Chereads / My Annoying Father / Chapter 14 - BAGIAN 13

Chapter 14 - BAGIAN 13

Oiyaa, aku bakal telat update karena mau ada ujian di kampus. Mohon maklum yaa, terimakasih.

•••

#_#_#_#_#

"Lu udah bikin tugas kan Ra? Jangan kebiasaan lupa deh ya" kata Ilke mengingatkan.

"Iya gue udah kerjain kok" ujarku sambil menggulung lengan baju sampai ke sikut.

Disana ada bekas luka seperti cengkraman, dan beberapa luka sayatan. Mungkin Ilke menyadari kejanggalan itu, dan dia langsung meraih tanganku.

"Ini lu kenapa?"

"Nggak apa kok" jawabku langsung menurunkan lengan baju, tak mau Ilke tahu.

"Ish, gue udah tau lu gak bisa ngelak lagi, ini karena bapak lu kan?"

Aku hanya menatap Ilke tertunduk, ingin berkata 'iya' tapi tak sanggup.

"Untung emak gue pinter ngurut, gue jadi punya minyak oles"

Ilke mencari minyak oles untuk luka dan sebagainya, yang diberikan dari ibunya.

"Luka begini jangan dibiarin Ra, harus diobatin" Ilke terus memberi ku wejangan sembari mengoleskan pada lengan tanganku, namun ia sedikit bertenaga.

"Aduh pelan-pelan Ke! Sakit tau"

"Haha biar lu tau kalo gak diobatin makin sakit"

"Iya iyaa gue ngomong deh kalo kenapa-kenapa"

"Nah gitu dong" ucapnya dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Apaan si narsis lo!"

Tawa kami bergema mengisi ruang kamar kami yang sebentar lagi akan terdengar bell masuk sekolah.

*****

"Jangan lupa kerjakan soal di buku paket halaman 39 ya"

"Iyaa pak"

Pelajaran sekolah diakhiri dengan sisipan tugas dari pak Udin, semua murid merapihkan buku-buku ke dalam tas, bergegas untuk sholat dzuhur berjama'ah di masjid asrama. Itulah kegiatan kami setiap pulang sekolah.

Murid-murid berhamburan keluar kelas, untuk me — ngulet meluruskan badan di atas kasur nan empuk setelah lama nya duduk diatas kursi penuh keseriusan.

"Ayra!"

Tetiba ada yang memanggilku, dan itu ternyata Devin.

"Devin? Ada apa?" Tanyaku.

"Hmm, mau balik ya?"

"Iyalah"

"Ohh"

"Ada apa si ko canggung gitu?"

"Gue duluan kali ya, dari pada si Devin kaya orang nahan BAB gitu" ujar Ilke mengundurkan diri untuk lebih dulu ke asrama.

Aku bergidik menahan tawa karena ulah Ilke yang sekenanya berbicara. Rasanya aku ingin tertawa ngakak, kalau saja Devin tidak ada di hadapanku.

Setelah Ilke cukup menjauh, aku memberanikan diri membuka pembicaraan.

"Jadi, kenapa?"

Tiba-tiba Devin mendorongku kearah tembok kelas dan menghalangiku dengan badan kekarnya, sehingga aku berhadapan dengan wajah nya sangat dekat.

"Apaan si lo!" Umpatku.

"Lo udah baca kan surat gue? Kenapa gak lo bales-bales si?"

"Yaudah si gak usah pake cara begini, norak tau gak!"

Aku berusaha menghindari badan dan tangannya yang menghalangiku untuk keluar dari jeratan nya. Tapi, usahaku nihil tenaga laki-laki susah untuk dikalahkan.

Akhirnya aku jongkok dan merunduk agar bisa keluar lewat kolong lengannya. Aku berusaha kabur dan berlari cepat, khawatir Devin akan melakukan hal lebih yang bisa membuatku terluka.

