Lo, emang Mbak paling nggak tahu diri seantero raya.
Lo, orang ceroboh yang suka rusak barang-barang gue.
Lo, cewek terburuk yang gue punya.
Tapi, Lo adalah cewek yang berharga setelah Bunda buat gue.
-BabangSATYAngGanteng
Ranya mengangkat sedikit ujung bibirnya. Ya, hanya sedikit.
Setiap pagi, Ranya tak pernah melewatkan seharipun untuk membaca tulisan Satya yang begitu mini yang ditempel di dinding tepat di atas meja belajarnya, seolah-olah itu sudah menjadi rutinitas wajibnya yang tak boleh ditinggalkan. Haram hukumnya bila Ranya lupa.
Memo stick berwarna merah muda yang mulai memudar itu tak pernah bergerak dari tempatnya. Dan Ranya tak pernah berniat untuk membuangnya.
Tok tok tok
"Masuk aja, Sat!" Seru Ranya dari dalam kamar, membuat Satya segera membuka pintu kamarnya lebar-lebar.
"Gila, lo!" Maki Satya segera berbalik badan sambil merutuki si empu yang punya kamar.
"Lebay deh, si Satya," Ranya hanya bergumam santai sambil menyelesaikan kegiatan memakai kaosnya yang tinggal sebelah tangan lagi. Seolah itu bukanlah hal yang penting.
"Lo bisa nggak si-"
"Nggak."
Satya berdecih. "Lo bilang kek lagi pake baju, gue kan ngak bakalan langsung masuk. Ternodai mulu mata gue liat kebiasaan lo itu. Punya kamar tuh di kunci napa?! Nggak malu?" Satya terus saja mencerecoros sambil memunggungi Ranya yang kini sudah duduk di atas kasurnya.
"Mau apaan sih, lo?" Tanya Ranya sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur.
Satya melenggang masuk, setelah sebelumnya dia memastikan bahwa Ranya sudah memakai celana. Dia menutup pintu kamar kemudian ikut duduk di atas kasur Ranya.
"Kunjungan mulu lo ke kamar gue," Ranya melanjutkan ucapannya. "Kangen?"
"Amit-amit! Najis!" Umpatan kasar itu sama sekali tak membuat Ranya tersinggung. Ini sudah biasa dan akan tetap seperti ini.
"Temenin gue ke luar yuk, mbak." Ajaknya sambil menarik-narik tangan Ranya.
"Gue udah bilang, nggak usah panggil mbak. Gue nggak suka." Ranya duduk sambil memberikan sisir kepada Satya yang menerimanya tanpa penolakan.
Ranya memunggunginya membiarkan Satya merapikan rambutnya. "Lo mah dibaikin salah, digalakin malah makin galak," Satya dengan telaten menyisir rambut sebahu Ranya yang masih sedikit basah.
"Mau kemana emang, lo?"
"Maen aja, sekarang kan malming. Masa di rumah? Kita makan angin, yuk!" Ajak Satya begitu antusiasnya.
"Ngapain makan angin? Nggak kenyang dong, Sat." Balas Ranya membuat Satya menyentil telinga Ranya dari belakang.
"Lo nggak usah ngegas dong, pe'a!" Kini Satya malah nyolot membuat Ranya menoleh ke kebelakang kemudian menjambak rambut Satya kuat-kuat.
"Lo yang ngegas Su'eb!!"
Ranya itu tidak suka digas. Tapi dia sangat hobi ngegas. Keahliannya adalah memaki. Selain itu, Ranya juga pandai mengomel.
"Aw, aw, Bundaaaaaa!" Teriak Satya histeris membuat seseorang membuka pintu kamar Ranya setelahnya.
"Aduh...kalian ini, udah pada gede juga masih aja berantem." Bunda masuk kemudian melerai mereka berdua.
"Gila! Jambakannya masih kuat aja," Satya mundur dan berdiri di belakang bunda sambil memegangi kepalanya yang berdenyut.
"Mbak Ranya yang duluan mulai, Bun..." adu Satya membuat Ranya memelototinya karena panggilan 'mbak' itu.
"Mulai apa si?! Bun, Satya nih ngatain aku mbak-mbak mulu." Ranya mencebik, sambil menunjuk-nunjuk Satya yang berdiri di belakang bunda.
Bunda segera duduk di sisi ranjang, memberikan Ranya tatapan damai. "Itu'kan panggilan hormat dari adek buat kakaknya, sayang," bunda megelusi rambut Ranya. Memberikan kenyaman tersendiri untuknya.
