Chereads / The Secret of Bad Boy / Chapter 27 - PERHATIAN KECIL

Chapter 27 - PERHATIAN KECIL

"Mungkin habis ini lu bakal berubah pikiran."

Mata gue udah terpejam rapat. Dan tanpa gue sadar, ternyata gue udah nangis ketakutan. Pipi gue udah basah kena air mata.

Napas Erik semakin kerasa. Dan tangis gue semakin kencang. Heran. Harusnya gue teriak ataupun tending Erik sekuat kuatnya saat ini. Tapi kenapa gue jadi ga berdaya gini?

'Bugh!'

Gue denger bunyi benturan yang cukup kencang. Dan sepersekian detik setelahnya gue ngerasain ada tangan yang pegang tangan gue. Tangan cowok.

Gue buka mata saat itu juga. Pete?

Gue bisa lihat Erik kebentur di dinding. Erik mengerjapkan matanya beberapa kali, tampak kembali mengumpulkan kesadaran. Lalu Erik mata berubah menatap Peter tajam. Bisa gue simpulkan, mungkin Peter yang dorong dia tadi.

Belum dua langkah Peter menarik gue. Tiba tiba Erik melayangkan satu bogem tepat di muka Peter.

Jelas Peter ga siap. Dia terhuyung beberapa langkah, pegangan tangan dia sama gue terlepas. Peter jalan dengan cepat ke depan Erik. Lalu tangannya langsung mencengram kemeja Erik.

"LU APA APAAN ANJING!?"

Gue tercekat. Mata gue melotot sempurna. Peter natap Erik penuh amarah.

Rahang Peter mengeras sempurna. Tangan dia yang satunya terkepal, sampai otot ototnya benar benar keliatan. Gue ga pernah nyangka kalau Pete punya tangan yang sekekar itu.

Sekali ditonjok Pete kayanya gue auto ketemu sama malaikat dah.

"LU YANG APA APAAN DATANG DATANG DORONG ORANG!?" balas Erik tak kalah emosi.

Peter kembali mendorong keras Erik sampai terbentur tembok.

Jantung gue udah was was. Dan parahnya, air mata gue justru semakin deres ngalirnya. Terlalu serem buat gue untuk nyaksiin kaya gini.

"BANGSAT LU JADI COWOK! NGAPAIN LU GITUIN CILLYA!?"

Gue terkesima, ini kali pertama setelah sekian lama, Si Pete itu ga nyebut gue "cabe". Entahlah, tapi ada rasa seneng pas Pete bilang gitu.

"BUKAN URUSAN LU!" Erik langsung melayangkan satu bogem ke wajah Pete.

Lalu terjadilah adegan saling tonjok menonjok. Tubuh gue membeku di tempat bersamaan dengan air mata yang terus mengalir. Syok. Dilihat dari fisiknya aja gue udah tau yang menang pasti Peter.

Dan benar aja. Sekarang Erik udah terduduk kesakitan di atas rumput. Sedangkan Peter mencengkram kerah kemejanya Erik.

Tangan Peter udah terkepal kuat. Pengen nonjok muka Erik. Tatapannya mengisyaratkan seolah ingin ngebunuh Erik saat itu juga.

"PETER UDAH! JANGAN!" teriak gue.

Erik jelas banget udah babak belur. Jangan sampai dia meninggal di tempat. Peter terdiam. Dia nurunin tangannya yang tadi mau dipakai buat mukulin Erik.

Peter lalu narik kerah Erik mendekat ke muka dia. Dia natap Erik sambil tersenyum menyeramkan.

"Lu tau? Gua pengen banget ngerobek mulut lu!"

Pete menghempas kasar Erik.

"Sekali lagi gua liat lu gitu. Mati lu, Jing!"

Muka Erik merah. Mungkin nahan malu, sakit, dan marah. Sedangkan gue masih diam di tempat. Tubuh gue membeku, susah buat digerakin. Bahkan gue masih belum berhenti nangis.

