Chereads / Balada Mahasiswa: FRNDS / Chapter 20 - Tipe Temen: Goody Goody

Chapter 20 - Tipe Temen: Goody Goody

Yang namanya temen itu manusia juga. Kecuali kalo temennya anjing ya pasti anjing juga. Eh, tapi aku punya temen yang punya mantan anjing. Abisnya dia kalo cerita soal mantannya selalu bilang anjing anjing mulu. Kadang juga babi. Makanya aku juga bingung kok temenku mau pacaran sama binatang ya?

Ah, tapi itu ga usah dibahas. Ga penting juga. Bodo amat dia mo pacaran sama binatang atau sama jin. Bukan urusanku.

Balik lagi sama bahasan pokok soal manusia. Tuhan itu menciptakan manusia dari sononya emang banyak tipenya. Nah, kalo kamu kuliah pasti kamu bakal nemuin tipe-tipe temen yang lebih beragam daripada kamu sekolah dulu. Aku pernah bercerita soal Rebellion kan? Geng gamers unik yang bisa menjelma jadi komentator nyinyir? Tidak hanya manusia-manusia seperti Rebellion yang diciptakan Tuhan di dunia ini. Ada manusia unik lain yang kebetulan dikirimkan Tuhan ke kampus Bahasa dan Sastra.

Sebut saja namanya Nessa. Perawakannya kurus kecil. Geng Rebellion bahkan menyebutnya tepos. See? Mereka memang nyinyirnya kadang keterlaluan. Tapi bukan perawakannya yang ingin kuceritakan melainkan ambisinya.

Hal itu terkuak saat kuliah Prose, Poetry, and Drama di suatu siang.

"Hooaaamm..." Aku menguap di barisan paling belakang.

Anty noyor kepalaku, "Tahan dikit kek. Dosennya belom keluar juga. Ntar mampus kita kalo dikasih tugas."

"Sumpah, Ty, aku ngantuk banget. Udah jam kuliahnya siang pas nap time, materinya ga aku banget, dosennya ga mudengin kalo ngejelasin, ditambah semalem aku marathon nonton film."

Aku menguap lagi. Aku melihat seisi kelas lalu syok saat melihat temen-temen sekelas justru main lempar bola kertas di bangku belakang. Aku tahu pasti biang keladinya geng Rebellion yang sering gabut itu. Radit dadah-dadah dari bangku pojok. Dia membuka menutup mulutnya seperti berucap sesuatu tapi aku tak dapat jelas melihatnya karena aku sudah melepas kacamata minusku.

"Ah, lo bilangnya ga mudeng ga mudeng tau-tau nanti pas ujian nilai lo A aja." Silvi yang duduk di sebelahku nyahut.

"Aamiin..." Sahutku balik sambil menelungkupkan kepala ke atas meja.

"Ini kuliah masih lama ga sih?" Silvi bertanya. Dia kayaknya pengen buru-buru keluar karena ga betah di dalam kelas. Aku melihatnya kipas-kipas make buku tulis sedari tadi. Salah sendiri dia kuliah make jumper sama jeans. Rasain sekarang kan dia kegerahan. Mana kipas angin di ruangan kelas ini udah renta banget. Muter sih muter tuh kipas tapi ga ngeluarin angin eh malah suara muternya yang berisik. Bentar lagi aku yakin protol tuh pasti kipas.

"Ga tau. Kayaknya dari tadi ga kelar-kelar yak." Tita menyahut dari depan tempat dudukku.

"Mana Bu Dian kalo ngajar ga mudengin. Terus materinya aku ga tau. Makin ngantuk lah aku," sambungku.

Suer! Dosen Prose, Poetry, and Drama-ku ini sama sekali ga asik. Seharusnya dosen itu bisa encourage mahasiswanya biar seneng belajar ini malah berasa plonga plongo banget pas belajar. Selain itu dosenku yang ini pernah ngasih nilai C untukku di mata kuliah sebelumnya, Second Language Acquisition. Jadi aku semacam masih punya dendam gitu.

Apalagi aku ga pinter di kelas sastra. Lah kan aku kuliah di jurusan bahasa dan sastra kok bisa ga ngerti sastra? Fyi, jurusanku kan Sastra Inggris. Nah, aku ga cuma belajar sastra aja kalo di kampus. Konsentrasi di bahasa dan sastra itu ada 4: Literature, Linguistics, Translation, dan Teaching. Jadi materi selain sastra seperti Translation dan Linguistics pun juga diajarkan. Bahkan kelas pengajaran dan bisnis pun ada. Tapi semuanya berhubungan dengan Bahasa Inggris tentunya. Aku merasa lebih mahir di bidang linguistik. Jadilah aku makin malas dengan mata kuliah semacam ini.

