Aku mulai lemas dalam kondisi setengah terduduk dengan mulut disumpal, sementara tangan dan kakiku terikat. Dan orang terakhir yang kulihat sebelum aku siuman adalah Mrs. Nourah.
Waktu itu aku sedang berada di kebun dengan bunga mawar dalam keranjang yang ku jinjing, kemudian dia datang dan entahlah apa yang terjadi setelah itu. Tapi dimana aku? Bukankah manusia di dalam rumah itu banyak, mengapa tidak ada satupun yang mencariku? Bukankah Mrs. Nourah melihatku terakhir kali, jikapun seseorang kemudian membawaku dalam keadaan tidak sadar seharusnya dia sadar dan mencegahnya, . . . kecuali jika dia yang melakukan semua ini padaku.
Kepalaku berdenyut-denyut sakit memikirkan semua kemungkinan buruk yang akan terjadi dalam kehidupanku beberapa menit atau beberapa jam kedepan. Karena saat ini aku berada entah di belahan bumi mana, karena ini tidak tampak seperti perkotaan. Rumah tempat ku disekap sangat jauh dari kebisingan kota, lebih mirip dengan pedesaan, terpencil. Aku tidak melihat siapapun sejak tersadar dan itu mungkin sudah lebih dari tiga atau empat jam.
Rasanya putus asa karena sumpal mulut sialan ini juga membuatku kesulitan bernafas lega dan ikatan yang dibuat untuk mengikat tangan dan kakiku juga mulai melukai kulitku.
Richard, tidakkah kau menyadari bahwa aku lenyap dari rumahmu? Tidakkah kau peduli padaku? Atau ini caramu membuangku?
Kepalaku semakin berdenyut-denyut membayangkan jika ternyata Mrs. Nourah dan Rich terlibat dalam sebuah kerjasama untuk melenyapkanku tanpa jejak seperti ini. Membuatku mati perlahan tanpa belas kasihan. Oh . . . seandainya benar begitu, mereka seharusnya langsung menembakku di kepala atau di jantungku, mungkin itu akan lebih mudah bagiku.
Aku mulai merasa berkunang-kunang dan memilih untuk kembali menutup mataku. Rasanya aku harus berdamai dengan keadaan dan membuat kematian ini menjadi sedikit lebih mudah bagiku. Rasanya sudah lelah meronta dan berusaha membebaskan diri, tapi tidak ada gunanya.
Aku mulai merasa gelap dan dingin. Sepi hingga aku bisa mendengar jantungku sendiri berdetak lemah. Entah ini pagi atau petang, entah siapa yang melakukan semua ini, satu hal yang aku tahu, mungkin aku akan segera berakhir dengan tragis seperti ini.
***
Di sisi lain Rich sedang berusaha menemukan keberadaan Christabel dan Mrs. Nourah secara bersamaan. Dia dibantu oleh beberapa orang kepercayaannya dan juga beberapa rekannya. Ada petunjuk soal Mrs. Nourah dan Brandon sedang tertangkap kamera cctv setelah makan malam itu berakhir, tepat saat Brandong kembali ke rumah Rich.
Sebelumnya Rich melihat semua itu wajar sampai dalam sebuah adegan yang terekam kamera itu Brandon menyrahkan sebuah amplop berwarna coklat pada Mrs. Nourah dan wanita itu tampak celingukan meninggalkan Brandon setelah menerimanya.
"Apa hubungan mereka sangat dekat?" Tanya Ryan pada Rich dan pria itu hanya bisa menggeleng.
"Kami sangat dekat dengan Mrs. Nourah, bagaimanapun dia adalah pengasuh kami sejak kecil."
"Aku penasaran dengan isi amplop coklat itu.�� Ryan mencoba memutar kembali cctv itu.
"Bisakah kita menggeledah kamar Mrs. Nourah?"
"Tentu saja, aku punya kunci cadangannya.
"Ok, apa lagi yang kita tunggu."
Mereka bergegegas masuk kedalam kamar Mrs. Nourah, tapi semuanya tampak rapi. Bahkan pakaian wanita itu juga masi berada di dalam lemari.
Rich dan teman-temannya mencoba mencari petunjuk dengan membongkar semua perabotan wanita tua itu dan tidak menemukan apapun. Tampaknya Mrs. Nourah sudah memperhitungkan jika suatu saat Rich menggeledah kamarnya, dia bahkan tidak menyisakan barang satu petunjukpun.
"Mungkin sebaiknya kita menghubungi polisi."
