Jam istirahat, waktu terbaik yang diidamkan oleh semua warga sekolah.
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh. Sip. Gue menatap senang ke kartu kartu di tangan gue.
Gue lalu ngasih satu persatu kartu nya ke temen temen. Dari yang paling pertama tak lain dan tak bukan adalah Queen, sahabat gue tercintah yang sekarang duduk di samping gue. Lalu gue kasih ke Jean dan Naomi.
Sekarang sisa 4 kartu.
"Nih, datang ya!" kata gue sambil ngasih kartu nya ke Elios.
"Wah, minggu depan, ya, Cill?" tanya Elios sambil liatin kartu undangan ulang tahun yang gue kasih.
"Iya, datang ya!"
"Pasti."
Gue lalu natap Arjuna. Ya, berhubung dia juga temennya Elios pasti juga dapet kartu undangan.
"Nih, buat Arjun."
"Thanks."
Gue cuman balas senyum.
"Cill, punya gua mana, nih?" palak Leo ga sabaran.
Gue natap Leo dengan ga suka.
"Lo siapa sampai gue harus ngundang lo? Nanti yang ada makanan gue abis lagi sama lo!" tajam gue.
"Wah. Parah lu, Cill. Kenapa lu begitu jahat sama gua Cill? Gua salah apa sama lu Cill? Tega banget!" kata Leo mendrama.
Tapi sayangnya ga berhasil narik simpati dari gue.
"Salah lo? Banyak!"
"Tauk, nih! Mampus, kan, kamu ga diundang sama Cillya!" sambung Naomi ikut mendukung gue.
"Intropeksi diri makanya lo!" kali ini gantian Jean yang ngomong.
"Tobat lu makanya Le!" tambah Pete.
Leo geleng geleng ga percaya.
"Kok lu semua ngebully gua?"
Lalu kami bertujuh ketawa. Gue, Queen, Jean, Naomi, Pete, dan Elios. Sedangkan Arjuna sama Queen cuman terkekeh pelan.
"Udah Cillya.. Kasih aja. Kasian," bujuk Queen yang emang ga tegaan.
"Nah, gua pada lu Queen!"
Gue berdecak kesal. Lalu ngasih satu kartu buat Leo.
"Nih," kata gue ogah ogahan.
Sedangkan Leo langsung nerima dengan senang hati.
Pete natap satu kartu terakhir yang ada di tangan gue.
"Itu pasti punya gua!" Pete tersenyum penuh kebanggan.
Gue ngeliat sebentar kartu terakhir yang ada di tangan.
"Ini?"
"Iya."
"Bukan, sih, yeu!"
"Lah?"
Bukan cuman Pete yang kaget. Temen temen pun juga sama.
"Terus itu punya siapa lagi kalau bukan punya gua?"
"Kepo!"
Naomi yang penasaran langsung berdiri dari kursi. Naomi jalan ke arah gue lalu dengan seenak keteknya ngerebut kartu undangan warna merah itu dari tangan gue.
Kebiasaan!
"Pu..tra. Dua belas A." Naomi mengeja tulisan dari kartu itu.
Pete langsung melotot saat tau kartu itu bukan buat dia.
"Buat Putra?" tanya Pete ga percaya, "Seriusan bukan buat gua?"
Dih, pede banget manusia satu ini.
Gue tersenyum licik ke arah Pete.
"Iya. Trus kenapa?" tantang gue.
"Mana mana, coba liat."
Pete ngejulurin tangannya ke Naomi.
Lagi lagi, tanpa seijin dari gue, Naomi langsung kasih kartu undangannya ke Pete.
Pete baca kartunya sebentar, lalu menatap gue ga percaya.
"Punya gua mana?"
"Gada."
"Lu ga undang gua?" tanya Pete lagi, ga percaya.
"Kalau iya kenapa?"
Sekarang gantian Jean yang ngadep ke gue, "Seriusan lo ga ngundang tu anak, Cill?" tanya Jean juga kedengerannya ga percaya.
