Alex pelan-pelan menggerakan handle pintu dan membuka pintu kamar Lova lebar-lebar. Lova pasti masih tidur setelah semalam begadang, movie marathon drama korea yang sudah diputar berulang kali oleh putrinya itu sampai-sampai tidak mendengar suara ketukannya. Alex melangkah lebih masuk lagi ke dalam kamar Lova dan pelan-pelan kembali menutup pintu di belakangnya. Berjalan dengan langkak kaki kecil mendekati ranjang putrinya itu.
Alex berkacak pinggang sambil geleng-geleng kepala ketika melihat Lova yang masih bergelung dengan nyaman di bawah selimut tebal. Meraih remot AC yang tergeletak di atas nakas meja belajar yang berada di samping ranjang Lova dan mengatur suhunya menjadi ke suhu standar ruangan. Alex berjalan memutari ranjang Lova, lalu berjalan menuju ke arah jendela dan membuka kedua sisi gordennya memberikan celah untuk sinar matahari pagi dapat menerobos masuk dan menerangi kamar putrinya yang gelap itu.
Alex berbalik badan dan kembali berjalan ke arah ranjang Lova dan memutarinya. Kedua sudut bibirnya terangkat naik membentuk lengkungan bulan sabit. Alex tersenyum menatap wajah damai dan polos putrinya itu ketika sedang tidur. Mengulurkan tangan kanannya mengusap-usap pelan kepala Lova sayang.
"Princess?" panggil Alex lembut berusaha membangunkan Lova.
Lova melenguh pelan sambil menggeliat kecil. Alih-alih membuka kedua kelopak matanya, Lova malah semakin mengeratkan selimut tebal yang menggelung tubuhnya hangat dan semakin dalam membenamkan wajahnya ke bantal guling.
Alex terkekeh kecil sambil mendudukan dirinya di tepi ranjang Lova. Tangan kanannya masih terus bergerak mengusap-usap pelan kepala Lova. "Ayo bangun, princess. Hari sudah siang."
"Hmm,"
Alex menggelengkan kepalanya pelan. "Ayo bangun, princess." kata Alex mencoba membangunkan Lova lagi sambil menepuk-nepuk lengan putrinya itu pelan.
"Please. Sebentar lagi saja, daddy. Lova masih sangat mengantuk sekali." gumam Lova pelan dengan suara serak dan kedua matanya yang tetap terpejam erat. Lova membalikan badannya menjadi membelakangi Alex.
Alex tertawa kecil. "Baiklah-baiklah. Hanya tiga puluh menit okay, princess?" tanya Alex meminta persetujuan Lova.
Hening. Tidak ada jawaban dari Lova. Yang terdengar justru suara deru nafas teratur dari putrinya itu. Alex terkekeh kecil sambil geleng-geleng kepala.
"Masih mengantuk sekali rupanya, princess daddy." gumam Alex lirih. Alex perlahan merendahkan punggungnya dan mencium kepala Lova bagian belakang. Mengusap kepala Lova sekilas sebelum beranjak pergi meninggalkan kamar putrinya itu.
Langkah kakinya yang sedang berjalan menuju dapur seketika terhenti ketika mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Alex menoleh melihat jam kayu jati antik junghans yang ada di ruang keluarga sekilas. Pukul setengah sepuluh pagi. Alex memutar langkah kakinya keluar dari rumahnya.
-firstlove-
Axel turun dari mobil Audi R8 Coupe V10 5.2 FSI Plus Rednya. Memutar kepalanya ke sana kemari melihat-lihat keadaan di sekitar perumahan yang bisa dibilang cukup mewah itu. Perlahan menutup pintu dan menekan tombol dengan tanda gembok tertutup pada remot kunci guna mengunci mobilnya. Axel berjalan pelan mendekati pintu gerbang besi bercat hitam itu. Menatap nomor dari rumah yang tampak cukup besar walau tak sebesar rumahnya itu.
Dari design bagian depan rumah saja, Axel sudah bisa langsung menebak gaya rumah itu. Minimalis modern yang setengah dari bangunan rumah itu berdinding kaca transparan. Axel melirik ke arah letter timbul stainless yang terpasang di samping kanan atas dinding dekat pintu gerbang. A301.