Richard menarik nafas dalam dan tidak ada pilihan lain. Akhirnya dia menghubungi polisi untuk melaporkan kejadian hilangnya salah seorang pelayan di rumahnya juga pelayan senior di rumahnya yang mendadak menghilang.
Polisi mengatakan untuk segera datang dan melakukan penyelidikan. Seluruh rumah Rich di geledah, cctv di rumahnya diminta, dan selama tiga jam polisi melakukan olah tempat kejadian perkara untuk menemukan berbagai kemungkinan.
Semua orang yang bekerja di rumah Rich juga diperiksa, termasuk Luciano, dan tampaknya anak muda itu masih mengingat nomor polisi mobil yang membawa Christabell karena saat itu diam-diam dia mengendap-endap untuk tetap bisa melihat kemana arah Christabell di bawa.
"Anda bisa mengingatnya Mr. Luciano."
"Em . . . aku tidak yakin antara angka satu atau tujuh, aku melihat dari jarak yang sangat jauh."
"Ok, coba tuliskan."
Luciano menulis dua nomor dan setelah mendapatkannya, polisi segera melacak plat nomor mobil itu.
"Kami akan menginformasikan pada anda segera setelah kami menemukan petunjuk Sir."
"Ok."
Polisi meninggalkan rumah Richard dan membuat pria itu frustasi. Jika Bell diculik seseorang, bahkan termasuk Mrs. Nourah, mengapa mereka tidak menghubungi untuk meminta uang tebusan? Apa yang mereka inginkan sebenarnya?
Semua kemungkinan terbayang di benak Richard hingga membuat pria itu bergidik ngeri. Dia merebahkan tubuhnya ke sandaran kursi di ruang kerjanya dan menemukan sedikit rasa nyaman. Matanya terpejam, tapi entah mengapa tidak lama setelah dia terpejam, Rich seolah melihat Bell terbaring dengan gaun hitam membungkus tubuhnya di ranjang besar milik Rich. Pria itu tersenyum dan mendekat ke arah ranjang, dia duduk di sisi ranjang tanpa menimbulkan banyak suara. Rich hanya ingin melihat Bell saat gadis itu tertidur. Bell terlihat begitu damai dalam tidurnya, dan entah mengapa Rich ingin sekali menyentuhnya. Perlahan tapi pasti Rich menurunkan jarinya menyusuri lengan Bell dan gadis itu tidak bergerak. Saat jemari Rich yang hangat menyentuh lengan Bell, dia terkesiap saat menyadari bahwa tubuh Bell terlalu dingin dan kulitnya sangat pucat. Rich menempelkan tangannya di pangkal leher samping milik Bell untuk memeriksa detak nadinya. Mendadak darah surut dari wajah Rich, dia tidak menemukan nadi Bell. Rich menarik tubuh Bell dalam posisi terlentang dan segera memberikan CPR tapi tidak terjadi apapun, tubuh Bell tetap dingin, matanya tertutup tanpa tarikan nafas lagi.
Rich menjerit sekeras yang dia mampu sambil menangisi jasad Bell.
"Hahhhh!!!" Richard terbangun dari mimpi buruknya.
"That's not gonna happened ." Gumam Rich dalam hati. Dia berharap saat polisi menemukan Bell, gadis itu masih baik-baik saja.
Akibat mimpi buruk yang berlangsung singkat itu, hingga dini hari Richard tidak dapat memejamkan matanya. Bayangan wajah Bell, lekuk tubuhnya, senyumnya, suaranya, semua beigtu jelas di benaknya.
Richard tidak sabar menunggu pagi tiba, dan mungkin dia bisa menghubungi Brandon untuk meminta maaf atas perlakuannya, dan meminta bantuan adiknya itu untuk menemukan Bell.
Richard bahkan tak sabar menunggu hingga matahari terbit untuk menghubungi adiknya itu.
"Halo." Suara Brandon terdengar jelas di seberang.
"Brandon . . . aku ingin minta maaf atas kejadian tempo hari, tidak seharusnya aku bersikap kasar padamu."
Brandon tidka menjawab, dia hanya tertawa, dan tawanya justru membuat alis Rich bertaut.
"Ada apa dengan mu tuan muda? Kau kehilangan taringmu?" Kata Brandong skeptis.
"Brandon, aku ingin bicara serius." Richard berusaha mengarahkan pembicaraan pada kasus hilangnnya Christabell.
"Jika ini soal gadis itu, maka simpan saja uangmu tuan muda. Aku tidak menginginkan uangmu." Ujar Brandon, Rich mendadak menjadi geram, wajahnya merah padam.
