"Capek?"
"Astaga!" jerit Lova terkejut ketika melihat sosok Axel yang tiba-tiba saja sudah berlari di sampingnya. Sepertinya, panas matahari pukul sepuluh pagi sudah menghilangkan fokusnya. "Ngagetin aja, deh?!"
Axel terkekeh kecil. "Lebay amat lu, ah!" ejek Axel sambil menyenggol bahu Lova pelan.
Lova melirik Axel tajam. "Ish! Ya ... yang namanya juga lagi kaget. Mana bisa kontrol ekspresi wajah, sih!" balas Lova dengan nada ketus. Lova menambah kecepatan larinya.
Axel tertawa keras. "Dih! Senggol bacok amat, dah lu! Lagi PMS, ya lo, my Lov?" kata Axel dengan suara keras dan berlari kecil mengejar Lova. "Capek gak, my Lov?" tanya Axel lagi.
Lova menghela nafas kasar. "Iya! Pake banget, ih!" jawab Lova dengan suara sedikit keras bercampur dengan kesal dan langsung membuang muka. Lova mengusap keringat di pelipisnya dengan punggung tangan kanan.
Axel tertawa kecil. "Santuy, dong my Lov. Jangan ngegas gitu, ah." goda Axel sambil menatap Lova geli. Axel memainkan kedua alisnya naik turun ketika melihat Lova kini tengah meliriknya tajam. "Berapa kali putar?"
Lova hanya terdiam. Tak langsung menjawab. Lova tiba-tiba saja menghentikan larinya dan hal itu sukses membuat Axel yang sedang memperhatikannya menjadi kebingungan. Langsung memutar tubuhnya menghadap Axel. Lova memperhatikan wajah laki-laki itu lekat-lekat dengan dada naik turun dan nafas memburu.
Axel berdehem pelan dan mundur satu langkah. "Lo-- lo kenapa lihatin gue?" tanya Axel pelan. Kedua bola matanya bergerak ke sana kemari dan sesekali melirik Lova takut-takut.
Lova menghembuskan nafasnya panjang. "Lima kali putaran, kan. Nah. Aku baru lari dua kali putaran." jawab Lova di tengah nafasnya yang masih putus-putus. "Masih kurang tig-- eh! Axe, kamu mau bawa aku kemana? Nanti kita bisa kena marah kalau Pak Addar lihat kita kabur."
Axel menarik pergelangan tangan Lova pelan. "Ngademlah, my Lov." jawab Axel sambil menggiring Lova keluar dari area lapangan basket outdoor. "Siapa yang berani marahin gue, gue tanya sama lo? Gak ada. termasuk Pak Addar juga. Gue kasih tahu kalau lo masih aja belum tahu siapa gue."
Lova memutar kedua bola matanya malas. "Beneran, gak akan dimarahi kan, Axe?"
Axel melirik Lova dari balik bahunya dan menganggukkan kepalanya pelan.
Lova ikut mengangguk sekilas. "Oke."
Axel langsung menoleh ke belakang. "Hah? Oke? Oke apa maksud lo?" tanya Axel tidak mengerti. "Heh! Lo mau bawa gue kemana?! My Lov!" kata Axel sedikit berteriak ketika tiba-tiba saja Lova ganti menarik tangannya.
Lova melirik Axel dari balik bahunya sekilas. "Tempat favorit kamu." kekeh Lova.
Axel berpikir keras. Tempat favorit dia, ya?
Di sisi lain lapangan basket outdoor, Malik berdiri dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana training olahraganya memperhatikan Lova dan Axel dengan intens. Malik perlahan menoleh ke samping kanan ketika merasakan tepukan di bahunya.
"Pantau aja, dulu."
Malik kembali menoleh menatap ke arah Lova dan Axel menghilang sejenak. Menghela nafas pelan dan mengangguk pasrah.
Abdul menepuk bahu Malik dua kali. "Main, kuy lah! Anak-anak udah pada nunggu."
Malik hanya mengangguk. Berjalan mengikuti Abdul yang sudah berjalan beberapa langkah di depannya.
-firstlove-
"UKS?"
Lova hanya mengangguk pelan. Tangan kanannya memegang handle dan membuka lebar pintu UKS. Lova mengedikkan dagunya ke arah dalam UKS meminta Axel masuk.
Axel menatap Lova tidak mengerti. "Ngapain? Lo gak kelihatan sakit."
Lova mendengus samar. Melipat kedua tangan di depan dada dan mengedikkan dagunya lagi. "Kamu masuk dulu makanya. Nanti kamu juga tahu kita bakal ngapain ke UKS."
Axel langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Jangan ngadi-ngadi, ya lo, my Lov. Agresif lo, ah?!"