Axel mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya sebelah kanan depan, lalu membuka room chatnya dengan seseorang. Membaca lagi alamat rumah Lova yang dikirimkan oleh orang itu. Axel mengangkat wajahnya dan menatap pada nomor rumah di depannya itu. A301. Cocok! Axel keluar dari room chat dan mengunci ponselnya. Kembali memasukan benda canggih dengan harga selangit itu ke dalam saku celananya sebelah kanan depan.
Axel berjinjit dan memanjangkan lehernya melongok keadaan rumah yang ada di balik gerbang besi besar itu sejenak. Tidak ada satpam yang berjaga di rumah yang tampak sepi itu. Axel memasukan tangan kanannya ke dalam sebuah kotak yang seperti kotak surat memencet bel interkom yang letaknya tidak jauh dari nomor rumah sebanyak dua kali. Lalu berbalik badan menunggu pemilik atau asisten rumah tangga dari rumah itu membukakan gerbang besi untuknya sambil memainkan ponsel pintarnya.
"Excuse me?"
Axel dengan gerakan cepat memalingkan wajahnya ketika muncul suara berat khas pria matang dari arah belakangnya. Dahinya mengernyit dalam sambil menatap aneh ke arah pria yang usianya ... mungkin di kisaran ... pertengahan empat puluh tahunan? Axel menggeleng samar. Pria itu terlalu muda untuk kisaran usia itu. Sepertinya usia pria itu sedikit di bawah papanya. Empat puluh dua? Atau empat puluh tiga?
Axel memutar badannya menghadap pada pria matang dengan wajah bule yang berdiri di depannya itu kini tengah menatapnya dengan tatapan menyelidik.
Sebelah alis Axel naik menatap kain berwarna merah muda dengan motif bunga-bunga kecil yang menggantung di leher pria itu. Apa itu namanya, yang biasa dipakai ketika sedang memasak untuk melindungi baju agar tidak kotor? Ce-le-mek! Hell! Pingkeu-pingkeu pula, anjim! Axel mengulum bibirnya menahan tawanya agar tidak sampai meledak.
"Hey, boy?! Can I help you?"
Axel melepaskan kuluman bibirnya dan mengangguk kecil.
"Kamu ingin bertemu dengan siapa?"
Axel berdehem kecil sambil memasukan ponsel ke dalam saku celananya sebelah kanan depan. "Lova." jawab Axel singkat dengan nada datar.
"Kamu teman Lova?"
Axel menggeleng cepat. "Bukan."
Kening pria bule itu mengerut dalam. "Lalu, kamu siapa Lova? Ada perlu apa mencari Lova?" tanya pria bule itu beruntun sambil menunjuk Axel dengan telunjuknya.
"Pacarnya." kata Axel jumawa. Axel mengangkat alisnya sebelah. "Tentu saja mau ngapel, apalagi?" kekeh Axel.
Kedua mata pria bule itu seketika terbelalak. Menyandarkan lengan atas pada gerbang besi dengan kedua tangan dilipat di depan dada memperhatikan Axel lekat-lekat dari atas ke bawah lalu kembali ke atas lagi. Sejenak menatap wajah Axel lekat.
"Come in." kata pria bule itu pelan sambil mengedikan dagunya dan melepaskan kedua tangannya. Lalu mendorong pintu gerbang semakin lebar. "Parkirkan mobil bagus kamu di dalam saja."
Axel mengangguk patuh. Berjalan setengah berlari menuju mobil seraya membuka kuncinya. Axel masuk ke dalam mobil sportnya dan langsung menjalankan benda bergerak kesayangannya itu memasuki area carport rumah Lova.
Axel berdiri di samping mobil sambil memutar-mutar kunci mobilnya dengan telunjuk menunggu pria yang sedang menutup pintu gerbang itu kembali. Kedua alis Axel terangkat heran. Apa di rumah sebesar ini tidak memilik satpam atau asisten rumah tangga sama sekali? Tidak mungkin pria bule tadi itu satpam atau asisten rumah tangga.
"Follow me." titah pria bule itu dengan pelan dan langsung saja diangguki oleh Axel.
Axel berjalan mengikuti di belakang pria bule yang sudah berjalan beberapa langkah di depannya itu.
"Silahkan masuk." pria itu mengedikkan dagunya dan membuka pintu rumah minimalis itu lebar.
Axel hanya mengangguk pelan dan berjalan masuk ke dalam rumah mengekori pria bule itu. Rumah Lova memang tidak semewah rumahnya. Namun, rumah gadis itu terasa jauh lebih hangat dan nyaman. Axel bisa merasakannya sejak pertama kali masuk.
Tbc.