"Jadi kau yang berada di balik semua ini?" Suara Richard bergetar, menahan semua kemarahan, sementara itu Brandon justru tertawa.
"Kenapa? Kurasa kau sangat terkejut bukan? Adik manismu ternyata tidak selamanya menuruti semua kemauanmu hah!" Ujar Brandon.
"Kembalikan gadis itu padaku."
"Oh come on . . . kau selalu punya banyak mainan, dan tidak pernah mau berbagi denganku, bahkan untuk mainan bekasmu, Richard si pria kaya . . . mengapa hatimu begitu degil?!"
"Brandon katakan apa yang kau inginkan?!" Bentak Richard tidak sabaran.
"Oh no no no . . . kau terlihat sangat marah Mr. Richman."
"Oh Shit, kau tahu soal itu juga."
"Aku memegang banyak kartu AS mu tuan muda yang congkak."
"Brandon katakan padaku dimana Christabell dan bagaimana keadaannya."
"Dia baik, tapi mungkin aku sedikit terlalu kejam mempermainkan mainan kesayanganmu tuan muda."
"Sial!! Jangan sekali-kali menyentuhnya . . . atau" Richard tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Atau apa?! Kau akan memukulku?! Menembakku?!" Brandon kembali tertawa.
"Aku hidup dalam asuhan keluargamu selama bertahun-tahun, dan kau tahu apa aku pernah mendapat perlakuan yang sama denganmu dari Ayah?!" Bentak Brandon di seberang.
"Dia memberikanmu seluruh bisnisnya dan memasukanku ke dunia militer." Ujar Brand mengungkit masa lalu. "Dia mengatakan semua itu keinginanku." Brandon menjeda kalimatnya, dan untuk sejenak hening. Isi kepala Richard terseret pada masa-masa kecil mereka hingga mereka tumbuh bersama sebagai remaja.
"Kita disekolahkan di tempat yang sama tapi kau tidak pernah ingin berbagi mobil denganku, kau selalu menginginkan yang terbaik sementara aku merasa cukup puas untuk mendapatkan posisi kedua, bahkan terkadang saat liburan musim semi datang, kalian keluarga kecil pergi ke Aspen untuk menemui Granny dan meninggalkanku di rumah bersama Mrs. Nourah."
"Brandon . . .jika ini soal masalalu maka ini semua salahku. Jangan libatkan Christabell dalam hal ini."
"Oh . . . maaf tuan muda, tapi gadis itu sudah terlibat terlalu jauh. Dia bahkan inti dari semua permasalahan ini."
"Brandon, aku akan memberikanmu uang sebanyak yang kau mau, tapi kembalikan Christabell padaku dalam keadaan baik-baik saja."
"Sayangnya aku lebih menyukai tubuhnya dari pada uangmu." Tawa Brandon.
Richard meremas wajahnya, dia segera meraih ponsel lain miliknya dan menghubungi polisi untuk melacak nomor Brandon untuk tahu keberadaan pria itu. Karena sebagai penculik Bell, tentu Brandon berada di sekitar gadis itu sekarang.
Polisi meminta Richard terus mengoceh hingga mereka menemukan titik koordinat keberadaan Brandon.
"Kau melibatkan polisi dalam kisah ini?" Tanya Brandon malas.
"Tidak, ini antara kau dan aku."
"Oh ya . . .???" Lagi-lagi Brandon tertawa.
"Lagipula mengapa kau harus melibatkan Mrs. Nourah, dia sudah terlalu tua untuk melakukan apa yang menjadi ambisimu."
"Wanita itu, yang kau panggil Mrs. Nourah, . . . dia adalah ibuku."
"WHAT?!" Gumam Rich dalam hati, bagaimana mungkin?
"Aku tahu kehidupanku rumit bahka sejak aku dilahirkan di dunia ini tuan muda."
"Ibuku, yang kau panggil Mrs. Nourah adalah wanita yang sudah menghianati isteri ayahku. Mereka memiliki hubungan gelap, dan aku adalah anak kegelapan itu."
"Shit!!! Bagaiman aku tidak tahu semua itu."
"Karena kau terlalu sibuk dengan dirimu sendiri dan semua yang kau miliki tuan muda, hingga kau tidak tahu rasanya tidak memiliki apapun, bahkan identitas yang jelas itu seperti apa."
"Jadi kau menyalahkanku untuk semua kemalangan yang kau alami?"
"Ya!"
"Ibu dan ayahku memperlakukan kita sama."
"Oh ya?" Brandon terbahak. "Dengan memakaikanku pakaian bekas milikmu sementara kau selalu memakai pakaian baru?"
