Selamat membaca :)
°•°•°
"Ah? apa?" tanya Dea seraya menoleh.
"Kamu... kamu pengen punya anak berapa, Sayang?"
"Sedikasihnya aja sama Tuhan."
"Enggak semampu kita, Sayang?"
Bibir Dea maju seketika, dengan napasnya yang berhembus kencang. "Kamu itu... makin ke sini makin keliatan jahilnya, ya!" Sean tersenyum lebar. Tangannya bahkan terangkat, ingin mencolek dagu Dea. "Seminggu aja nggak usah jahil, apa kamu nggak bisa? mirip Nino banget, pas jaman dulu kalo godain Alin."
"Jelas beda Sayang," bantahnya. "Kelakuanku lebih manis, berusaha romantis... seharusnya kamu tambah bahagia."
"Bukan gitu... masalahnya, kamu kalo bersikap manis itu suka kelewatan. Nggak tau tempat, nggak tau kondisi hatiku juga!"
"Lho... memangnya kondisi hatimu kenapa?" Dia tahu persis kalau istrinya itu tengah malu, tapi rasa ingin menggoda Dea lebih jauh lagi, terlalu menggelitik. "Kamu kenapa..." Belum habis bicaranya, Dea lebih dulu melangkah pergi. "Sayang! hei!"