Lova memutar kedua bola matanya malas. Langsung saja menyeret Axel paksa masuk ke dalam UKS. Lova menutup kembali pintu UKS.
"My Lov?" panggil Axel lirih.
"Duduk di brankar, Axe."
Axel mengangguk patuh. Berjalan pelan ke arah brankar. Sementara Lova berjalan ke arah lemari yang menyimpan kotak P3K.
Axel seketika membulatkan mulutnya membentuk huruf O seraya manggut-manggut ketika melihat Lova berjalan ke arahnya sambil membawa kotak P3K.
"Aku gak tahu kamu udah pernah ngapain aja sama pacar-pacar kamu, sampai kamu berpikiran yang iya-iya soal aku." kata Lova ketika sudah berdiri di depan Axel. Lova menatap Axel dalam.
Axel berdehem pelan sambil menurunkan pandangannya ke arah kedua kakinya yang menggantung.
Lova mendengus samar. Meletakkan kotak P3K di samping kanan paha Axel. Lova maju satu langkah kecil agar lebih dekat dengan wajah laki-laki itu. Berdiri di antara kedua kaki Axel.
"Lihat aku, Axe." kata Lova pelan sambil memegang kedua bahu Axel dan mendorongnya pelan hingga dia bisa melihat wajah laki-laki itu.
Lova tersenyum lembut ketika Axel balas menatapnya. "Diobati dulu, ya luka-lukanya. Kemarin pasti gak kamu obati, kan lukanya? Jadinya biru-biru banget gitu." kata Lova halus sambil memperhatikan wajah Axel. "Hm?" gumam Lova sambil menatap manik mata Axel lekat.
Axel menelan salivanya pelan sambil menganggukkan kepalanya patuh.
Lova tersenyum kecil sambil meraih kedua tangan Axel, lalu meletakkan kotak P3K di tangan laki-laki itu. "Tolong pegang, ya."
Axel menunduk menatap kotak P3K sejenak. Perlahan mengangkat kepalanya kembali menatap Lova.
Lova mengangkat sebelah alisnya. Dan ketika Axel mengangguk dengan patuh, Lova tertawa kecil. Mulai membersihkan luka-luka di wajah laki-laki itu dengan telaten.
Axel terdiam memperhatikan setiap inci wajah Lova yang sangat dengan wajahnya intens. Tanpa sadar, perlahan tangan kanannya sudah bergerak menangkup pipi gadis itu sebelah kiri. Axel mengusap pipi mulus Lova dengan ibu jarinya.
Lova terkesiap. "Eh?" gerakan tangan Lova yang sedang mengolesi cream di pipi Axel yang memar biru keunguan seketika terhenti. Matanya melirik ke arah tangan laki-laki itu.
"Wajah lo udah gak merah nyaris gosong lagi, my Lov." kekeh Axel pelan sambil menjauhkan tangannya dari pipi Lova dan berpaling menatap tepat di manik mata gadis itu.
Lova langsung beralih menatap Axel. "Go-- gosong? Gosong apa? Kamu pikir aku ini gorengan atau apa? Segala gosong kamu bawa-bawa buat jadi penggambaran." Lova mengerucutkan bibirnya kesal. Kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.
Axel menggeleng pelan. "No ... gue itu gak anggap lo sebagai gorengan, tapi lo itu gue anggap sebagai pacar cantik gue, my Lov."
"Ya ampun! Yang manis banget, sih gembelan playboy." cibir Lova membuat Axel terkekeh pelan sambil melirik laki-laki itu sekilas
Axel tergelak. "Jelas! Gue gak bakal jadi playboy hitz, kalau omongan gue gak manis semanis madu, my Lov." terang Axel enteng. Sebelah alis Axel naik. "Bule kaya lo makan gorengan juga ternyata?"
Lova mengangguk polos. "Ya ... makanlah. Kamu pikir aku makan apa?"
"Pizza, spaghetti, burger, maybe?" tebak Axel sambil mengangkat kedua bahunya tak acuh.
Lova tertawa kecil. "Itu malahan bukan makanan aku banget. Aku makan gorengan, kok. Tapi makannya kalau gak ada daddy aku." Lova menurunkan pandangannya dari pelipis ke mata Axel. "By the way, Axe ... aku gak ada sama sekali baper, lho sama gembelannya kamu, yang tadi bilang aku itu pacar cantik kamu. Pacar cantik kamu itu, kan banyak banget." terang Lova sambil memberi penekanan pada kata cantik di akhir kalimatnya.
Axel terkekeh pelan seraya manggut-manggut. "Geer banget lo, my Lov. Gue emang gak lagi baperin lo. Gue itu lagi jadiin lo sebagai pacar gue, my Lov." terang Axel. "And sorry to say, pacar gue itu cuma satu. Lo doang sekarang, my Lov. Kalem aja." kata Axel sambil menepuk dada kirinya sombong.