"Brandon kau adalah orang militer, kau tahu tindakanmu ini salah, dan jika kau menginginkan bisnisku, aku akan memberikan beberapa padamu. Kau bisa mengundurkan diri dari dunia militer dan memulai bisnismu sendiri, jika kau ingin uang aku akan memberikannya padamu."
"Aku ingin kau menderita, apa kau bisa melakukannya untukku?!" Bentak Brandon.
Mata Richard tertuju pada layar ponsel satunya, dan polisi memberi kabar bahwa mereka menemukan titik koordinat tempat dimana Brandon berada dan meminta Richard tetap mengulur waktu, sampai timnya menemukan Bell dan Brandon.
"Dengar, Bell hanya gadis lugu yang bekerja padaku dan aku tidak suka kau menyentuhnya dengan paksa, jadi jika kau berpikir Bell penting bagiku itu salah. Jika kau ingin menderita harusnya kau menculikku, melakukan apa yang kau inginkan termasuk membunuhku." Richard berusaha berargumen.
"Aku mengenalmu puluhan tahun sebagai kakakku. Aku tahu bagaimana kau mempertahankan mainan yang paling kau sukai dan sampai saat ini kau tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa kau sangat uncontrol jika itu menyangkut apa yang kau sukai, termasuk gadis itu. Dan jangan pernah berpikir bahwa aku adalah Brandon, sibodoh yang kau anggap adik itu lagi."
"Brandon . . ." Richard menghentikan kalimatnya karena dia sudah mendengar bunyi tembakan dan beberapa derak kaki masuk dengan deras.
"Letakan senjatamu!" Bentak seseorang di seberang, dan suasana menjadi panik.
Richard segera bangkit dari tempatnya duduk dan meminta titik koordinat pada polisi untuk mnuju tempat penyergapan.
***
"Mr. Anthony . . . kami menangkap Brandon tapi tidak menemukan sandra dimanapun." Ujar salah seorang polisi begitu Richard tiba di lokasi.
"Bagaimana mungkin?!"
"Informasi terakhir yang kami dapat, adik anda sudah dipecat dari status militernya karena kasus hukum yang saat ini sudah diputuskan oleh pengadilan militer. Bahkan adik anda diduga menderita gangguan kejiwaan, psikopat."
Richard terhuyung lemas. Diagnosa psikopat tidak main-main. Jika Brandon benar-benar mengalaminya, tentu nyawa Bell benar-benar di ujung tanduk. Atau . . . kemungkinan terburuknya adalah Bell sudah menjadi potongan-potongan tubuh ketika di temukan.
"Kami akan membawa Mr. Brandon untuk pemeriksaan lebih lanjut dan tetap melakukan pencarian."
Sang perwira polisi baru saja hendak meninggalkan lokasi saat dia mendapat informasi bahwa Mrs. Nourah tertangkap di sebuah perjalanan menuju bandara.
Situasi menjadi semakin tidak terkendali, dan yang lebih buruk adalah situasi dalam diri Richard. Dia benar-benar terseret pada bayangan masalalunya, ketika dia harus berkelahi habis-habisan dengan Brandon hingga mimisan dan lengannya terkilir demi mempertahankan sebuah maninan robot yang begitu di sukainya. Kala itu meski dirinya babak belur tapi dia bisa mempertahankan robot yang ida sukai, tapi sekarang, Rich bahkan tidak bisa melawan Brandon dan tidak bisa mempertahankan Bell, itu dua hal yang membuatnya seperti hidup di neraka saat ini.
Richard menerima panggilan dan itu dari Eleonora Anthony, ibunya. "Teganya kau Rich!" Hanya satu kalimat yang di katakan wanita itu, dan hati Richard hancur seketika.
"Sorry..." Rich tidak bisa mengatakan apapun selain kata itu.
"Aku bukan lagi ibumu!"
Sambungan telepon terputus dan itu membuat Richard jatuh tersandar di dinding dekat tempatnya berdiri. Bahkan dulu saat Brandon berhasil membuatnya babak belur karena ukuran tubuh Brandon jauh lebih besar dari Rich, sang ibu memang memarahi mereka berdua. Tapi setelah itu dia membawa Brandon pergi ke dalam kamar untuk diobati sementara dia harus terima diobati oleh Mrs. Nourah.
"Apakah kau masih akan selalu memihaknya?" Desis Rich, dia benar-benar merasa hancur saat ini. Di satu sisi dia berhasil menyelamatkan Bell, di sisi lain dia kehilangan ibu dan adiknya bersamaan.