"Intinya, kamu mau memberiku kesempatan?" tatapnya memohon. Hatiku sedikit luluh akan tatapan itu. Haruskah aku memberinya kesempatan?
Kesempatan. Kesempatan. Itu artinya, aku menerima Bara. Wah, itu tidak bisa. Akan tetapi, aku harus bebas dari genggamannya. Ini merupakan satu-satunya jalan keluar dari rumah Bara. Jadi, aku tidak perlu mendekatinya agar dia tidak curiga. Aku juga tidak perlu bersikap seperti orang gila di depannya. Ya, aku setuju melakukan ini, tetapi hati kecilku menolak.
Ada apa denganku? Kenapa otak dan hatiku berlawanan? Otakku setuju, sedangkan hatiku menentang. Menentang untuk mencegahku jatuh cinta kepada Bara.
Apakah kebohongan ini justru menjebakku jika aku memberi Bara kesempatan? Jika itu terjadi, tentunya, aku sudah gila, jatuh cinta dengan pelaku pemerkosaku. Namun, jika aku tidak melakukan itu, aku akan terjebak untuk selamanya tinggal di sisi Bara. Aku tidak mau. Aku butuh kebebasanku.