Aku berusaha invisible selama di kelas ini semata biar ga ditanya-tanya atau disuruh maju ke depan kelas buat analisis puisi. Aku boro-boro analisis puisi, analisis isi ATM di akhir bulan aja kadang susah. Masih boros aja. Aku dan temen-temen sekelas hampir selamat menjalani proses kuliah di hari itu kalo bukan karena Nessa Si Temen Kampret yang mendadak sok carmuk alias cari muka.

"Well, thank you for today [Baiklah, terima kasih untuk hari ini]. We're going to meet again on next Wednesday [Kita akan ketemu lagi Rabu depan]. See you [Sampai jumpa]." Dosenku sudah mengakhiri kelas dan beberes perlengkapannya tapi kemudian dicegah oleh Nessa.

"I'm sorry, Ma'am [Maaf, Bu]. You said on our prior meeting that we should submit our assignment today [Ibu bilang di pertemuan sebelumnya kalo kita harus mengumpulkan tugas hari ini]." Nessa, si biang kerok carmuk itu, mengacungkan tangan.

Dosenku tampak bingung, "did I? [Benarkah?]"

Nessa mengangguk yakin. "And we have to deliver a presentation about poem analysis [Kita harus membawakan presentasi tentang analisis puisi]."

Dosenku masih lupa. Aku dan temen-temen sekelas mulai rusuh. Aku yakin tak satupun dari kami-- selain Nessa tentunya-- yang ingat bahwa kami mendapat tugas. Bahkan aku 100% yakin kalo si cecunguk Nessa ini ga carmuk dengan bilang ada tugas, kami semua percaya bahwa memang dosenku tidak memberi tugas.

"Well, okay [Mmm, baiklah]. If it is true, I did give you an assignment last week, I  want to see one of your presentations [Kalo itu memang benar, saya benar-benar memberi tugas pada kalian minggu kemarin, saya ingin melihat salah satu presentasi dari kalian]. Thanks Nessa for reminding me [Terima kasih Nessa sudah mengingatkan saya]. I think we have-- [Saya rasa kita punya--]" Dia melirik jam tangannya, "fifteen minutes left. [sepuluh menit lagi]"

Kami semua mendesah kesal. Nessa tersenyum senang. Aku yakin kami semua pasti menyumpahi Nessa berjamaah detik itu juga meski dalam hati.

"Apa-apaan sih si Nessa itu? Dosen udah mau cabut aja pake dibilangin ada tugas segala. Mau ngajak ribut tuh orang?" Silvi yang emang gampang ngegas kalo soal beginian langsung ribut di kursinya.

"Lo inget emang minggu kemaren Bu Dian ngasih tugas?" Tanya Silvi padaku lalu menjawil pundak Tita dan tak pelak membuat Anty ikut menoleh ke arah Silvi.  

"Kamu masih aja nanya ke aku, Vi? Aku aja tiap kuliah ini isinya tidur ya mana tau Bu Dian ngasih tugas apa nggak." Jawabku dengan agak sedikit mengangkat kepala tapi kemudian tiduran lagi.

Silvi mengedik pada Tita dan Anty dengan maksud menanyakan pertanyaan yang sama dan hasilnya hanya mendapat gelengan kepala dari Tita dan kedikan bahu dari Anty.

"Don't ask me! [Jangan tanya gue!]" Anty mengangkat tangannya hingga sebahu. 

"Who wants to come first? [Siapa yang mau maju duluan?]" Kami makin deg-degan saat dosenku bertanya demikian.

"You can ask Nessa to come first, Ma'am [Kalo gitu ibu bisa minta Nessa untuk maju duluan, Bu]." Abe, si ketua angkatan sekaligus ketua kelas, nyeletuk santai. "I'm sure she's ready and willing to do it [Saya yakin dia sudah siap dan rela melakukan itu]."

Kami langsung bersorak ketika Abe memberi ide brilian itu. Kami pun mendukung idenya.

"Slay her! [Bantai dia!]" Perintahnya dengan gerak mulut pada kami saat akhirnya Nessa ditunjuk maju ke depan kelas untuk presentasi.

Kami mengangguk paham. Ini kode kami saat kami menemui 'pengkhianat' di kelas. Arti kodenya kami harus memberikan pertanyaan-pertanyaan 'keji' sampai yang presentasi ga bisa jawab.

Sejak saat itu Nessa mendapat julukan teacher's pet atau goody-goody dari teman-teman sekelasku karena sifat carmuknya itu. Ditambah lagi sifat carmuknya memang tidak berhenti di satu mata kuliah itu saja. Praktis, Nessa dimusuhi oleh semua teman sekelas.

***