"Bagaimana keadaan mereka?"
"Sangat baik, Pak."
"Hmm. Bagus! Terus awasi mereka, terutama J731 dan S711!"
"Baik, Pak."
Terukir senyum puas di bibir laki-laki berjas hitam dengan segelas minuman berada di tangan kanannya. Duduk sambil menyilangkan kedua kakinya, ia menatap layar monitor yang berada di hadapannya kini. Layar monitor yang menampilkan empat video berbeda, berhasil menarik perhatiannya. Secara bergantian ia melihat ke empat video itu.
Video pertama menampakan seorang anak kecil berambut pendek, kini tengah sibuk membolak-balikan lembaran-lembaran kertas pada buku tebal dengan cukup cepat. Entah apa yang sedang dilakukannya sekarang, membaca atau hanya sekedar melihat-lihat isi buku itu. Tak cukup masuk akal jika ia membaca dengan kecepatan seperti itu, bagi kebanyakan orang mungkin butuh beberapa menit untuk membaca satu lembarnya. Sepertinya dia memang hanya sedang melihat-lihat isi buku tebal itu.
"Hmm. J731 sudah berkembang dengan baik rupanya."
"Benar, Pak. Bahkan catatan waktunya lebih cepat dari perkiraan kita, Pak." Mendengar jawaban dari tangan kanannya, lagi-lagi laki-laki berjas hitam itu kembali mengulas senyum puasnya.
Pandangannyapun beralih kepada sebuah video, yang menampilkan seorang anak perempuan cantik tengah merapikan ruangan yang sudah menjadi tempat tinggalnya sejak ia berusia 3 tahun. Semuanya ia lalui selama bertahun-tahun terkunci di tempat itu, ruangan luas dengan semua fasilitas memadai. Dari tempat tidur yang nyaman, kamar mandi bersih dan luas, juga beberapa lemari besar berisi buku-buku mengelilingi ruangan. Membuatnya merasa nyaman berada di tempat itu. Namun, tetap saja ia ingin keluar, menghirup segarnya udara luar dan merasakan hiruk pikuk perkotaan yang berada di balik tembok besar, yang menjadi pembatas antara dirinya dengan perkotaan, juga menjadikannya terkurung di tempat itu.
"Apa yang sedang dia lakukan?"
"Oh, seperti biasa. Dia sedang bersih-bersih, Pak."
Braaaak!
"Ya, aku tahu dia sedang bersih-bersih! Tapi apa menurutmu itu penting?!!" Teriaknya marah, membuat semua orang yang tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya masing-masing, terkejut. Karena bersamaan dengan teriakan itu, terdengar suara meja yang digebrak oleh seseorang.
"Tenang, Pak! Tenang! Anda sebenarnya sudah tahu bukan, jika itu juga sangat penting??" Ucap tangan kanannya santai, masih sibuk dengan komputer di hadapannya. Ia yang masih tak mengerti, hanya menautkan kedua alisnya, hingga membuat dahinya berkerut. Melihatnya menahan amarah dengan raut wajah keheranan, seseorang yang bekerja sebagai tangan kanannya itu, hanya menyunggingkan seringaiannya.
'Dasar bodoh!'
"Huh. Terserah sajalah. Aku tak mengerti maksudmu." Ucapnya, pasrah. Iapun kembali mendudukan diri pada kursi kebesarannya, dengan tangan memijat pelipis kirinya. Matanya beralih ke sebuah video lainnya, yang menampilkan seorang anak kecil tengah meninju samsak dan sesekali menendangnya dengan penuh amarah. Terlihat di lengannya terdapat beberapa luka gores akibat benda tajam, terlihat juga perban mengelilingi area keningnya. Oh, tidak. Beberapa jahitan juga menghinggapi dada serta punggungnya.
"Huh. Miris sekali jika aku melihat tubuh anak itu. Apakah dia masih melakukan hal-hal gila seperti itu?"
"Akhir-akhir ini, setelah saya awasi, dia sudah tidak melakukan hal seperti itu lagi, Pak."
'Ini terjadi juga karena kamu! Dasar gila!'
"Tunggu-tunggu. Yang satunya lagi kemana?"
"Siapa? S711? Bukankah anda sedang menghukumnya?"
"Ah, iya. Aku lupa."
'Dasar orang tua!'
"Hmm. Apakah kau sudah menemukan T748?"
Krriiing! Kriiing! Kriiing!
