Hari kedua aku berada di Hazzardland, Licia masih menjadi pemanduku selama aku dipulau ini. Dan, hanya dia yang tahu kalau aku adalah manusia. Kalau Licia kemarin masih mau meminjamkan bajunya untuk penyamaranku, hari ini ia malah menyuruhku memakai baju yang pertama kali aku pakai saat aku tiba disini. Aku sempat bingung. Tapi tetap aku pakai.
-//-
Hari ini aku diajak Licia jalan-jalan lagi. Jadi aku meminjam jaket bertudung milik Licia untuk penyamaranku. Kami berkeliling sebentar di tengah kota bagian kaum Scarlett. Bangunan tinggi khas Eropa menghiasi pinggir jalanan kota. Lalu Licia mengajakku pergi kearah timur laut pulau. Banyak bangunan ala kolonial dibangun di daerah ini.
"Ini daerah tempat raja dan para petinggi pulau tinggal." Tutur Licia. Aku hanya mengangguk untuk meresponnya. Aku masih sibuk mengamati pemandangan yang ditunjukkan di depan mataku.
"Nah, kalau yang itu adalah istana. Satu-satunya istana kerajaan yang ada di pulau ini." Ucap Licia sambil menunjuk satu bangunan paling besar dan yang paling megah diantara yang lain.
"Daerah ini juga merupakan pusat pemerintahan di pulau ini." Lanjut Licia menjelaskan.
-//-
"Tuan, ada yang ingin bertemu dengan anda." Ucap salah seorang pengawal dengan sopan.
"Izinkan mereka masuk." Jawab raja itu dengan suara yang sangat berwibawa.
Vivy dan Licia masuk kedalam aula istana. Saat tiba dihadapan raja, Licia segera menunduk tanda penghormatan. Vivy yang melihat itu segera melakukan hal yang sama.
"Baginda raja, saya mau melaporkan kalau saya bertemu dengan manusia di padang rumput bagian perbatasan pulau." Ucap Licia pelan dan sopan. Sang raja jelas terkejut mendengarnya. Vivy sangat terkejut kalau ia akan dikenalkan pada raja oleh Licia. Jadi wajar saja kalau pagi tadi Licia menyuruhnya menggunakan baju yang pertama kali ia pakai saat ia tiba pulau ini.
"Apa kamu punya bukti?" tanya raja sedikit tidak percaya.
"Tentu saja, saya punya bukti, Baginda raja." Jawab Licia pada raja.
"Vivy, boleh kamu buka jaket yang kamu pakai?" pinta Licia padaku.
"Ta... Tapi, sebelum ini kita belum membuat kesepakatan kalau kamu akan mengenalkanku pada raja." Kataku bingung. Aku jelas idak mau menunjukkan kalau aku adalah manusia kepada peri yang tentu saja belum aku kenal.
"Tak apa, Vy, kamu aman disini." Bujuk Licia
"Hmm... yasudahlah." Pasrahku. Aku membuka tudung yang menutupi kepalaku lalu melepas jaket milik Licia.
Sang raja terbelalak. Ia tahu betul kalau yang dilihatnya itu nyata. Peri yang melapor tadi padanya tak berbohong kalau makhluk yang didepannya ini adalah manusia asli. Sangat jelas terlihat saat manusia itu menyibakkan rambutnya kebelakang. Telinganya tidak lancip. Kulitnya juga tidak pucat. Tapi, yang membuat raja lebih terkejut adalah kalung yang dipakai manusia tersebut. Kalung itu adalah kalung yang dimiliki para peri sebelum mereka mengikuti tes akhir akademi. Kalung yang masih murni menandakan kalau mereka belum memiliki sayap.
"Me... Mengapa kamu bisa memakai kalung itu?" Tanya raja, bingung.
"Ini pemberian dari nenekku saat ia tour di Perancis." Jelas Vivy. Kening raja itu berkerut.
"Perancis?" Ucap raja, mengulang perkataan Vivy barusan.
"Ya, Perancis. Nama sebuah kota di tempat tinggal manusia." Jelas Vivy lagi. Sang raja pun mengangguk pertanda paham.
"Tapi, apa kamu tahu kalung itu milik siapa?" tanya raja. Kini giliran kening Vivy yang berkerut. Ia tak mengerti arah pembicaraan seorang raja peri di depannya ini.
