Karena tragedi yang begitu menyebalkan tadi, aku dan Hamzah memutuskan pulang.
Di perjalanan, sebenarnya aku masih memikirkan situasi yang sangat tak pernah aku duga sebelumnya.
Bisa-bisanya dia merendahkan Hamzah. Aku saja yang dulu pernah memaki dia, rasanya tak pernah mengatainya dengan ucapan frontal seperti itu apalagi di depan banyak orang.
Mereka itu siapa?
Apa sejak kecil..., mereka tak pernah belajar bagaimana caranya menghargai seseorang? Aku tahu atas ucapan-ucapan tak beradab itu, hati Hamzah terluka.
Aku takut dia merasa bersalah dan malah membenarkan apa yang tadi dia wanita itu ucapkan.
"Hamzah?" panggilku yang sedari tadi terus melihatnya diam membisu.
"Iya?"
"Kamu masih memikirkan hal tadi?" tanyaku.
Dia tersenyum. "Tidak, kok."
"Tapi itu, kenapa?" aku menunjuk wajahnya, "rautmu kusam sekali. Seperti tengah memikirkan suatu masalah."
"Aku hanya berpikir..., apa benar aku sendiri telah mengkhianati Alif karena telah menikah denganmu?"