"Ayra! Jangan kabur lo"

Aku terus berlari dan sesekali melihat ke belakang agar jarakku dengan Devin terus jauh dan semakin jauh.

Setelah sampai gerbang aku bertemu pak satpam yang menjaga gerbang, aku meminta perlindungan padanya dengan berdiri di belakang pak satpam. Pak satpam keheranan melihat tingkahku yang aneh.

"Eh, kamu kenapa?"

"Pak diem aja disini, jagain saya. Ada orang usil yang ngejar-ngejar saya"

Ketika Devin melihatku dalam penjagaan pak satpam, ia langsung menghentikan langkahnya dan berdecak kesal karena tidak berhasil menangkap ku.

Setelah itu karena takut ketahuan Devin bernjak pergi agar wajahnya tidak dikenali oleh pak satpam.

"Yang mana neng orangnya?"

"Itu pak itu dia"

"Yah udah pergi neng, lagian bercanda apa si emang? anak muda jaman sekarang romantisnya kejar-kejaran ya kaya pilem-pilem India"

"Apaa si pak, bucin aja"

"Yee si neng, tuh awas di belakang ada orang. Nanti kamu dikeajar lagi gak"

Aku menoleh ke belakang, dan ada Arkhan datang untuk menjengukku.

"Arkhan?"

Ia tersenyum merayu sembari memperlihatkan 2 kantong plastik belanjaan nya kepadaku.

"Aku dateng kesini karena dapat titipan dari emak"

"Pak boleh masuk kan?" Tanyaku pada pak satpam.

Pak satpam mendelik mencari tahu Arkhan ini siapa.

"Ini tetangga saya pak, dapat titipan dari orang tua saya"

"Ohhh yaudah silahkan masuk" pak satpam pun percaya.

*****

"Tadi ada yang ngejar-ngejar aku Ar, temenku sekelas"

"Gara-gara apa emang?"

"Aku ditembak sama dia, tapi belum kubalas surat cintanya"

"Aneh, kenapa reaksinya harus begitu?"

"Gak tau, aku jadi merasa terancam karena adanya dia"

"Yaudah kamu kalo kemana-mana jangan sendirian"

"Iyaa si, aku gak tau kalo dia se-bringas itu aku kira dia orang baik"

"Tapi kamu luka gak?"

"Engga ko"

Aku meraih kantong plastik yang dibawa Arkhan, penasaran dan ingin menyantap makanan ringan yang dibawanya.

Lengan bajuku tersingkap, sehingga bekas luka yang tadi pagi diolesi minyak oleh Ilke terlihat.

"Tangan kamu kenapa?"

Aku terdiam tidak menjawab.

"Sorry Ra"

"Nggak apa Ar, santai aja"

"Lo itu sebenernya ada masalah apa si?" Arkhan merubah panggilan kepadaku menjadi 'gue-lo', entah untuk lebih leluasa dan lebih nyaman untuk mengobrol.

"Gue belum siap buat cerita" kubalas pula panggilan itu.

"Sampe lu sekarat dulu di rumah sakit baru lu mau cerita, gitu ya?"

Aku menghela nafas, memikirkan omongan Arkhan.

"Ini karna bapak"

"Apa lo hampir pingsan waktu kita jogging di taman juga karena ini?"

"Iya, gue penderita jantung lemah. Gak bisa kecapean sedikit. Kadang sakitnya suka nyelekit sampe gue gak bisa bergerak"

Arkhan terdiam dan kaget mendengar pemaparan tentang kesehatanku.

"Gue juga sakit mental, trauma masa kecil yang belum sembuh. Mungkin, bisa dibilang gue sakit jasmani dan rohani"

"Kalo trauma lu lagi kambuh gimana?"