Lova terkekeh kecil seraya manggut-manggut. "Oh, ya?" tanya Lova sambil memicingkan kedua matanya menatap Axel curiga. "Really, Axe? Gak percaya, akutu ..." kata Lova sambil geleng-geleng kepala.
"Ya, bomat! Bo.do a.mat. Terserah lo, my Lov. Tapi yang pasti, lo pacar gue sekarang." tegas Axel sambil menunjuk tepat di depan hidung mancung Lova dengan telunjuk tangan kanannya.
Lova mendesah samar sambil menepis telunjuk Axel pelan. "Tapi aku gak ada bilang mau, lho." protes Lova sambil memasang plester transparan di pangkal hidung Axel.
Axel mengibaskan tangan kanannya cepat. "Gue gak butuh jawaban dari lo, my Lov. Kalau gue bilang, lo itu pacar gue, itu berarti lo pacar gue. Titik. Gak ada bantahan." terang Axel sambil menunduk sedikit memperhatikan kedua tangan Lova yang sedang membereskan kotak P3K.
"Kamu itu ganteng. Tapi ... kalau hampir setiap hari kamu kasih babak belur gitu. Lama-lama ganteng kamu bisa hilang, lho Axe."
Axel terkekeh pelan. "Gembel!"
"Kok, gembel? Aku lagi muji kamu ganteng, lho sekarang." kata Lova sambil berjalan ke arah lemari yang diletakkan di bagian belakang ruang UKS.
"Eleh! Muji tapi ujungnya gak enak juga?!"
Lova tertawa kecil sambil melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Lalu mengalihkan pandangannya pada Axel. "Balik ke lapangan lagi, yuk Axe. Gak enak sama yang lainnya. Kita kelamaan kaburnya." ajak Lova halus sambil menatap Axel lembut setelah mengembalikan kotak P3K ke lemari lagi.
Axel mengangguk patuh dan melompat turun dari brankar. Melangkah lebar menyusul Lova yang sudah berjalan beberapa langkah di depannya. Axel langsung meraih tangan Lova dan menautkan jari-jarinya di sela kosong jari-jari gadis itu. Menggenggamnya erat.
"Eh?"
-firstlove-
Axel merebahkan tubuhnya di atas rerumputan di bawah pohon besar yang sangat rindang tidak jauh dari lapangan basket outdoor dan melipat kedua tangan di belakang untuk bantal kepalanya.
Axel menoleh dan mendongakkan kepala sedikit menatap Lova yang ternyata juga sedang menatapnya. Mengulurkan tangan kanan menepuk-nepuk bagian kosong rerumputan di sampingnya, meminta gadis itu duduk di sana.
Lova menghela nafas samar, lalu duduk bersila di bagian rerumputan yang tadi Axel tepuk dan bertopang dagu dengan kedua tangan yang sikunya dia tumpukan di atas lutut. Lova memutar kepalanya sedikit agar bisa melihat wajah Axel. "Aku beneran pacarnya kamu?"
Axel menggeleng pelan membuat kening Lova mengerut dalam. "No! Peraturannya, lo wajib sebut nama lo sendiri sama nama gue kalau lo lagi ngomong sama gue, my Lov. Paham?"
Lova menatap Axel tidak mengerti sambil geleng-geleng kepala.
"Si bego!" umpat Axel langsung bangun dari posisi rebahannya dan duduk bersila menghadap Lova. Axel menarik pelan kedua tangan Lova hingga gadis itu duduk menghadap dirinya.
"Gue siapa, my Lov?" tanya Axel sambil memegang dadanya sebelah kiri dengan tangan kanannya yang sedang menggenggam tangan Lova sebelah kiri.
"Axe." jawab Lova dengan suara pelan dan raut polosnya
Axel mengangguk. "Right. Sekarang--" jeda Axel menatap Lova lekat seraya menyatukan kedua tangan Lova di atas pangkuannya. "Lo siapa, my Lov?" tanya Axel pelan sambil mengusap punggung tangan Lova dengan kedua ibu jarinya.
"Lova, lah ..." jawab Lova sambil memutar kedua bola matanya malas.
Axel mengangguk satu kali lagi. "Ganti aku jadi Lova, terus kamu jadi Axe. Sekarang, ulangi lagi pertanyaan lo yang tadi, my Lov."
"Lova beneran pacarnya Axe, kaya gitu?"