Pete berjalan ke arah gue tanpa ngomong sepatah kata pun. Dia ngambil tas gue, lalu gandeng tangan gue untuk pergi dari situ. Langkah dan gerakannya begitu cepat sampai gue ga ada kesempatan untuk menolak.

Gue biarin tangan gue dipegang sama dia, dibawa ke parkiran. Gue ga berontak sama sekali. Pikiran gue dari tadi terus berputar di saat saat Erik tahan gue dan di saat Pete dan Erik berantem.

"Hey..," panggil Peter pelan.

Gue cuman menengok bentar ke Peter dengan tatapan kosong.

"Udah gapapa," kata Pete lagi.

Gue masih diam.

"Lu ga diapa apain sama dia, kan?"

Gue menggeleng sebagai jawaban. Syok banget serius tadi. Gue belum pernah digituin sama orang.

Pete menghela napas berat. Lalu tiba tiba tubuh gue ditarik kedalam pelukan dia. Tubuh gue menegang seketika. Tapi selanjutnya, gue langsung menangis sejadi jadinya. Bodoamat sama baju dia yang basah karena air mata gue. Plus tambahan ingus, mwehehehe.

"Udah Cill. Gapapa, ada gua," kata Pete dengan begitu lembut. Pete menepuk pelan punggung gue.

Jantung gue berdegub kencang karena perlakuan tiba tiba dari dia. Juga sekaligus karena ucapan dia.

Pelukan dia itu rasanya... hangat dan menangkan.

Duh!

Gawat, gue baper!

Pete menjauhkan lagi tubuh gue dari dia setelah gue udah berhenti nangis. Rasanya setelah pelukan tadi, gue jadi lebih tenang. Sekarang pikiran gue udah kembali. Ga keluyuran ke kejadian tadi lagi.

Gue ngeliat muka Pete yang lagi natap gue dengan tatapan.. entahlah- Gue meringis ketika sadar sudut bibir Pete yang sedikit berdarah karena sobek. Pasti gara gara ditonjok Erik tadi.

"Pete, itu mulut lo..?"

Pete menatap gue bingung. "Iya. Ini mulut gua, kenapa?"

Ini, nih, yang gue heranin. Pete, tuh, pinternya dibuat buat, tapi gobloknya bisa natural.

"Ih! Bukan itu pinter!" Gue berdecak kesel, "Bibir lo berdarah!" tunjuk gue ke sudut bibir dia.

Pete lalu megang bibir dia. Mengusap darah merah segar. Pasti sakit banget itu.

"Oh ini," kata dia masih dalam mode santuy slur!

Sekali lagi gue dibuat meringis.

"Itu ga sakit apa? Perlu gue obatin ga?" tawar gue, padahal gue ga tau obat buat bibir luka.

Mata gue tertuju ke luka bibir dia. Tapi Pete malah justru tersenyum nakal.

"Cie perhatian," kata dia.

Gue berdecak kesal. "Gue serius ih!"

"Cie yang mau diseriusin," goda Pete semakin menjadi.

"Auah!"

Pete terkekeh kecil, lalu naik ke atas motornya. Dia nyodorin gue helm.

"Ayo pulang. Gua anter."

Kening gue mengernyit ke dia. "Gue bisa pulang sendiri."

"Lu mau dicegat lagi kaya tadi? Gua, sih, ga bakal ada buat nolongin lu lagi," kata Pete, berhasil membuat gue bingung.

"Hah?" Jawaban paling lumrah itu keluar dari mulut gue.

Pete menggerakkan dagunya, menunjuk sesuatu. Gue mengikuti arah yang ditunjuk Pete. Mata gue melotot sempurna ketika gue nemuin Erik lagi berdiri sepik sepik pura pura main HP ga jauh dari kami.

Jadi Erik dari tadi ngikutin gue?

# # #