tidak!" balasku singkat.

"Okey... kau tidak mencoba menyentuh kaca itu kan?" tanyanya..

"Ha, kaca?" heranku.

"Eh... tentu saja, semua dinding gedung ini terbuat dari kaca yang besar dan kuat, tapi ketika seseorang sudah di godai oleh setan kaca kau pasti tau apa yang ada di pikiran mereka," ucapnya.

"Apa?" tanyaku lagi.

"Haduh... kau ini, itu loh! Bundir," ucapnya tak jelas.

"Ha?" Aku semakin tak mengerti dan hilang keinginan untuk bertanya lagi.

"Eh.. bundir itu bunuh diri, kau tidak tahu bahasa gaul ya? Ketinggalan jaman, kita ini masih muda loh, kakek-kakek saja tahu bahasa gaul," jelasnya.

"Tidak peduli!" balsku singkat.

"Eh? Salah! Harusnya kau bilang 'bodo amat' itulah bahasa gaul dari tidak peduli," ajarnya.

Bodo amat? Kenapa rasanya kata-kata itu pernah terlintas di otakku? Apa pernah aku mengunakan kata-kata itu?

"Hoi! Kenapa jadi melamun? Ayo turun, perutmu pasti sudah keroncongan!" ajaknya.

Keroncongan?

Sampai di ruang makan,

Tidak mungkin! Itu semua makanan atau apa, kenapa semuanya tampak lezat bahkan hidangannya lebih besar dari pada meja makan istana. Semua benda yang dan makannya begitu mewah dan indah di pandang. Mulutku tak sabar ingin menelan, seleraku benar-benar sampai di puncak.

"Hai Tuan Zayn, silahkan duduk di sini!" suruh wanita dewasa dengan bibirnya yang merah.

Aku melirik Jojo,

"Ayo duduklah! Dia adalah Bibi yang ku ceritakan padamu, namanya Sin dan dia Dosen di Universitas Debuza. Universitas itu milik papaku dan aku masih belajar di sana. Tapi kau tenang saja, walaupun Bibi Dosen, bila di rumah dia hanya seorang wanita single yang cantik dan seksi!" seru Jojo, tertawa kecil bersama Sin.

"Oh iya!" Hanya itu yang kuucapkan, walau tak tahu apa yang Jojo jelaskan.

Aku duduk di kursi yang lebih nyaman dari kursi milik Pangeran. Makanan ini... apa aku boleh memakan semuanya? Kenapa di rumah Apha tidak ada makanan seperti ini? Apha hanya berkata, "kita hanya orang miskin, dan orang miskin seperti kita hanya sanggup membeli sepotong ayam dan bubur kacang." Hanya itu yang kumakan selama dua hari di rumah Apha. Ya... tidak terlau buruk untuk berkata selamat tinggal yang baik. Maafkan aku Apha, aku akan memakan semua hidangan ini untuk rasa terima kasihku!

"Ayo di makan!" suruh Sin.

Aku tak perlu menjawab iya atau mengangguk, lahap saja semua makanan itu, wah... begitu nikmat. Biarkan saja mereka memandangiku seperti anak kelaparan dan rakus, makan saja Stefan, makan saja!

***

"Huah... kau kelihatan kenyang sekali, abisnya tadi kau makan begitu lahap, haha" Tawa Jojo. Aku hanya menghela nafas.

"Oh iya, apa ada sesuatu yang akan kau kerjakan setelah ini?" tanya Jojo.

"Tidak ada."

"Baguslah... temani aku ke Mall ya!"

Sembarangan! Apa itu Mall? Ti.. tidak mungkin aku bertanya, terlalu jelas bodohnya.

"Hmmm," gumamku singkat.

"Yey! Itu artinya kau mau kan? Baiklah aku akan mengganti pakaianku, tunggu saja di luar!" suruhnya.

"Baiklah baiklah, cepat!" ucapku tak sabar menunggu wanita yang berdandan lama.

Huh, dasaar wanita berambut lemon, lama sekali dia siapnya, aku seperti hanya membuang-buang waktuku saja. ya.. walau aku tak punya kegiatan apapun, tapi tetap saja ini waktu berhargaku.

"Eh!" Jojo tampak berbeda dari sebelumnya, entah karena pakaian bergaya aneh itu atau sesuatu yang tertempel di wajahnya.

"Bagaimana menurutmu, Zayn?" tanyaya padaku.

"Apa pendapatku? Oh, menrutku itu sangat aneh dan sedikit mengganggu," ucapku tanpa basa basi.

"Hahaha, begitu ya? Hmmm, sebentar aku akan segera kembali!" ucap Jojo sambil berlari ke kamarnya kembali. Entahlah, aku tidak mengerti sifat wanita itu. namun yang kulihat Sin tersenyum melihatku dan Jojo tadinya, Sin juga wanita yang aneh, bibir merah itu.. ya ampun!

Jojo keluar lagi dari kamarnya, kali ini terlihat lebih rapi di mataku, dan tidak aneh seperti tadi.

"Cukup mengesankan!" pujiku tanpa ditanya.

Tiba-tiba pipi Jojo memerah dan menunduk malu. "Eh... kau kenapa? Itu hanya pujian kecil," ucapku jelas.

"Hahaha (tertawa kecil) ku kira kau tak akan peduli hal ini," ucapnya.

"Tentu saja aku peduli!"

"Eh?"

"Ya, kalau kau berpakaian seperti tadi itu, mungkin kau hanya menambah beban maluku di luar sana, kau mengerti!" jelasku.

'Oh.. aku mengerti!" balasnya binggung.

"Bagus!"

"Haha, kalau begitu ayo berangkat!" ajak Jojo senang.

Aku pun pergi bersama Jojo menaiki benda yang bernama mobil ke arah tujuan. Di perjalanan aku terus memandangi lingkungan sekitar yang di penuhi bangunan tinggi dan berbagai para robot. Mengingat robot, aku jadi ingin bertanya pada Jojo tentang robot lebih detail, agar aku bisa tahu tujuan Ms. Eva itu apa. Tapi... kenapa aku memikirkan hal itu? Tidak, lupakan saja, aku tak ingin tahu apapun tentang dunia aneh ini.

***