"Good!" puji Axel sambil mendorong pelan kening Lova membuat kepala gadis itu mundur sedikit ke belakang. "Jadi menurut lo, lo itu apa buat gue, my Lov? Gue udah jelasin panjang lebar kaya tadi lo gak paham juga?" tanya Axel sambil memiringkan kepalanya sedikit agar bisa melihat manik mata Lova. Tangannya tak lepas menggenggam kedua tangan kecil dan halus gadis itu.
Lova menggeleng pelan sambil menunduk menatap ke arah kedua tangannya. "Bukan gak paham. Kenapa Lova, Axe?" tanya Lova sambil mengangkat wajahnya menatap Axel serius. "Lova gak ada gebet Axe, lho sebelum-sebelumnya."
Axel tertawa kecil seraya memajukan sedikit wajahnya pada wajah Lova. "Kalau gue yang gebet lo, my Lov, gimana? Lo ada masalah kalau kaya gitu?" tanya Axel sambil memainkan kedua alisnya naik turun menggoda Lova.
Lova menggeleng pelan. "Ya ... enggak ada masalah juga, sih Lova. Tapi, Ax-xe--"
"Ap-pa, my Lov ...?" potong Axel dengan nada gemas.
"Tapi aneh gak sih, Axe?" tanya Lova seraya memalingkan wajahnya ke arah lapangan basket outdoor memperhatikan kegiatan yang sedang teman-teman satu kelasnya lakukan.
Sebagian dari teman laki-lakinya ada yang sedang bertanding basket three on three dan sebagiannya lagi berdiri di pinggir lapangan dan berteriak layaknya suporter yang sedang menyemangati kubu pilihan masing-masing. Sementara teman perempuannya, mereka memilih duduk di area lapangan basket yang lebih teduh membentuk dua gerombolan terlihat sedang asik membicarakan sesuatu.
"Aneh dimananya sih, my Lov? Amaze banget kayanya sampai lo susah banget buat percaya kalau lo itu sekarang pacar gue."
Lova mengangkat kedua bahunya tak acuh. "Gak tahu juga. Tapi, aku ngerasa aneh aja. Soalnya, masa kita berdua itu pacaran, padah--"
"Stop!" potong Axel cepat dan dengan suara sedikit keras.
Lova berjengit kaget dan langsung menoleh menatap Axel. "Kaget, ih! Apa? Kenapa Axe teriak kaya gitu?" tanya Lova sambil menatap Axel tidak mengerti.
Axel berdehem kecil. "Jadi, my Lov ... lo udah ngaku pacaran sama gue, nih sekarang?" tanya Axel sambil menaik-turunkan kedua alisnya dan menatap Lova geli.
"Hah?" Lova melongo dengan mata yang sedikit melebar. "Eh, gimana-gimana? Lova ngaku? Lova ngaku apa emangnya?" tanya Lova sambil mengerjapkan matanya lucu.
"Kita pacaran. Lo bilang gitu tadi, my Lov. Itu sama aja lo ngaku, kan?" kekeh Axel.
"Bukan, ya! Bukan itu maksud Lova yang sebenarnya. Axe udah main potong omongan Lova aja tadi, sih. Lova lanju--"
"Oh?! Tidak bisa!" tolak Axel keras sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya ke kiri dan ke kanan. "Lanjutan omongan lo udah gue cut tadi." kata Axel seraya bergerak seolah memotong dengan telunjuk dan jari tengahnya di ujung hidung Lova membuat gadis itu dengan reflek memundurkan kepala sedikit. "Jadi cuma di part ki.ta pa.ca.ran aja yang berlaku."
Lova menepis tangan Axel pelan. "Hidung Lova kena, dong, ih!"
"Suruh siapa hidung lo kecil? Gemesin banget, my Lov. Jadi pengen gue gigit." ungkap Axel sambil menggerakan mulutnya seolah akan menggigit hidung Lova.
Lova dengan gerakan secepat kilat menutup hidungnya dengan kedua tangan. "Ax-xe?!" Lova menepuk paha Axel sebelah kanan pelan. "Apaan, sih?!" sewot Lova dengan suara yang teredam. Raut wajah kesal yang dia tunjukan membuat Axel tergelak.
Lova berdecak pelan sambil menurunkan kedua tangannya. "Axe. Jangan bercanda, ah!" kata Lova pelan sambil memegang kedua lutut Axel. Lova perlahan mengangkat sedikit bokongnya melongok ke belakang punggung Axel. Mengulurkan tangan kanannya mengusap-usap pelan dari punggung ke pinggang Axel membersihkan rumput kering yang basah karena hujan yang menempel di kaos olahraga laki-laki itu.
Senyum Axel seketika terbit. Axel hanya terdiam menikmati setiap usapan lembut dari tangan Lova di punggungnya. Tindakan kecil, tapi sangat nyaman. Axel menatap Lova dalam.
Tbc.