Semalam rasanya hanya sebuah mimpi. Bahkan sampai detik ini pun rasanya masih sulit dipercaya, kalau memang ia tinggal di dunia peri. Yang kata orang, ini hanyalah negeri dongeng. Tadi pagi aku sarapan hanya dengan satu buah apel bersama Licia. Lalu, Licia mengajakku pergi keluar. Awalnya aku menolak, tapi akhirnya Licia berhasil membujukku untuk pergi keluar.
-//-
Dan sekarang, aku sedang menggunakan sepatu Licia dengan gaya rambut diikat ekor kuda yang bagian poni depan dan sampingnya dibiarkan terurai. Aku dan Licia memilih untuk berjalan kaki untuk merahasiakan kalau aku adalah manusia. Licia mengajakku ke daerah kaum Orm untuk melihat berlian baru temuan Orm. Orm adalah kaum para kurcaci yang sehari-harinya bekerja sebagai penambang. Makanya, daerah mereka terkenal akan penghasilan tambangnya. Terutama bagian batu-batuan. Tapi, buruknya, mereka dikenal sebagai makhluk yang jorok. Hanya sebagian kecil dari mereka yang hidupnya bersih, biasanya mereka dikucilkan. Mereka lebih pendek dari para peri.
-//-
Selesai melihat berlian baru di daerah Orm, kami berjalan sedikit kearah timur pulau ini. Ke daerah kaum Trees. Trees merupakan kaum peri yang memiliki penghasilan utama sebagai petani dan pengrajin perabotan berbahan dasar kayu. Wajar saja, karena mereka sangat senang menanam. Kata Licia, ia pergi kesini karena ingin membeli bunga lily untuk vas bunga di kamarnya. Peri didaerah ini bertubuh besar dan berotot.
Perjalanan kami berlanjut ke arah selatan. Karena, Licia cerita, ada hal yang menakjubkan di bagian selatan pulau. Dan aku penasaran dengan itu, jadi aku terus-terusan merengek meminta Licia mengantarkanku kesana. Sesampai kami di daerah selatan, kami disuguhi pemandangan padang rumput yang terbentang luas. Dan ada beberapa peri yang sedang memerah susu sapi. Licia mengajakku agar masuk lebih dalam lagi, kami berhenti karena terhalang pagar kayu setinggi lutut yang berwarna putih. Tiba-tiba, ada yang berteriak,
"Awaass!!!" Teriaknya dari arah belakangku. Sontak aku dan Licia berbalik, aku terkejut melihat dia menunggangi kuda terbang. Dan, Bruukkk....
Kami bertabrakkan dengan peri itu dan sama-sama terjatuh kebelakang. Sedangkan kuda terbang tadi, langsung berlari memasuki kandangnya. Ya, pagar tadi adalah pembatas kandang kuda terbang itu.
"Aduuhhh..." rintihku sambil mengusap-usap bagian belakangku. Sebuah tangan terulur didepanku.
"Perlu kubantu?" tanyanya ramah. Aku menerima uluran tangan itu. Aku merasakan sensasi dingin saat menyentuh tangannya. Sama seperti saat aku memegang tangan Licia. Dia membantuku berdiri.
"Terima kasih." Ucapku.
"Ya, sama-sama. Apa ada yang sakit?" tanyanya lagi.
"Oh, tidak. semuanya baik-baik saja." Jawabku sambil mengacungkan jempol.
"Maaf ya, aku baru mempelajari cara menunggangi unicorn jadi masih amatir." Katanya dengan kepala terunduk sambil satu tangan menggaruk tengkuk.
"Hmmm... aku mau memaafkanmu. Tapi ada satu syarat." Dengan cepat, ia menaikkan pandangan. Astagaaaa! Matanya indah sekali! Aku jadi berpikir, apakah semua peri mempunyai bola mata yang indah? Matanya berwarna hijau terang dan berkilau. Dan, jangan lupakan binar matanya. Sungguh sangat indah.
"Apa syaratnya?"
"syaratnya adalah kamu harus mengajari aku cara menunggangi unicorn."
"Oke. Kalo itu sih, nggak masalah. Sekarang, ayo ikut aku kalau kamu mau menunggangi unicorn. Oh iya, kamu juga boleh mengajak temanmu itu." Ajaknya. Ia pun berbalik dan berjalan dengan tenang memasuki kandang kuda terbang tadi.
"Licia!" Panggilku.
"Hmmm..." Sahutnya malas.