Gue mengangguk beberapa kali.
"JYAH, KASIAN!" ledek Jean tiba tiba mengundang tawa semeja.
Pete masih natap gue ga percaya.
"Kok lu jahat, sih, beb?"
Gue tersedak seketika dengar Pete manggil gue "beb" di depan banyak orang.
Sebenernya pada ga sadar. Cuman Jean aja yang peka gue tiba tiba batuk dan juga denger pas Pete manggil gue 'beb'.
Jean nyenggol nyenggol tangan gue.
"Cieh, beb-beb-an.."
"Hah? Kenapa? Cillya jadi bebeb nya siapa?" tanya Naomi heboh.
Elios ketawa geli pas ngerti arah pembicaraan kami.
"Tuh, bebeb baru nya Si Peter."
"WHOA! KAMU SAMA PETE BAU ITU PACARAN CILL?" tanya Naomi ga santai.
"LAH, MEREKA PACARAN? KOK GUA BARU TAU?" toa Leo lagi.
Sontak combo toa nya Naomi sama Leo mengundang tatapan kaget dari sekitaran orang yang makan di kantin.
Juna menatap Leo dan Naomi dengan kesal. Pasti mau marah tuh.
"Lu berdua bisa, gak, suaranya dikecilin dikit?"
"Hm. Kalau aku, sih, ga bisa!" jawab Naomi tanpa pikir panjang.
Sedangkan Leo mengetuk ngetuk bibirnya. "Gua pikir setahun dulu gimana?"
Tanpa segan Pete langsung nampol pala Leo. "Kelamaan woy!"
Leo berdesis kesel sambil ngusap ngusap kepalanya.
"Pantes aja gua bego. Keseringan di tampol lu, sih, Pet!"
"Tau, nih, Pet. Otak nya Leo jadi pindah kan jadinya!" tambah Jean.
"Wah. Tanggung jawab kamu Peter! Wayolo, anak orang..," kompor Naomi.
Leo tersenyum senang lihat temen temen gue ngebully Pete. Mungkin ini kali pertama Leo dibelain.
"Mampus lu, Pet!" bisik Leo tapi kedengeran sampai sini.
Pete ga peduliin Leo ataupun Jean dan Naomi.
Dia natap gue dengan melas.
"Ga ada undangan buat gua Cill?"
Dih, kok maksa ya?
"Gak. Lo nyebelin, males gue jadinya."
Pete geleng geleng ga percaya.
"Astaga. Sabar gua, mah."
Pete lalu mengelus ngelus dadanya. Gak lupa, juga dengan muka kecewanya.
Jujur, ini gue nahan tawa mati matian.
Leo nepuk pelan bahu Pete.
"Tobat lu makanya Pet!"
# # #
"Cie seneng diundang," goda gue ngelihat muka lega Pete tadi. Tadi, lho, ya, bukan sekarang. Kalau sekarang, mah, udah balik ke muka sengah dia.
Pete ga ladenin gue. Dia fokus ke buku dia. Padahal gue yakin, nih, pasti dia lagi kesenengan.
Gue lalu tundukin kepala gue, penasaran sama muka dia. "Ciee seneng," goda gue lagi.
Iya, gue emang undang Pete. Tadi bercanda aja. Cuman kayanya tadi gue salah ambil kartu undangan. Kartu punya Pete sama Putra ketuker. Jadi yang kebawa ke kantin tadi punya nya Putra. Secara Pete yang nolongin gue kemarin, gue tetep harus undang dia ke acara ulang tahun gue dong. Apalagi ini sweet seventeen.
Gue tersenyum ke Pete yang akhirnya noleh ke gue.
"Dateng ya!"
Pete bales senyum gue.
"Cie yang mau gua dateng," balas dia.
"Cie yang mau gue undang."
"Cie ngundang gua."
"Cie seneng."
"Cie bisa bikin gua seneng."
# # #