"Tentu saja ini milikku! Nenekku yang membelikannya dan memberikan ini padaku!" Emosi Vivy mulai tersulut.
"Tidak, Nak. Kalung itu milik kami para peri. Aku tidak tahu bagaimana bisa kamu mendapatkan kalung itu, tapi itu memang kalung khusus milik kami para peri." Jelas raja dengan tenang.
"Terserahlah, pokoknya karena kalung ini sudah melingkar dileherku, maka otomatis kalung ini milikku." Vivy tetap kokoh pada jalannya.
"Tidak bisa! Kalung itu milik kami! Kamu harus mengembalikannya lalu kami akan mengirimmu pulang ke tempat asalmu." Namun sang raja tak mau mengalah adu mulut dengan Vivy.
"Aku tetap tidak mau! Dan aku belum mau kembali ke tempatku."
"Baiklah, jika seperti itu saya menawarkan kamu satu pilihan lagi. Kamu boleh memakai kalung it...."
"Yeesss!" sela Vivy.
"Jangan menyelaku!" Marah raja.
"Maaf."
"Kamu boleh memakai kalung itu, tapi ada syaratnya. Syaratnya adalah ..." Sang raja menggantungkan kalimatnya, menimbang-nimbang apakah makhluk asing didepannya ini bisa menjalankan syarat yang akan ia berikan dengan baik.
"Apa syaratnya?" Binar matanya tidak bisa menyembunyikan betapa antusiasnya ia menunggu raja melanjutkan kalimatnya.
"Syaratnya cukup berat, apa kamu bisa menjaga kepercayaanku selama menjalankan syarat ini?" Sang raja mencoba meyakinkan dirinya untuk memberikan makhluk asing di depannya ini sebuah kesempatan.
"Aku berjanji akan memegang kepercayaanmu. Aku akan berusaha menjalankan syaratnya."
"Oke. Jika kamu yakin dengan keputusanmu, mulai malam ini kamu tingal di istana ini sebagai tamu kerajaan. Besok bangunlah pagi, akan ada pengarahan dari asistenku." Jelas raja pada Vivy. Lalu ia menoleh ke arah para pengawal.
"Pengawal, bawa semua barangnya dan pindahkan ke kamar tamu kerajaan." Perintah raja pada pengawal.
"Maaf saya menyela, baginda raja, tapi Vivy sampai di pulau ini tanpa membawa apapun."
"Hmm... seperti itu ya, kalau begitu kalian kembalilah bertugas. "
"Baiklah, Yang mulia." Jawab pengawal lalu membungkuk memberi hormat sebelum mereka berbalik dan kembali pada tugasnya. Sang raja lantas menoleh ke arah Licia.
"Kamu pulanglah. Terima kasih sudah melapor. Ia aman bersama kami." Ucap raja pada Licia. Licia pun membungkuk memberi hormat pada raja.
"Kasih kembali, baginda raja. Kalau begitu saya permisi." Sebelum Licia pergi, Vivy menyempatkan diri untuk memeluknya sebentar saja.
"Kita akan berjumpa lagi. Aku janji." Kata Licia pelan agar tidak terdengar oleh raja. Vivy mengangguk. Licia pun berbalik dan meninggalkan istana. Ia merasa sudah melakukan hal yang benar. Benar kata raja, Vivy akan aman jika ia berada di istana. Licia hanya ingin Vivy aman.
-//-
Vivy mengikuti seorang pelayan yang diutus oleh raja. Ia memasuki kamar yang sudah disiapkan untuknya. Ya, interior kamar ini sangat mewah. Sudah lebih dari cukup untuk membuat dia merasa nyaman disini. Kata pelayan itu, ia akan datang lagi besok pagi. Pelayan itu juga bilang kalau semua keperluan Vivy sudah tersedia di lemari. Lalu pelayan itu pergi. Vivy pun menutup pintu kamar lalu berjalan ke arah lemari. Seperti yang di ucapkan oleh pelayan itu, dari baju sampai aksesori tubuh lainnya sudah tersusun rapi.
Besok mungkin adalah hari yang panjang, aku harus beristirahat lebih cepat. Vivy membatin.