"Kalo dia yang manggil itu tandanya ngejek, bun..."
"Enggak dih. Baperan dasar." Balas Satya cepat-cepat.
"Baikan lagi, ayok." Titah bunda sambil menoleh ke arah Satya yang berdiri dibelakangnya.
"Ogah. Dia ngegas tadi, bun, ngatain aku bangsat." Satya menampakkan wajah terluka yang dibuat-buatnya membuat Ranya semakin berniat untuk membunuh adiknya itu.
Ranya merangkak semakin mendekat ke arah Satya."Mulai, deh, bibirnya suka comel. Yang ngatain bangsat siapa, sih?"
"Tadi lo bilang 'sat' ke gue. Pura-pura lupa lagi." Cibir Satya masih saja mengomel. Bahkan sesekali dia berdecih membuat Bunda geleng-geleng.
"Aku manggil dia Sat, karena nama dia Satya, bun. Emang biasanya juga dipanggil Sat'kan?" Ranya meminta pemihakan pada Bundanya yang kini malah tertawa ringan.
"Baikan dulu, cepet." Titah bunda sambil menarik tangan Satya agar sejajar dengan tubuhnya.
Kemudian, bunda menarik tangan Ranya yang tampak tak ikhlas dengan bibir menekuknya. Bunda menyatukan tangan Ranya dan Satya agar bersalaman walau keduanya kini malah saling memberikan tatapan membunuh.
"Katanya mau main ke luar, yaudah, gih."
"Nggak jadi ngajak dia deh, Bun." Satya menarik tangannya dari jabatan Ranya. "Bahaya ngelepas macan ditengah-tengah keramaian malam minggu." Satya tertawa sangat puas.
"Serah. Lagian nggak sudi juga aku boncengan sama dia, Bun." Ranya mendekat ke arah Bundanya yang duduk di sisi ranjang. Kemudian memeluk Bundanya sambil menopangkan wajahnya di bahu sang Bunda hingga dia bisa melihat Satya dengan jelas dari sini. Sedetik berikutnya Ranya mengacungkan jari tengahnya tepat ke hadapan Satya.
Mendapat bendera perang dari Ranya, Satya ikut-ikutan mengangkat jari tengahnya tinggi-tinggi. Memberikan isyarat bahwa dia juga mengibarkan bendera perangnya.
¤¤¤
Ting!
Ranya mengerjap beberapa kali sebelum menoleh kesamping di mana benda pipihnya bersuara hingga menyala menandakan ada notifikasi masuk. Feelingnya mengatakan bahwa Satya yang mengganggu mata terpejamnya.
-SatBangsat!
Besok jogging yu!
Ranya melirik jam weker di atas nakasnya untuk memastikan pukul berapa sekarang, setengah dua belas, ni anak belom tidur apa. Batinnya berucap.
-Ranya
Nggak mau ah males.
-SatBangsat!
Ah! Payah lo!
-Ranya
Buoduo! Ajakin aja sana si Laras
-SatBangsat!
Nggak kenal.
-Ranya
Tiap hari dia chat gue nanyain lo.
Pengen banget gw blokir!
-SatBangsat!
Gue nginep di kamar lo, ya.
Nggak bisa buobuo nih, pengen di apokin lo dulu:,)
-Ranya
NAJIS!1!1!1! GAK SUDI!
-SatBangsat!
Kita kan udah baikan,
-Ranya
TTP ENGGAK!!!
-SatBangsat!
Besok jadi, ya
-Ranya
Gak. Gw mau jalan sama kak Gara
-SatBangsat!
Halu! Kasian:*
Mimpi mulu
Si Gara udah punya pacar, inget.
Lagian dia mana mau sama lo yang pabrikannya kayak preman.
Lo kan cowok, Ra
Inget jenis kelamin!
Inget!!!
-Ranya
Gak usah spam, nyet!!!
Bodo! Gak kebaca
-SatBangsat!
Dasar titisan gendeureuwo.
-Ranya
Gak penting
Setalah mengirim pesan itu Ranya kembali memejamkan matanya.
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
"Berisik deh, si Satya." Geram Ranya sambil terpejam.
Mendengar masih banyak Ting dari handphonenya. Ranya memutuskan mendorong benda itu dengan perasaan jengkel hingga jatuh ke atas lantai di depan pintu.
¤¤¤