"Gue berubah jadi pendiem dan kalo mood gue udah ancur karna trauma nya kambuh gue teriak-teriak sendiri, sambil nangis sesegukan"

"Gue gak nyangka hidup lo sesulit ini Ra"

"Yaa, mungkin ada pembelajaran yang harus gue temuin di balik kisah hidup gue yang rumit"

"Lo kuat Ra! Belum pernah gue nemuin perempuan sekuat lo"

"Lebay lo"

"Gue boleh ya jadi penyembuh trauma lo"

Aku menatap Arkhan lekat, aku tersenyum setelah ia mengatakan itu. Raut wajahku yang tersenyum berubah menjadi khawatir. Entah aku harus percaya padanya atau tidak, secara Devin yang baru kukenal pun memberikan kesan tidak baik. Bagaimana aku bisa percaya lagi pada Arkhan. Aku sudah banyak tersakiti, jadi sulit bagiku untuk percaya pada 'orang baru'.

"Kenapa?"

"Sulit bagi gue buat percaya sama orang baru Ar"

"Gue gak maksa lo untuk percaya saat ini juga, tapi gue bakal buktiin agar lo bisa percaya suatu saat nanti"

*****

"Mana yang lain? Gak pernah jenguk bapak disini, kamu bilangin dong Yasmin kakak-kakak kamu kan anak bapak juga!"

"Kan kita gak pernah setuju bapak pindah kesini, jangan salahin kita kalo jarang jenguk bapak"

"Oh gitu kamu ngomongnya!?"

"Yasmin dan yang lain punya kerjaan dan kesibukan pak, bapak udah jauh pindah kesini, kita gak sempet"

"Setan!"

"Bapak gak pernah berubah ya dari dulu, gak bisa gitu ya lembut dan penyayang sama anak-anaknya. Pantes aja ibu ninggalin bapak"

Bapak bersiap melayangkan tangannya untuk memukul kak Yasmin, namun kak Yasmin menghindar dan langsung pergi tidak menghiraukan bapak.

"Kak Yasmin!" Panggil Al yang baru saja menyadari kak Yasmin pergi.

Al berusaha mengejar kak Yasmin, dan menarik-narik tangannya.

"Kak Yasmin jangan pergi tinggalin Al sendirian sama bapak, Al takut kak" Al merengek dan memohon agar kak Yasmin tetap tinggal disini menemaninya.

"Kakak gak bisa Al" kak Yasmin terisak melihat Al dengan sangat iba.

"Kenapa gak bisa? Kan kak Yasmin kakak Al"

"Kak Yasmin bukan kakak kandung Al"

Lalu, kak Yasmin melepaskan genggaman erat tangan Al, beranjak pergi dan tidak menggubris Isak tangis Al yang semakin menjadi.

Arkhan melihat kejadian itu turun dari motor dan memarkirkan motornya asal. Dengan sigap ia menghampiri Al yang masih tersungkur dengan air mata kecewa yang begitu deras mengalir.

"Al kenapa?"

"Kak Yasmin jahat, gak mau nemenin Al disini, Al takut sendirian di rumah suka diomelin bapak"

"Kak Yasmin siapa?"

"Al gak tau, katanya dia bukan kakak kandung Al"

"Yaudah Al jangan nangis lagi ya, ada kak Arkhan disini. Main di rumah kak Arkhan yuk sama Edo juga" ujar Arkhan sambil mengusap air mata Al.

Al mengangguk, dan meraih tangan Arkhan yang membantu nya berdiri.

Suara hati antar saudara bisa saling terikat, tapi entah untuk Al dan Ayra, apa dia akan mendapat perlindungan dari kakak rahasia nya? Yang baru mereka kenal saat mereka dewasa. Untuk meninggalkan bapak yang tidak berubah perilakunya?

Semoga saja, ada keajaiban datang pada hidup mereka.

*****

A/N:

Pembaca setiaku, yang aku sayangi. Asek..

Terimakasih banyak masih terus mengikuti kisah Ayra dan keluarganya. Semoga sedikit banyaknya ada hikmah yang terselip.

Jangan lupa vote dan komen yak yang ambyar seperti biasa. Hahahaha

Selamat membaca ❤️