"Ah, sudah waktunya istirahat. Kami pergi makan siang dulu ya, Pak!" Tanpa menunggu lagi jawaban dari sang pimpinan, seluruh pekerja langsung saja meninggalkan pekerjaannya masing-masing. Tak ada lagi yang terlihat tengah sibuk dengan komputernya ataupun berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjanya. Sesuai jadwal, sesuai peraturan yang berlaku, utamakan kedisiplinan. Ya, memang seharusnya begitu. Dan kini sudah menjadi tugas robot, untuk melakukan pekerjaan selama semua pekerja tengah beristirahat. Walau hanya berbincang ataupun makan siang, mengisi perutnya yang sudah keroncongan.
Tanpa menunggu lama, setelah pekerjanya keluar meninggalkan ruangan yang sangat luas lagi megah itu. Sang pimpinan bersama tangan kanannyapun, juga keluar dari ruangan itu. Menuju tempat dimana mereka bisa melepas penat dalam waktu tak lama.
Klik!
"Hmm. Sudah waktunya istirahat, ya?" Gumamnya pelan. Karena terlalu pelannya, tak ada seorangpun yang dapat mendengarnya. Matanya melihat sekeliling, mengamati setiap sudut yang ada. Begitu perlahan, penuh dengan kehati-hatian dia melangkah keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan pakaian OB sebagai penyamaran, juga sapu dan kemoceng di tangannya, ia melangkah mendekati sebuah komputer. Dengan sangat cepat, ia memainkan jari lentiknya itu pada keyboard. Papan ketik yang bisa membuat tembok di jauh sana bergeser dan menampilkan sebuah pintu besi yang tertutup rapat di baliknya.
"Licik sekali mereka." Sekilas ia menatap layar komputer, namun kembali jari lentiknya itu mengetikkan sesuatu pada keyboard, yang berhasil membukakan pintu rahasia yang terlihat dari layar komputer, di hadapannya.
"Yeah!" Serunya, kegirangan.
"Hmm. Wah, ada sandinya? Emmm. Apa, ya? Apa ya kira-kira?"
Sambil mengetuk-ketukan jarinya pada meja, ia terus berpikir, berpikir, dan terus berpikir. Ketukannya semakin cepat ketika ingatan-ingatan seperti puzzle itu muncul dan pergi secara bergantian memenuhi otaknya.
"J...7..3..1" Pintu besi yang tadinya tertutup rapat, kini perlahan terbuka dengan sendirinya. Membuat seseorang di balik pintu itu tersenyum, dan segera pergi meninggalkan ruangan yang dibencinya itu.
"Ah, selanjutnya. C...7...10?" Tepat sekali lagi, seorang anak perempuan terlihat menoleh, menatap tembok yang tiba-tiba saja terbuka.
"Sudah dimulai, ya?" Gumam anak itu, pelan. Terlihat senyuman manisnya terukir di sudut bibirnya, sebelum akhirnya ia melangkah pelan meninggalkan tempat, dimana ia terkurung selama 6 tahun di sana.
Melihat hal itu, seseorang yang kini tengah menyamar dengan pakaian OB, hanya menyunggingkan senyum tipisnya. Tak lama, kembali ia memainkan jari lentiknya pada sebuah keyboard lainnya yang berada di ruangan itu. Dengan cepat ia berhasil memanipulasi rekaman cctv dengan sebuah video hari lalu yang memang sengaja direkamnya, berharap rencana kaburnya tidak segera di ketahui para pekerja ataupun robot yang bekerja di tempat gila ini.
Setelah segala tugasnya selesai di ruangan penuh komputer itu. Segera ia melangkah pergi, sebelum waktu istirahat selesai dan para pekerja kembali sibuk dengan pekerjaannya. Namun, tunggu dulu. Apa yang akan mereka kerjakan jika para tahanan mereka kabur?? Memikirkan hal itu, membuatnya kembali menyunggingkan senyum tipis yang terlihat begitu manis, walau terlihat samar di sudut bibirnya.
"Sudah?"
"Sudah."
"Sekarang menyebar! Kita bertemu di pintu barat. Jangan sampai kalian ketahuan! Aku akan mengurus bagianku dulu."
"Baik!" Jawab keduanya bersamaan, dengan suara pelan pastinya.
Sesuai rencana awal. Mereka bertiga pergi menuju tugas mereka masing-masing, dengan pakaian penyamaran dan segala perlengkapannya mereka bawa, agar kemungkinan untuk tidak ketahuan sangat besar. Apalagi dengan ilmu yang mereka bawa sekarang, sangat cukup untuk membuat rencana itu berhasil.