"Licia?" Panggilku ragu.
"Apa?" akhirnya bersuara. Aku jadi bisa bernapas lega.
"Kita diajak naik kuda terbang" ucapku bersemangat.
"ohh..." responnya singkat.
"Aku kira kamu udah lupa sama aku gara-gara sibuk ngobrol sama makhluk asing tadi." Sinis Licia.
"Itu tidak mungkin terjadi! Sekarang, ayo kita naik unicorn!" sambil menarik tangan Licia, aku berjalan memasuki kandang kuda terbang.
Aku melihat orang yang tadi berjanji padaku. Aku menghampirinya bersama Licia. Ternyata dia sudah menunggu kami.
"Sekarang pilihlah unicorn yang kalian mau. Aku tidak akan berada disamping kalian nanti. Kita akan menaiki unicorn masing-masing." Jelasnya.
"Baiklah." Jawabku singkat.
Aku mulai mengedarkan pandangan, mencari kuda yang cocok untuk aku tumpangi. Sampai aku melihat ada satu kuda putih memiliki sayap pelangi. Dia yang paling berbeda diantara yang lain. Aku mendekatinya. Aku memberanikan diri mengelus bagian atas kepalanya. Lalu aku bertanya pada orang yang berjanji mengajariku,
"Apakah aku boleh menaiki unicorn yang ini?" tanyaku
"Hhmmm... Aku rasa kamu harus menanyakannya terlebih dahulu kepada unicorn itu." Saran orang itu.
Vivy terlihat bingung, "Memangnya, unicorn dapat berbicara?"
"Tentu saja! Semua unicorn disini dapat berbicara. Buat apa aku menyuruhmu meminta izin padanya jika mereka saja tidak bisa berbicara?" Kata orang itu penuh dengan nada sarkasme.
Lalu aku berbalik, mencoba bertanya dengan kuda terbang itu.
"Hey, aku Vivy. Bolehkah aku menunggangimu?" ragu-ragu aku bertanya kepadanya.
"Tentu saja! Aku sudah mendengar pembicaraanmu dengan dia, dan sepertinya kamu orang baik-baik. Oh, iya, namaku Lusyya, panggil saja L kalau tidak mau terlalu panjang membacanya." Ajaib! Aku tak menyangka kalau kuda terbang ini dapat berbicara apalagi sampai berceloteh panjang lebar seperti ini. Aku mencoba untuk biasa saja.
"Hhmmm... L, bolehkah jika aku memanggilmu dengan sebutan Usyy?" takut-takut ak bertanya kepada L.
"Hemm... Menarik! Belum ada orang yang pernah memanggilku dengan sebutan seperti itu. Kamu adalah orang pertama! Jadi, aku membolehkanmu memanggilku dengan sebutan seperti itu." Putus L.
Setelah itu, aku dan Usyy berjalan mendekati orang itu. Ternyata Licia sudah selesai memilih kuda terbang. Pilihannya jatuh pada kuda bersayap oranye terang.
-//-
Orang itu membawa kami ke arena belajar menunggangi kuda terbang. Aku, Licia berserta orang itu sudah menaiki kuda terbang masing-masing. Orang itu memberi instruksi,
"Oke, jadi nanti kalian hanya perlu mengayunkan tali ini cukup keras agar unicorn kalian mengerti kalau kalian menyuruh mereka terbang. Dan, saat unicorn kalian sudah terbang, yang kalian perlukan agar tidak jatuh adalah keseimbangan tubuh. Itu yang terpenting. Untuk yang pertama, akan aku berikan contoh terlebih dahulu. Mari kita coba!"
Dia bersama kuda terbangnya berada didepan aku dan Licia. Dia mulai mengayunkan tali yang mengendalikan kuda terbangnya. Kuda terbangnya mulai mengelepakkan sayapnya dengan cantik. Mengagumkamkan sekali pemandangannya. Aku dan Licia juga mulai mencoba menerbangkan kuda terbang kami masing-masing.
"Ayo Usyy, mari kita terbang!" komandoku sambil mengayunkan tali pengendali Usyy.
"Pegangan yang kuat dan kita terbang!" balas Usyy lalu mulai mengelepakkan sayapnya. Saat kami mulai meninggalkan tanah, aku mulai menyeimbangkan utbuh agar tidak jatuh.
-//-
Kami pulang saat mulai malam disertai dengan perasaan gembira. Aku tidur, menyiapkan diri untuk hari esok.